Follow Us @farahzu

Sunday, June 25, 2023

Menumbuhkan Minat Baca Anak Usia Dini (Minat Literasi)

6:37 AM 0 Comments

Anak 2 tahun memilih membuka buku baru lebih dulu dibanding mainan baru (dari jenis yang dia suka) ketika disodorkan bersamaan; ibunya bahagia dan bersyukur sekali. Habis itu mainannya diambil juga sih, dan tentu dia suka juga. Tapi itu menunjukkan dia lebih tertarik pada bukunya. Mungkin nilainya 9 untuk buku dan 8,5 untuk mainannya.

 

Betul bahwa menumbuhkan minat baca itu tidak instan; tapi tidak sulit juga. Kuncinya, paparkan anak dengan buku-buku yang sesuai dengan usianya. Untuk anak usia dini, tentu saja picture book ya, jangan novel hahaha…

 

Sebenarnya kalau menurut saya pribadi, buku anak itu tidak perlu yang punya fitur-fitur unik atau gimana-gimana sih, yang biasanya malah membuat buku anak jadi mahal. Bergambar saja itu sudah cukup.

Yang takut anak bosan dan tidak tertarik itu orang tuanya, yang mungkin sudah punya pengalaman membosankan dengan buku. Anaknya? Belum!

Anak masih netral, belum punya pengalaman, jadi ketika diberikan buku, dia akan memperlakukannya sama dengan mainan pada umumnya. Dilihat, dibuka-buka, dilempar, digigit, dirusakin; itu bukan berarti dia tak suka buku. Seperti biasa, dia hanya eksplorasi.  Ingat, anak belum punya memori traumatis pada buku, tidak seperti (mungkin) sebagian orang dewasa. Jadi, santai saja.

Dilempar, dibuang; tenang. Besoknya kasih lagi, lagi, lagi, nanti juga dia mau. Akan ada masanya dia pasti tertarik dengan bendanya, gambar-gambarnya, hingga nanti dia akan terbiasa.

Fyi, anak saya kecilnya sungguh tidak anteng. Tidak santai, bahkan boardbook saja rusak. Jangan tanya rentang fokus, pendek sekali. Sebenarnya normal sih untuk usianya saat itu. Tapi saya tidak menyerah membacakan buku untuknya. Meskipun direbut, ditinggal, dicuekin; tetap saya bacakan. Akhirnya mungkin dia kasihan dia penasaran juga. Hingga di usia 2 tahunnya, dia sanggup duduk menikmati cerita cukup panjang dalam waktu 8 menit atau lebih, maasyaa Allah. (Rata-rata 4-6 menit untuk anak usia 2 tahun; 2-3 menit dikali usia dalam tahun).

 

Jadi tips berikutnya adalah memperlakukan buku dengan netral, tanpa atensi negatif, sama seperti benda lainnya atau mainan.

meskipun mati lampu; atau karena tertarik senternya ya >.<

Tips berikutnya adalah mengenalkan buku pada anak sejak sekarang. Sedini mungkin. Bila memungkinkan bahkan bisa dari sebelum anak lahir. Kalau sudah terlanjur ya tidak apa-apa, segera kenalkan anak dengan buku sejak sekarang. Sedini mungkin. Yah kan pake ngulang. Wkwkwkwk

 

Bhaiqlah, itu saja dari saya, semoga bermanfaat ya. Assalamualaikum!


Saturday, June 24, 2023

Orang Ekstrovert dan Introvert, dan Kebutuhannya dalam Bersosialisasi

2:41 PM 0 Comments

 Tipe kepribadian ekstrovert dan introvert pastinya sudah akrab sekali di telinga kita ya, karena pembagiannya cukup sederhana dan mudah dipahami oleh orang awam sekalipun. Eh, tapi pengertian introvert dan ekstrovert ada banyak lho. Kita bahas yang awam diketahui saja ya, karena pokok bahasan ini bukan pada definisi-definisi kok. Hehehe..

sumber gambar

Menurut salah satu kakeknya ilmu psikologi, Carl Jung (1920), orang ekstrovert mendapat energi/gairah dari interaksi sosial; itulah mengapa kepribadian ekstrovert biasanya dipahami sebagai kepribadian yang terbuka dan senang bergaul. Sedangkan orang introvert mendapatkan energi dari menyendiri. Biasa dipahami, orang introvert cenderung tertutup dan lebih suka menyendiri (sumber: link). 


