Follow Us @farahzu

Monday, November 30, 2009

Pertama kalinya aksi…

11:57 AM 10 Comments
Pertama kalinya aksi…
….dengan naik motor. Setelah 4 tahun lebih jadi mahasiswa UI dan entah keberapakalinya turun aksi, kali ini aku Ikut dalam rombongan lebih dari 40 motor (+/- 80 orang) berjaket kuning almamater kebanggaan, di depan beberapa bis peserta aksi yang lain. Dari jumlah itu, hanya 2 motor yang dikendarai oleh mahasiswi. Sisanya berjakun semua. Sebenarnya motor teman, tapi karna satu dan lain hal, disepakati aku yang mengendarai dan temanku si pemilik motor yang membonceng di belakang. Hehee, semena-mena.
Hari itu tanggal 10 November 2009, hari Selasa. Ratusan mahasiswa UI turun ke jalan menuntut keadilan yang kian lama kian meresahkan seluruh masyarakat. Intinya, kasus Bibit-Candra-lah.
Awalnya beberapa orang (kebanyakan berjenis laki-laki) terkaget-kaget atau tersenyum penuh arti melihat aku ikut pasukan motor dengan gagahnya yang minjem helm pak Lili Mahalum Psiko. Apalagi aku yang nyetir. Maklum, dari luar aku memang terlihat feminin, tapi dari dalam sebenarnya aku maskulin (o,ow). Kalo akhwat sih kebanyakan sudah tau itu.
Temanku pernah bilang, kata ayahnya, anak perempuan itu ga bisa liat jalanan mulus dikit. Pasti pengennya langsung ngebut. Iyakah? Hmmm… mungkin aku yang masih amatir, tapi yang jelas awalnya aku cukup kesulitan mempertahankan kecepatan agar tetap di barisan. Nyalib, nyalib, nyalib,,, tanpa terasa aku sudah hampir berada di barisan motor paling depan. Dan aku baru ingat bahwa, AKU TIDAK TAHU JALAN!!! Bagaimana iniii?? Lalu menepilah aku…
Singkat cerita, aku takjub sendiri demi menyadari kami adalah penguasa jalanan. Dengan dikawal polisi, pasukan bermotor kami memblokir setiap belokan yang akan dilewati oleh bis-bis peserta aksi agar tidak terganggu dengan pengguna jalan lainnya. Ngebut di jalur busway dengan izin resmi dari kepolisian,,, pokoknya merajai jalanan deh. Jalan-jalan ibukota serasa punya engkong gue. Hehehe.. tapi tetap tertib koookk.. percayalah.. anak UI gituh. Malu-maluin kalo ga tertib. Ada sensasi gimannnaaa gitu saat itu..
Ketika lagi-lagi aku menyadari sudah berada paling depan, tepat di belakang mobil sound, anak-anak di atas mobil itu menyuruhku untuk terus, membalap mobil itu. Tapiii,, aku menggeleng dan dengan ekspresi cemas aku bilang aku tidak tau jalan. Terutama anak-anak Polhum (Politik dan Hukum) BEM UI yang baru tau kalo Kabir PSDM-nya yang selama ini keibuan (hadooohh) ternyata okem juga, langsung tertawa ngakak melihat ekspresi polosku. Ah biarlah, hitung-hitung amal menyenangkan saudara…
Lallluuu… singkat cerita, ketika massa aksi beristirahat di DepHut untuk shalat ashar, aku dan temanku si pemilik motor akhirnya cabut kembali ke Depok, menunaikan amanah lain yang tak mungkin ditinggal.
Uhmmm.. sedikit saja.. Untuk temanku si pemilik motor, trimakasih banyak ya atas kesempatannya… Mungkin karna adrenalin yang selama ini tak terlalu berpacu, giat kembali. Maklum, biar okem aku juga anak perempuan yang dijaga dengan cukup protektif oleh ayahnya… kalo jalan jauh jangan naik motor, naik umum aja, lebih aman. Bahkan sampai sekarang aku belum bilang kalau aku pernah mengendarai motor dari rumah di Bekasi sampai Depok, saat masih amatir banget belajar motor dan SIM yang baru banget dipegang, seorang diri. Mana ga apal jalan… Atau aku yang kalau ikut aksi atau naik gunung beraninya baru bilang setelahnya, karna kalau sebelumnya, pasti ga diizinin =P
Bekasi, November 27, 2009

hai, cinta

11:53 AM 21 Comments
Hai Cinta,
Iklan bilang, kesan pertama itu begitu berharga
dan aku sangat terkesan pada perjumpaan kali pertama kita
pada sikapmu yang sangat menghargai waktu dan, menghargai aku
pada sikap antusiasme-mu memenuhi semua yang kupinta
pada semangat membangunmu yang membara, memanaskan semesta kita kala itu
juga inisiatifmu yang membuatku sangat yakin bahwa kamu adalah
pilihan terbaik untukku
serta, pada kerendahan hatimu meleburkan yang ada padamu padaku, pada kita

Hai Cinta,
Aku juga pernah kau buat sangat terkesan dan haru
pada komitmen yang tak harus selalu diingatkan
pada pengorbanan waktu, kesempatan, bahkan nilai akademismu
untuk menepati janji pertemuan kita,
Selasa sore

Hai Cinta,
Ingatkah akan hujan sore itu yang meng-kuyupkan pakaianmu,
yang dengan rela kau terabas
karena aku tak sempat membalas pesanmu,
‘tak apa kau tunggu hujan reda, sayang..’

