Follow Us @farahzu

Friday, October 26, 2007

Almamater Tercinta: 1 Bekasi Terindah

10:16 AM 1 Comments
Sungguh, setiap kali aku bertemu denganmu adikku, atau mendengar suaramu, pun hanya membayangkan wajahmu, aku selalu merasa kerdil di hadapan kalian. Aku selalu merasa malu pada diriku sendiri. Kau begitu baik dan terjaga.

Sungguh aku rindu sekolah. Teramat rindu. Sekolah, baik ketika aku menjadi siswa maupun setelah menjadi alumni, sangat kental akan nuansa ruhiyah. Sekolah, ya, sekolah, semua yang terkait dengan sekolah. Gedungnya, masjidnya, pagarnya, pakaian seragamnya, kegiatan-kegiatannya, pergaulannya, teman-teman waktu sekolah, bahkan ketika kami sudah sama-sama menjadi alumni. Hingga kini ruhiyahku sangat terbantu oleh semua yang terkait dengan ”kembali ke sekolah”.

Lebih kurang 2 bulan aku menghilang dari sekolah. Alasannya aku sedang fokus dengan da’wah komplek. Sempat terbersit aku akan fokus ke sana dan meninggalkan sekolah, karena di komplekku benar-benar ’tidak ada orang’ yang bisa fokus. Kami hanya bertiga, tapi 2 yang lain lebih sibuk daripada aku. Ya sudah.

Tapi nyatanya au butuh kembali ke sekolah. Aku rindu adik-adik yang pernah jadi mentee-ku. Aku rindu semangat itu, yang hanya kudapat dari sekolah. Ekstrimnya, astaghfirullah, aku tidak pernah merasa lebih baik daripada kondisiku saat masih sekolah (jadi siswa SMA). Ada yang bilang wajar, karena SMA itu kan masa-masa pembentukan. Dan kampus masa-masa penggojlokan dan pembebanan. Tapi menurutku harusnya aku lebih baik, karena bebannya jelas bertambah banyak dan berat.

Entah kenapa, kalau dilihat dari binaan, rasanya binaan di SMA lebih, lebih..apa ya, lebih lah! Lebih kondusif dan terjaga, lebih semangat, lebih kritis, lebih mantap ruhiyahnya, dan lebih afeksional. Beda banget sama di kampus atau di rumah. Ada banyak faktor sih... kondisi, pembiasaan lingkungan, iklim pergaulan, dll. Mmm.. Berarti bukan ’entah kenapa’ dong harusnya kata-kata di awal paragraf ini?

Kasih aku masukan doong.. 15 oktober 2007

Maaf Niy Udah Telat Banget

10:14 AM 1 Comments
AKU TAK TAHAN LAGI (PENTING! BACA SAMPAI HABIS)
Aku tak tahan lagi untuk tak menulis! Hari ini, subhanallah, tanggal 9 oktober 2007/27 RAMADHAN 1428, bagiku luar biasa!

Gudang Wakil Rakyat, 091007

Blo’on.
Astaghfirullah..tapi kata itu yang memang terlontar dan hanya itu yang terpikir, ketika menyaksikan sidang Paripurna DPR ke 10, 9 Oktober 2007 di gedung milik rakyat ini.
Haah.. lucu.. Sampai bingung bagian mana yang harus kuceritakan di sini. Rasanya mahasiswa jauh lebih tertib, cerdas, dan beretika dalam sidang-sidang dan forum-forumnya ketimbang anggota dewan yang ’beneran’ di negeri ini; Indonesia.
KESIMPULAN: Ketika berefleksi, rasanya semua yang terjadi dan menimpa negeri kita akhir-akhir ini sangat wajar terjadi (bila melihat kinerja para wakilnya di atas ’sini’).

