Follow Us @farahzu

Friday, April 29, 2011

Tentang dulu dan sekarang

4:29 PM 7 Comments
    Hasan Al-Banna pernah mengatakan, ‘kenyataan hari ini adalah cita-cita hari kemarin’. Oleh karenanya, apa yang kita cita-cita dan impikan hari ini, sangat boleh jadi adalah kenyataan kita di masa mendatang. Beberapa saja yang ingin aku tulis di sini. Entah, semoga bisa diambil sebuah garis merah yang mengandung hikmah dan bermanfaat. Kalau tidak, tak apa, seperti biasa lah, jadi dokumentasi saja buat anak cucu :p
 Seperti anak-anak pada umumnya, aku suka melakukan role play, bermain peran. Seolah-olah berperan sebagai seseorang dengan profesi atau status tertentu. Nah, dulu aku suka main jadi sekretaris. Yang lekat dalam pikiran kanak-kanakku saat itu –dan mungkin juga dalam pikiran masyarakat kini— sekretaris itu identik dengan mencatat. Aku suka nulis, nyatet-nyatet apa saja. Walaupun setelah besar, aku ga mau tuh yang namanya jadi sekretaris. Tau kenapa? Karena kupikir sekretaris itu disuruh-suruh mulu sama orang (baca: bos).
 Tapi. Apa pekerjaan utamaku sekarang? Tidak lain tidak bukan: sekpri. Sekretaris. 
 Lalu, aku ingat, beranjak kelas 6 SD, ayahku memberi sebuah buku agenda bersampul kulit warna merah marun. Dalam pikiranku dulu, keren sekali. Apalagi dibandingkan dengan teman-teman yang belinya buku orgi (kurasa awalnya organizer, tapi disingkat hingga hanya dibaca ‘orji’), berwarna-warni dengan gambar meriah dan lucu-lucu. Menurutku, punyaku lebih keren dan jauh lebih menampakkan kewibawaannya. Lebih dewasa. Haha.. bocah. Nah. Tau apa yang kulakukan dengan agenda bersampul kulit itu?
 Aku bermain jual-beli saham. Dengan anteng di samping meja telfon, agenda dan pulpen di tangan. Aku bahkan ingat saat ayahku bertanya, “Sahamnya berapa persen, De?” aku cuma bisa bingung, dan menjawab, “100%”, lalu melanjutkan, “Emang saham ada persen-persenannya ya Yah?” Beliau nyengir. 
 Sekarang, kau tau kawan? Aku melakukannya sungguhan. Jual beli saham. Bukan milikku tentunya. Milik bosku. Haha..
 Langsung lompat saat SMA. Aku sempat bingung saat akan memilih jurusan. Bukan karena suka atau bisa IPA dan IPS, justru sebaliknya, aku tidak bisa keduanya T_T. Memang aku masuk IPA, tapi aku cuma suka matematika. Hehe.. Tapi akhirnya aku masuk IPA karena temanku bilang, “Gue lebih kasian ngeliat muka lo waktu belajar ekonomi, Far, dibanding waktu lo belajar fisika”. *ah, benarkah itu?? Jadi senaaaang...
 Tapi memang, aku sungguh-sungguh tidak mengerti kalau harus berhubungan dengan hal-hal berbau ekonomi. Menonton berita pun, langsung kuganti kalau presenter mulai membacakan berita ekonomi. Saham. Bursa. Harga minyak. Inflasi. La,la,la,la..Apalah itu. 
 Dan sekarang? Taukah, Allah menjebakku dengan ‘sangat indah’ untuk mau tidak mau mempelajari sedikit demi sedikit hal itu: aku bekerja di sebuah perusahaan jasa keuangan syariah. Jadilah aku terbengong-bengong dan berekspresi miris saat ikut internal meeting pertama. Bayangkan saja, dari 3 kalimat, aku hanya bisa mengerti kata-kata sebagai berikut: dan, lalu, tidak, naik, turun. Itu saja. Sisanya benar-benar asing. Terima kasih.
  Padahal dulu, bukan secara sadar aku memilih role play jadi sekretaris, *lebih tepatnya hanya senang mencatat apa saja, tapi dibilang orang sebagai sekretaris. Bukan sadar juga aku terasosiasi dengan jual beli saham ketika mendapat agenda kulit merah marun. Bukan sadar pula aku tidak menyukai hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi. Kupikir itu otomatis saja. Tapi ternyata beginilah garis takdir ^_^ 
*paling tidak sampai detik aku menuliskan ini. Karena jujur, aku punya cita-cita yang tidak terkait sama sekali dengan ini. Mohon doanya... ^_^v 