Hai Cinta,
Ingatkah pada suatu hari kau bersedih dan tak ingin datang bertemu aku?
tapi nyatanya kau tetap datang Sayang, demi mengartikan aku tak rela kau tak datang
hanya karena aku tak membalas pesanmu
Sungguh aku merasa sangat berarti

Hai Cinta,
Ingatkah perjalanan kita ke Kota Tua?
Tentang sejarah, negeri, perbankan, kemerdekaan, hingga es potong beragam rasa?
Indah ya…?

Cinta,
kau pernah datang padaku dengan hati terluka
juga aku, sering datang padamu membawa luka
tapi sadarkah, kita selalu bisa saling mengobati satu sama lain?
hingga kita kembali pulang dengan senyuman dan hati merona

Hai Cinta,
terima kasih ya, hadiahmu tahun ini
luar biasa membekas menyemburat indah di hati
bahwa aku dicintai

Hai Cinta,
Kupikir dirimu tidak jauh beda dengan yang lain;
butuh perhatian dari yang lain juga, tak hanya aku
butuh apresiasi dari yang lain juga, tak cukup hanya aku
tapi aku benar-benar bangga padamu saat kau bilang aku saja sudah cukup,
dan kau tak perlu yang lainnya
Cinta, aku bangga ternyata kau jauh melebihi yang lain

Hai Cinta,
aku memang pernah bilang aku sangat bangga pada penerus-penerus kita,
ahad siang waktu itu
tapi percayalah, kebanggaanku pada mereka adalah setelah
kebanggaanku padamu
Sungguh.

Hai Cinta,
Terima kasih telah membantuku menjadi manusia sehat lahir-batin
terima kasih telah membuatku merasa bisa, sekaligus bisa merasa
terima kasih telah menjadi penawar luka-lukaku
terima kasih untuk kerja-kerja penuh tawa, peluh, semangat, dan do’a-do’a,
semoga ikatan kita kekal hingga ke syurga

Duh Cinta,
tak sabar lagi aku ingin menyebut siapa kamu

Maka itu saksikanlah, cinta ini kamu:
deputi, kepala-kepala divisi, bendahara, sekretaris, dan seluruh staf Biro PSDM BEM UI
(Dhila, Lina, Ana, Yoga, Ayu, Vita, Mimi, Prima, Tika, Mikko, Abay, Dini, Hannah, Fanny, Adit)
LUV U ALL !!!
*kabir gombal beraksi
Bekasi, November 26, 2009

Thursday, November 5, 2009

Manajemen Waktu Ala Kamu

9:46 AM 27 Comments
Mohon maaf, tulisan ini tidak akan mengajari anda tentang tips-tips mengatur waktu yang baik. Melainkan, tulisan ini mencoba menyentuh hal yang lebih mendasar dari manajemen waktu tersebut. Bila dilakukan dengan sungguh-sungguh, mudah-mudahan dapat mengubah sikap dan perspektif kita tentang waktu, yang insya Allah akan sangat membantu dalam mewujudkan semua waktu yang kita punya menjadi: prestasi! Itu kan yang lebih penting?!

Apabila kita cermati, kita akan menemukan betapa seringnya Allah SWT bersumpah atas nama waktu dalam Al-Qur’an; waktu matahari naik sepenggalah (QS: Adh-Dhuha), waktu malam (Al-Lail), waktu fajar (Al-Fajr), waktu subuh (Al-Falaq), dan demi waktu itu sendiri (Al-‘Ashr). Sejalan dengan sumpah Allah yang selalu saja atas nama hal-hal yang besar, penting, dan vital, maka sebenarnyalah waktu itu sesuatu yang besar, penting, dan vital dalam kehidupan kita. Sebuah hadits juga menyebutkan bahwa waktu itu ibarat pedang. Bila kita mampu mengaturnya dia akan menyelamatkan kita, namun jika tidak dia bisa menebas leher kita sendiri. Waktu itu sangat penting; vital.

Imam Hasan Al-Banna juga menyebutkan, “Alwajiibatu aktsaru minal auqat”, bahwa kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang kita miliki. Maka seharusnya tidak ada malas-malas dong?! Kesadaran bahwa waktu itu vital dan ternyata tidak cukup untuk menyelesaikan semua yang harus kita kerjakan, akan membuahkan sebuah sikap menghargai waktu.