-itu baru sekelumit tulisanku hingga istirahat zuhur selesai. Baru masalah teknis persidangan, belum nyerempet sama sekali masalah konten, yang artinya ’isi pikiran mereka’-

RAPBN 2008 akan disahkan! Dengan anggaran pendidikan yang masih sangat minim dan LAGI-LAGI SBY-JK melanggar amanat konstitusi (Pasal 31 UUD’45 ttg anggaran pendidikan sebanyak 20%). HANYA 12,3 % setelah tahun 2007 14,7 %, namun dipotong lagi hingga tinggal 11,5 %. Hah!
    Parahnya, semua fraksi, tidak terkecuali, MENYETUJUI RAPBN 2008 tsb untuk menjadi undang2. Memang sih pada pandangan fraksi2 ada yang mendukung 20% anggaran tsb karena itu amanat konstitusi. Kita (mahasiswa UI yang hadir) memberikan applause sebagai dukungan. Tapi lagi-lagi kami kecewa, karena ternyata itu merupakan ANSOR (angin sorga) yang tak kunjung datang ke dunia. Ujung2nya, tetep aja menyepakati. Walaupun banyak yang MENYETUJUI DENGAN CATATAN, atau DENGAN-dengan yang lainnya, tetep aja menyetujui. Emang yang kalian omongkan di podium ada yang mencatat dan ADA yang mau menindaklanjuti??? Ngomong aja terus. Mumpung sesinya sedang bernama pandangan umum fraksi-fraksi. Huh..
    WAHAI RAKYAT INDONESIA!
Kalian tahu bagaimana kinerja wakil-wakil kalian di atas sana?? Dari 540 orang anggota DPR RI, hanya 80 orang yang menghadiri sidang paripurna! Itu pun setelah bayak yang telat dan mondar-mandir keluar-masuk ruang sidang. Itu pun, banyak yang telat (lagi), sibuk sama Hpnya, baca koran, dan NGOBROL!! Hoi! Emangnya rakyat ga kena imbas kemalasan kalian??
    80 orang, tidak lebih banyak dari jumlah mahasiswa yang datang meninjau, maupun tidak lebih banyak dari jumlah wartawan yang hadir! Kalian boleh kecewa. Itu baru dari segi kehadiran. Yang lainnya, rasanya kebanyakan kalau saya ceritain semua di sini. Masih ada hal penting lainnya yang sangat ingin saya tulis.

-Semenjak reformasi, baru kali ini mahasiswa menggetarkan gedung DPR kembali (Randy BY, 2007)-