ahsan

4:12 PM 1 Comments
Ditakdirkan untuk bertemu dengan seseorang yang memberi beberapa inspirasi pagi ini. Beliau bercerita tentang kegundahan hatinya mengenai “ruang kami”. Terlalu banyak yang seharusnya, terlalu banyak yang sebaiknya. Hingga akhirnya ia pun keluar secara ruh dari ruang itu. Namun jasadnya tetap bekerja, di ruang itu, karena komitmen dan tanggung jawab.
 Lalu ia membagi hikmah dari gurunya,
“ruh itu, akan berkumpul dengan sesamanya. Ruh yang baik akan berkumpul dengan ruh-ruh yang baik pula. Demikian pula ruh yang tidak baik, akan berkumpul dengan sesamanya. Itu naluriah.”
 ***
Seperti kita melempar batu ke danau, berapa sih besar lingkaran pertama yang disebabkannya? Kecil kan?
Tapi coba lihat sepersekian detik setelah itu. Akan ada lingkaran-lingkaran yang lebih besar setelahnya. Semakin besar, semakin besar… seperti itulah amal shalih. Kebajikan-kebajikan yang kita lakukan, mungkin kecil saja. Tapi kita sadari atau tidak, kita ingat-ingat atau lupakan, kebajikan kecil itu akan merambat pada kebajikan-kebajikan yang lain, dan dampaknya akan terus membesar dan meluas.
 Sambil mengingatkan diri saya sendiri, mari lakukan kebaikan, apa saja.. jangan menunda walaupun sedikit, kecil, dan tampak tidak berarti. Karena kita tidak tau apa yang akan terjadi nanti. Karena kita tidak pernah tau, berapa sisa waktu yang kita punya untuk melakukan yang kita tunda.


Sunday, April 24, 2011

Agar bisa melapangkan hati; Harus pintar-pintar memilih

9:16 AM 8 Comments
Agar bisa melapangkan hati; Harus pintar-pintar memilih
Emangnya bajuuuu?? Hehe.. bukan, ini tentang keterbatasan kita sebagai manusia, kawan. Bahwa kapasitas memori, pikiran, dan energi setiap kita terbatas, sepakat? Namanya juga makhluq dhaif.. makhluk lemah. Mungkin Itulah salah satu hikmah selective attention yang dilakukan oleh panca indera kita. Hanya menginderai, hanya meneruskan informasi tertentu ke otak. Yang? Tentu saja informasi / stimulasi / rangsangan yang sekiranya penting untuk kita olah lebih lanjut.
Mungkin keterbatasan itu pula yang membuat Allah menggilirkan waktu untuk kita, malam dan siang, waktu istirahat dan waktu bekerja,

‘dan Kami menciptakan kamu berpasang-pasangan, dan Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat,
dan kami menjadikan malam sebagai pakaian, dan
Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan’ (QS:78:8-11)

Alhamdulillah Allah jadikan kita tinggal dengan permai di bumi, yang dapat merasakan pergantian malam dan siang itu. Bukan seperti planet namec yang tidak pernah mengalami malam kecuali sekali, yaitu saat ketujuh bola naga berhasil terkumpul untuk mengabulkan permintaan.
*Kenapa jadi OOT gini? Maklum sudah lama ga ngeblog ^^v
Nnaaaaaahhhh kawaaann…sekali lagi, kita punya banyak keterbatasan. Maka, atas ruang yang sedikit itu, manfaatkanlah dengan baik.
Masing-masing kita punya urusan dan masalahnya masing-masing. Bukan bermaksud egois, melainkan cobalah untuk tidak banyak mengambil pusing tentang hal-hal yang tidak perlu. Misal, seorang kawan (atau bos, atau siapa) tiba-tiba datang dengan ekspresi yang kita paham kalau dia sedang tidak enak hati. Lalu tanpa kita berbuat salah, dia ketus pula pada kita. Kalau kita tidak salah, ya sudah lah, katakan pada diri, marah dan ketusnya bukan untuk kita. Mungkin bete kalo kita ga salah apa-apa tapi kena imbasnya. Apalagi kalau kita juga lagi bete. Kalau lagi kayak gini, saya suka melet sama monitor kompi, sambil ngomong sendiri, “bukan urusan gue”.. haha.. tapi alhamdulillah hati tetap lapang dan tidak ikut-ikutan bete.
Di atas itu hanya contoh kecil. Tapi kalau sering kita ambil pusing, kita akan banyak sakit hati. Akhirnya, capek sendiri. Belum tentu orang yang menyakiti hati kita itu sadar dan mau meminta maaf. Nah, kalau tidak? cape deee… *kasian deh kita.. Tidak akan ada yang berubah apakah kita sakit hati atau tidak ambil hati atas perlakuan orang lain pada kita, kecuali efek buruk bagi diri kita sendiri: jadi bete, kesal, marah, dendam, pada akhirnya jadi ga mood untuk melakukan kebaikan.
Mungkin berat (walaupun ngomong dan nulisnya gampang) untuk diterapkan, tapi coba tolong jangan katakan itu (‘ngomong sih gampang’), karena justru akan mematikan semangat kita untuk bisa. This is it: kalau ada orang yang menzhalimi kita, urusan kita hanya berusaha memaafkannya.. kalau masih belum puas, berdoa saja pada Allah. Doa orang yang dizhalimi makbul tokh? Selanjutnya, itu urusan dia sama Allah. 
atau Adakah kita yang meragukan ke-Maha Adil-an Allah?

Pintar-pintarlah memilih, mana yang harus kita pikirkan, dan mana yang sebaiknya kita anggap angin lalu.

Saturday, April 23, 2011

biar kuncupnya mekar di taman surga

10:23 PM 4 Comments
Bukan layu. Mungkin tumbang, lebih tepatnya. Bukan karena angin kencang atau kumbang super besar yang mematahkannya. Tapi karena dia memang sudah harus tumbang kini, ketika baru beranjak mekar. Kuncupnya baru membuka. Harumnya baru semilir. Mungkin karena Ada yang lebih mencintanya, dibandingkan, ah, siapalah kami ini dibandingkan Dia.. Mungkin ada yang lebih bisa merawatnya, menjaga dan menumbuhkannya agar mekar sempurna, di taman-taman surga. Selamat jalan, adinda…
*Amalia Imaniar