Ketika datang terlambat, sadarkah kita telah menzhalimi orang lain yang telah berusaha tepat waktu? Alih-alih apresiasi, sekitar kita kini sangat terbiasa dengan budaya “menghukum yang benar”, membuatnya menghabiskan waktu untuk menunggu orang lain yang terlambat. Dan itu sungguh tidak menyenangkan. Terlambat datang kelas, sama dengan menghukum yang tepat waktu, mengganggu toh?
Sebenarnya, yang lebih penting dan mendasar dari manajemen waktu adalah manajemen diri. Waktu akan berjalan dengan apa adanya, tak berubah, sesuai kehendak Sang Khaliq. Yang bisa kita ubah hanyalah diri kita. Bagaimana kita bersikap dan berespon terhadap waktu yang kadang kala seperti tak berperasaan, terus saja melesat maju tanpa mau peduli sesuntuk apa pikiran dan hati kita. Juga bagaimana kita mengatur aktivitas kita dengan penyesuaiannya yang tepat terhadap waktu. Berikut cara-caranya:
  1. Know thy self; kenalilah diri anda sendiri, lalu siasati. Bila anda butuh waktu lama untuk berbenah (atau berdandan), bangunlah lebih cepat. Berbenah (atau berdandan) lah lebih awal. Bila anda seorang yang pelupa, buatlah catatan di tempat strategis yang memungkinkan anda untuk selalu melihatnya. Seperti apapun dirimu, selalu ada jalan. Percayalah kawan...
  2. Belajar disiplin. Kalau suatu saat Allah malas memberi kita oksigen untuk bernapas, satu jaaaamm saja, apa yang akan terjadi pada diri kita? Ko’it? Pasti. Nah, Allah sudah mencontohkan kita untuk disiplin. Seperti yang seringkali kita dengar dari nasihat ortu, disiplin itu kunci sukses!
  3. Nah teman, mungkin ini yang agak sulit. Untuk bisa disiplin, kita harus tegas pada diri sendiri. Belajarlah tegas. Tegas terhadap target-target yang telah kita buat. Berani berkata tidak meskipun kelihatan menggiurkan. Tegas terhadap godaan-godaan yang datang dari orang lain untuk bersantai, mengobrol sejenak (niat awalnya, tapi biasanya bablas), senang-senang, dsb. Bukannya tidak boleh, tapi ya itu tadi, kita harus tegas. Semua ada batasannya. Kawan, jadilah raja atas kehendakmu sendiri. Jangan selalu mengikuti arus yang dibuat orang lain. Buatlah arus dan aturanmu sendiri. Lalu tegaslah terhadap dirimu. Kemudian percayalah, orang lain akan menghormatimu. Ketidakmampuan untuk tegas inilah yang biasanya menggagalkan semua usaha dan cara-cara manajemen waktu yang telah ada.
  4. Buat skala prioritas. Kalau tentang ini, banyak lah ya, yang sudah membahasnya. Kelompokkan hal-hal yang harus kita kerjakan, mana yang penting—mendesak, penting—tidak mendesak, tidak penting—mendesak, lalu yang tidak penting—tidak mendesak. Atau mana yang menyangkut kemaslahatan banyak orang, dan mana yang untuk diri pribadi. Lalu kerjakan sesuai prioritas.
  5. Terakhir, pastikan setiap waktu kita efektif. Kata Allah di surat Al-Insyirah ayat 7-8, “apabila kamu sudah selesai mengerjakan suatu urusan, maka kerjakanlah urusan yang lain”, artinya, teman, seharusnya tidak ada waktu kosong dalam hidup kita kan? Saya punya motto (diambil dari La Tansa Male Cafe waktu SMA), ½ + ½ = 0. Maksudnya, setiap pekerjaan yang dikerjakan dengan setengah-setengah, hasilnya pasti tidak akan baik (nol). Maka, jadikan semua yang kita kerjakan juga efektif, signifikan.                                               
Mahasiswa aktivis mungkin seringkali terjebak dengan cap prokrastinasi (menunda-nunda pekerjaan/tugas kuliah) atau cap magabut (makan gaji buta) dari kelompok tugas akademisnya karena jarang datang kumpul kelompok. Seharusnya tidak. Sebenarnya bukan prokras, hanya mendahulukan tugas-tugas yang lebih mendesak. Dan karena deadline tugas masih lama……Yang penting, pastikan tidak ada waktumu yang terbuang sia-sia. Alhamdulillah saya tidak pernah dicap magabut oleh kelompok saya, meski seringkali tidak datang kumpul kelompok. Biasanya, saya mensiasatinya dengan mengambil peran signifikan dalam tugas kelompok. Misal, waktu itu saya sedang riweuh-riweuhnya jadi Kadept Kesma, menyebabkan saya hampir tidak pernah datang kumpul kelompok selain pertemuan di kelas. Saya usahakan komunikasi selalu lancar sehingga teman-teman bisa mengerti. Kompensasinya, saya menawarkan diri untuk menjadi pewawancara (aktivitas inti dari tugas tersebut) yang disambut dengan sangat baik oleh kelompok. Singkat cerita, alih-alih saya, seorang teman yang lain malah dicap magabut karna perannya kurang signifikan dalam kelompok, meskipun ia selalu datang kumpul kelompok.
Hhhwaaahh… alhamdulillah selesaaaaiiii… selamat mencobaaa… semoga bermanfaat… ^__^
--Sudah Malam Sekali, 4 November 2009—

Baca Juga: Cut Nyak Dien; Sebuah Novel Epik Perang Aceh