Apa iya begitu? Let’s cekidot!

Oh ya, bagaimana pula kedua tipe ini ketika bersosialisasi dan bekerja sama dengan orang lain? Kita bahas lewat cerita ya.


Meskipun nampak ceria dan termasuk mudah bergaul, saya ini orang yang introvert. Saya bisa bersosialisasi dengan siapa saja, memulai pembicaraan dengan orang baru, suka bercanda, bahkan usil. Tapi iya, saya introvert. Di mana introvertnya?


Salah satunya, bahwa saya mengeluarkan energi untuk melakukan hal-hal tersebut. Ada masanya saya terlibat dalam sebuah project yang sangat intens bersama tim. Berkumpul sejak pagi-pagi sekali, sampai lewat tengah malam bersama orang-orang. Karena saya mengeluarkan energi untuk itu, tentu saja ada batas habisnya dong. Saya yang bisa bersikap sangat proper di pagi hingga sore hari, mulai sewot ketika sudah tengah malam tapi orang-orang di sekeliling saya masih bisa bercanda dengan berisiknya di sela-sela pekerjaan. Cuma ke teman kanan-kiri sih sewotnya, ga sampe semua tau.


Iya, saya sewot dan uring-uringan sekali saat itu. Rasanya mau nangis karena saking capeknya, pengen pergi aja dari situ, saya lelah, saya ingin mereka serius agar pekerjaan cepat selesai dan saya bisa istirahat untuk mengisi kembali energi saya. 


Nah, di sini bedanya dengan orang ekstrovert. Bagi orang ekstro, melihat saya yang uring-uringan saat itu pasti kesal. Dan mereka akan bilang, jangan gitu lah, sabar, kita semua juga capek. Jadi jangan merusak suasana lah gitu kali ya maksudnya.

%@#&^%#&^@%*@^&@^$!&^@$^@#^(@&#*@#&@??!!!

Sedangkan orang intro kalau mau nyolot akan bilang, ya kalau lo capek ya serius lah biar cepet selesai, bisa cepet istirahat, jangan malah haha hihi! Bete kan?

Kenapa bisa begitu? Kalau orang introvert udah dijelasin di atas ya, mereka bukan ga bisa atau ga suka bersosialisasi, bukan ga bisa asik; tapi karena orang introvert mengeluarkan energi untuk itu. Sedangkan orang ekstrovert, mendapatkan energinya dari interaksi sosial. Jadi pada saat energi untuk bersosialisasi si introvert mulai habis, dia perlu ruang untuk dirinya sendiri agar energinya kembali terisi dan siap berinteraksi kembali.

Orang ekstrovert sebaliknya. Ketika mereka lelah berpikir dan bekerja sendiri (karena kerjaannya kan masing-masing), bertemu banyak orang dan bercanda dengan mereka merupakan aktivitas charging-nya yang bisa membantu mereka tetap normal.

Jadi buat kita semua yang senantiasa harus/perlu berinteraksi dengan orang lain, pandai-pandailah mengenali diri sendiri, dan bijak-bijaklah menentukan respon yang tepat terhadap orang lain. Jangan sampai aktivitas charging kita malah makin menghabiskan energi orang lain yang sedang ia irit-irit. Temukanlah cara agar dalam tim kita semuanya win, semuanya menang dan tidak ada yang dirugikan, sehingga kerja tim berlangsung kondusif dan produktif.


Tidak hanya untuk tim kerja ya, tim di rumah tangga juga sama! Cara mudahnya kalau kita awam dan ga tau pasangan kita tipenya apa, tanya aja: Kalau lagi begini kamu maunya aku bagaimana?


Jadi pengen sharing kan Gaes, boleh ga? Pernah suatu kali, di hari Ahad yang semua orang Indonesia tau itu adalah hari libur, suami saya dapat pekerjaan yang sangat pelik dan menuntut konsentrasi tinggi. Sebagai istri yang baik, saya ingin mendukung suami saya dengan memberinya ruang dan tidak mengganggunya. Saya mengerjakan banyak hal di ruangan lain, termasuk dapur dan membuat makanan/minuman yang saya harap bisa membantunya. Karena saya pikir, kalau saya sedang serius kerja, maunya digituin. Jangan diganggu.