Kami –mahasiswa UI- hanya berjumlah 90an orang dengan kebanyakan maba 2007, dan hanya 50 orang yang boleh berada di tribun ruang sidang (padahal sebenarnya masyarakat bebas masuk dan melihat jalannya sidag, siapa pun). Di bulan Ramadhan, kalian bisa bayangkan sendiri. Hanya sedikit, namun semoga mereka adalah orang-orang pilihan.
    Karena suatu hal, (takut blog ini dibaca intel), maka ada hal sangat menarik yang sayangnya tidak bisa saya ceritakan, padahal buat saya hal ini begitu berkesan dan sepertinya tidak akan terlupakan.
    Kami sangat kecewa dengan seluruh fraksi yang ada. Terlepas dari kinerja mereka yang juga cukup mengecewakan. Akhirnya Bang Umar  teriak dan meminta kesempatan berbicara kepada pimpinan sidang (yang semula sempat ’kuhujat’, tapi akhirnya aku dibuat terharu) untuk berbicara kepada semua hadirin. Pasukan pengaman langsung mengamankan Bang Umar – dan kami yang sudah dikondisikan untuk berada di baris tribun paling bawah. Tapi beliau terus berbicara ttg kekecewaan2 mahasiswa dan RAKYAT Indonesia atas anggota dewan. Pasukan pengaman masih menghalagi, hingga akhirnya pimpinan sidang yang bijaksana meminta pasukan tsb untuk membiarkan mahasiswa mengemukakan pendapatnya. Hoowh..so sweet.. halah..
    Singkat cerita, mahasiswa berjaket kuning sudah merapatkan dan mengencangkan border. Dan dengan cepat spanduk berisi tuntutan REALISASIKAN ANGGARAN 20% UNTUK PENDIDIKAN yang sudah disiapkan dan diselundupkan untuk bisa masuk ke ruang sidang diedarkan ke barisan depan dan dikibarkan dengan tangan-tangan kami ke hadapan para anggota dewan. Namun bak para teroris yang membawa amunisi, pasukan pengaman itu langsung menarik-narik spanduk tsb agar tidak terpajang. (Apakah tidak ada diantara mereka yang mempunyai anak???) Spanduk berhasil dikibarkan dan sempat terbaca, namun hanya sebentar karena sekuriti sudah menarik-nariknya hingga sangat kacau dan akhirnya robek.
    Beberapa tangan kami tak sanggup mempertahankan spanduk itu dan melepasnya. Tapi tanganku masih sangat kuat mencengkram kain tsb. Rasanya ingin sekali aku menggigit tangan-tangan perkasa para sekuriti itu. Tapi, ih, geuleuhh..
    Mereka sangat kasar. Jilbab Resa ditarik-tarik, Nunu ngomel dan mereka membalas, atau Salman berusaha membela dengan ”Pak, perempuan tuh!” dan dengan tangannya. Hingga kami hampir bubar, Ivan Rusyd dan seorang teman kami yang lain masih dipukuli. Padahal mereka membawa suara rakyat! Padahal mereka yang memukuli pun rakyat!!! Dan nasib mereka yang sedang kami perjuangkan.. Ironis..
    Mereka kasar sekali. Ya, kami memang melanggar TATA TERTIB SIDANG. Satu kali. Tapi teman-teman kami dihajar dan dipukuli. SBY-JK, berkali-kali melanggar KONSTITUSI, namun masih aman sentosa. Karena mereka pemimpin? Bodoh. Di kedalaman berapa kedudukan tata tertib sidang bila disandingkan dengan konstitusi???
    Mereka kasar sekali. Padahal kami hanya bawa kain. Kain, ya, kain! Tanpa logam apa pun! Tanpa bahan kimia apa pun! Kami hanya ingin menyuarakan hati-hati kami yang teriris melihat hati-hati rakyat yang meringis. Tapi mereka menarik-narik dan merobeknya padahal kami diizinkan oleh pimpinan sidang dan anggota dewan yang ada! Padahal itu untuk mereka juga! Untuk anak-anak dan keturunan mereka juga!
Sejak di dalam hingga akhirnya kami keluar gedung tsb dari lt3, kami meneriakkan lagu-lagu perjuangan mahasiswa (totalitas perjuangan, katakan hitam adalah hitam katakan putih adalah putih, satu komando satu perjuangan, dan oo..ooo.. ala Islam cinta keadilann). Biar mereka mendengar! Biar mereka tahu! Biar rakyat menyaksikan! Bahwa kami, mahasiswa, tanpa intervensi pihak mana pun, akan senantiasa memperjuangkan nasib rakyat. Bahwa kami, mahasiswa, adalah segelintir manusia terdidik yang tidak hanya cerdas, tapi juga MEMILIKI HATI.               

Ya ALLAH, Rabb, berkahilah
Inilah perjuangan
Walaupun sangat minim
Biarkan hati-hati kami tetap ikhlas berjuang
dan tulisan-tulisan serta cerita-cerita kami mencerdaskan yang lain

Agar rakyat kami bisa tersenyum
dan bernapas lega
melihat cerahnya masa depan anak-anak mereka,

Anak-anak Bangsa Ini

Thursday, October 4, 2007

Tulisan Buat Pakom Kastrat-BHP

3:19 PM 0 Comments
HAPUSKAN
PERGURUAN TINGGI NEGERI (PTN)*
Oleh: Farah Z
Mahasiswi Psikologi UI angkatan 2005