Tapi ternyata tetoooott! Dia malah memanggil saya, minta ditemenin. Ditemeninnya menurut saya aneh; saya boleh ambil apapun (handphone, buku, bahkan mungkin adonan di dapur) yang penting saya ada di satu ruangan dengan dia yang sedang kerja itu. Bahkan dia membolehkan saya nyanyi kenceng-kenceng di situ! Mak, ini bukan gua banget. Yeah fyi, suami saya ekstrovert. (Hhmmm tapi mungkin juga dia ambivert sih).


Begitulah gambarannya. Empati boleh, tapi jangan pukul rata bahwa kebutuhan orang lain itu sama dengan kebutuhan kita ya! Daripada salah respon, mending komunikasikan saja, tanya orang yang bersangkutan, maunya apa.

Mudah-mudahan bermanfaat ya!


Catatan: Artikel ini ditulis pada bulan Juli 2018

Thursday, June 22, 2023

Ibu Introvert

5:15 PM 2 Comments

 Dulu pernah denger atau baca cerita ibu-ibu yang kemanapun dikintilin sama anaknya. Bahkan di rumah yang hanya pindah ruangan. Dari kamar, ke dapur, ruang makan, teras, bahkan toilet. Dulu ketika baca itu agak insecure sih, haduh gimana ya gw kan paling ga suka dikintilin. Eh yah sama anak sendiri mah beda kali, pikirku. Ya oqelah.


Alhamdulillah akhirnya merasakan juga jadi ibu yang dikintilin kemana-mana persis kayak cerita di atas. Meskipun itu terjadi beberapa waktu lalu saat anakku masih nempeeeeel banget dan belum banyak membangun kemandirian. Kalau sekarang (2 tahunan) udah enak banget sih Alhamdulillah. Tapi tetap lho, yang namanya 24/7 bersama anak, it’s matter for introvert person like me dan (sebenarnya) sangat suka sendirian ini.


Pernah ada masanya gw jenuuuuuuhh banget. Kalau mau bilang bosan lebih tepat sih, tapi kok kedengerannya tega banget. Sampai bertanya-tanya sendiri, “Boleh gak sih merasa bosan bersama dengan anak sendiri?” Ketika mengungkapkan pertanyaan itu pada suami, Alhamdulillah dia paham dan menjawab, “Ya udah kamu ambil waktu sendirian lah, Fatih biar sama aku.” Alhamdulillah. Setelah jeda beberapa waktu, meski hanya setengah sampai 1 jam, aku sudah kangen lagi pada si bocil dan rasanya siap untuk bisa dikintilin lagi. 


Kedua, saya tuh gak suka ngomong; yah, meskipun orang-orang yang kenal saya pada zaman dahulu pasti akan menyangkal. What?? Farah si cerewet bisa jadi pendiam? Gak mungkin. Hahaha, tapi beneran, makin tua saya makin gak suka ngomong. Saya juga gak suka sama orang banyak omong. Saya suka keheningan, dan berbicara hanya ketika diperlukan.


Tapi itu semua harus berubah ketika saya jadi ibu. Anak saya perlu ibu yang cerewet, banyak omong, demi perkembangan bahasanya. Alamak. Saya akhirnya menyadari bahwa banyak bicara itu ternyata ada perlunya. Kadang malah sangat diperlukan >.< Duh mana lagi si ibu-ibu kayak gue yang buat cerewet aja perlu effort? *nyari temen. Kebanyakan ibu-ibu yang saya kenal justru perlu effort untuk mengerem kecerewetannya.


Setiap perempuan yang Allah beri amanah jadi ibu pasti melalui tantangan-tantangannya sih, kalau tidak mau menyebut hambatan, hehe... termasuk punya kepribadian kelewat introvert kayak gue. Tapi Allah sudah berikan juga modal dan sumber daya untuk para ibu melewatinya dengan sebaik-baiknya. Jangan lupa apapun tantangan yang sedang kau hadapi, Buibuk, bersandarlah hanya pada Allah ya! Jangan pernah lupa lidahmu (doa) adalah ujung tombak anakmu, maka berhati-hatilah melepas apapun yang keluar dari mulutmu itu. 


Sekian curhatan Umma kali ini... Babaaaay! Assalamualaikum...