            Apa yang pertama kali terlintas dalam benak teman-teman ketika mendengar frase ’Perguruan Tinggi Negeri’? Nama tersohor? Berkualitas? Hanya berisi orang-orang cerdas? Atau biaya kuliah yang murah? Alangkah menyenangkannya. Namun mungkin hal-hal indah di atas hanya akan menjadi dongeng bagi kita dan anak-anak bangsa ini beberapa saat lagi.
            Ya, karena sebentar lagi status PTN (dan sekolah-sekolah negeri lainnya dari tingkat TK hingga pendidikan tinggi) akan berganti dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berbeda dengan sebelumnya saat UI masih berstatus PTN dan berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, UI—dan beberapa universitas ’negeri’ lainnya—yang saat ini berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN), memiliki kemandirian dan wewenang untuk mengatur segala urusannya, termasuk mandiri dalam hal keuangan. Walaupun belum sampai 100% UI menanggung biayanya sendiri, kita sama-sama bisa melihat bagaimana kelimpungannya para pejabat di tingkat fakultas maupun UI dalam mencari uang agar kegiatan pendidikan bisa tetap berjalan. Nah, solusi yang paling mudah, adalah menaikkan biaya pendidikan yang harus dibayar oleh mahasiswa; seperti yang saat ini kita rasakan.
            Namun memiliki status BHMN masih ’sedikit’ lebih baik dibandingkan status BHP. Dengan menjadi BHP, UI yang sebelumnya masih mendapat sedikit subsidi dari pemerintah, menjadi benar-benar lepas dari pemerintah: yang juga berarti pemerintah lepas tangan dari tanggung jawabnya membiayai pendidikan. Hal ini tercantum pada pasal 22 dalam RUU BHP mengenai Pendanaan dan Kekayaan BHP sebagai berikut:
(1)       Modal awal BHP berwujud aset penyelenggara yang dipisahkan atau dialihkan kepada BHP.
(2)       Aset BHP dapat berasal dari modal penyelenggara, utang kepada pihak lain, sumbangan atau bantuan pihak lain, dan hasil usaha BHP, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)       Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan sumber daya dalam bentuk hibah kepada BHP sesuai dengan penugasan yang diberikan.
Sangat jelas tercantum bahwa aset BHP bukan berasal dari pemerintah. Sedangkan pemerintah hanya akan memberikan sumber daya untuk membantu pembiayaan pendidikan, yang selanjutnya tanggung jawab pembiayaan itu dilepas kepada pengelola BHP tersebut.
            Padahal yang juga tercantum sangat jelas dalam konstitusi kita, UUD 1945 pasal 31, pemerintah wajib membiayai pendidikan warganya. Pasal tersebut berbunyi:
(1)    Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2)    Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3)    Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.

(4)    Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya DUA PULUH PERSEN dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.


Selain itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No.20 tahun 2003) pasal 49 ayat (1), juga disebutkan sebagai berikut:
(1)           Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Ada yang bisa menghitung sudah berapa kali pemerintah melanggar sendiri Konstitusi maupun Undang-Undang yang dibuatnya sendiri???

Organ tertinggi dari BHP adalah Majelis Wali Amanat (MWA) yang diantaranya bertugas menetapkan kebijakan umum BHP, mengusahakan pemenuhan kebutuhan pembiayaan BHP, dan menyelesaikan persoalan BHP termasuk masalah keuangan (pasal 12 RUU BHP). Dengan demikian, BHP harus dapat membiayai kebutuhannya sendiri, membangun unit usaha atau mencari sumber pendapatan lain untuk menjaga Badan Hukum tersebut dari kepailitan. Akhirnya, bukan tidak mungkin biaya pendidikan yang harus dibayarkan oleh siswa/mahasiswa menjadi lebih mahal dan tak terjangkau.
Sebuah institusi/lembaga yang memiliki status Badan Hukum adalah tidak berbeda dengan sebuah perusahaan. Bisa saja dilakukan penggabungan dan akuisisi dengan BHP lain, maupun dibubarkan dan jatuh pailit/bangkrut (pasal 28, 29, 30, dan 31 RUU BHP). Bayangkan bila suatu saat nanti akan ada universitas terkemuka di Indonesia yang ditutup atau dibubarkan karena tidak sanggup lagi membiayai kebutuhannya!
Pada dasarnya, pembuatan RUU BHP memang ‘ada’ baiknya. Salah satunya adalah memberi kebebasan kepada lembaga-lembaga pendidikan untuk dapat mengatur dirinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Juga dapat meningkatkan kreativitas para pengelola lembaga pendidikan agar bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus mengandalkan bantuan dari pemerintah. Namun sayangnya, terlalu banyak hal yang harus disiapkan untuk menuju ‘kebaikan-kebaikan’ tersebut. Mungkin RUU BHP baru baik bila disahkan setelah bangsa Indonesia siap dan mampu menyelenggarakan pendidikannya sendiri (namun tetap dengan pertanyaan, “Lantas bagaimana dengan tanggung jawab pemerintah yang merupakan amanat konstitusi dalam pembiayaan pendidikan?”).

       Sumber: UUD 1945
   UU No.20/2003 (UU SISDIKNAS)
          RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP)

Senat Akademik / Dewan Pendidik

Merumuskan dan mengawasi penerapan norma dan ketentuan akademik satuan pendidikan.
Satuan Pendidikan

Organ BHP yang melaksanakan pendidikan
Dewan Audit

MWA
(pendiri, masyarakat, unsur siswa/mahasiswa)
Struktur BHP