Follow Us @farahzu

Friday, September 30, 2011

tampan tiada tanding

9:30 AM 18 Comments
“Kamuuuuu…. Ini kan adek aku…” bela seorang anak laki-laki ketika teman-teman sebayanya protes lagi. Mereka protes karena mereka hanya ingin bermain dengan anak laki-laki itu, bebas tanpa harus dikintilin adik perempuannya yang cengeng. Tapi begitulah, anak laki-laki itu selalu membawa serta adiknya bermain bersama teman-temannya.

Bahkan, ketika bermain mobil-mobilan atau tembak-tembakan, ia turut mengajak serta adiknya. Sayang sekali. Suatu saat laki-laki kecil itu pernah menggubah lagu dengan polos dan sengajanya,

‘aku punya adik pesek, kuberi nama Farah. Dia suka bermain-main, sambil berlari-lari. Farah! Guk guk guk, kemari, gukgukguk, ayo lari-lari..’ -____-‘’

Sekelumit kisah lucu yang memorinya selalu membuatku tersenyum. Dan sebentar lagi ia akan menggenapkan setengah din-nya. Ahh..aku tidak bisa berkata-kata dan banyak cerita. Tak terasa yaa cepat sekali waktu berlalu.

24 tahun aku membersamaimu, menjadi adik kecil yang lucu tapi juga nyolot, yang suka malas disuruh-suruh, yang lama banget bisanya waktu diajarin naik motor dan mobil, partner berantem, diskusi, juga adik setia yang menghabiskan makanan apa saja yang kau bawakan. Hihi… Sama siapa lagi aku berantem nih?

Sebentar lagi rumah sepi deh.

Mungkin aku akan merindukan keisengan, kesayangan, daaaaaannn…tentunya, kelitikanmu, kak.. yang tak pernah luput setiap kau melewatiku. *berkaca-kaca

Tadinya sebel, tapi sebuah penelitian sederhanaku tentang itu membuat aku rela jadi korban.. ternyata itu bentuk sayang dan perhatian buat aku.

Huhu,, semoga bahagia selalu, dunia dan akhiratmu, bersama kakak iparku ya, abangku yang tampan tiada tanding.

Happy Wedding! Barakallaahu lakuma, wa baraka ‘alaykuma, wa jama’a baynakumaa fii khaiir… aamiin



nb: judul diambil dari status ym seseorang

Thursday, September 29, 2011

Ini Tentang Fungsi, dan (Sedikit) Estetika

10:23 AM 5 Comments
Alkisah, jam tangan saya rusak. Butuh waktu agak lama untuk memperbaikinya, sedangkan saya selalu butuh yang namanya jam tangan, terlebih waktu itu saya masih setia jadi anker *anak kereta. Jadilah sepulang kerja, malam itu saya sengaja turun di stasiun Kranji, untuk beli jam tangan m*nol. Yang penting ada dulu deh, pikir saya waktu itu.

Berdasarkan informasi yang saya dapat, jam m*nol yang bagus itu yang lubangnya ada 11. Di kios pertama ada yang harganya murah (banget), tapi lubangnya hanya 8. Dan memang terlihat asli, murahnya. Hehe.. di kios berikutnya yang lebih besar, akhirnya saya mendapatkan jam tangan m*nol yang berlubang 11, penampilan lumayan, warna saya suka, harga, 20.000 rupiah saja ^^v

“Garansi gak nih Bang?” tanya saya iseng. Udah beli jam 20ribu aja nanya garansi segala.

“Garansi, seminggu,” jawab si abang. Eh.. kaaannn untung nanya :p


Baru saya pakai beberapa detik, eh jamnya mati. Baterenya habis. Haha, jadilah saya dapet jam 20ribu dengan batere baru *baterenya aja udah 10ribu sendiri kali, harganya. Apalagi setelah lebih dari setengah tahun kemudian, jam itu masih berfungsi dengan sangat baik. Alhamdulillaah yaa ^^

Suatu hari, enam bulan berselang, saya sedang menemani teman belanja di mal. Saya sempat tertarik dengan jam tangan ‘beneran’ yang bagus dan modelnya imut buanget. Harga di atas 140rb, ada juga yang 200ribuan. Melingkarkan jam imut itu di tangan saya, aih, bagusnyaaaa… ‘beli ah, beli ah, beli ah,’ pikir saya.

Eehh.. ga sengaja, baju yang menutup tangan saya tersingkap dan memperlihatkan si m*nol setia. Tak perlu 5 detik untuk memutuskan, “Ah, yang 20ribu aja masih jalan” Gak jadi beliiii….!! Dan aku puaaaaaass!! Haha..

Udah, mu cerita doang :D

Eh belum ding.

Tau gak kawan, saya tidak menyesal karena tak jadi memiliki jam tangan bagus itu. Sebaliknya, saya malah puasss sekali karena telah berhasil mengalahkan nafsu saya untuk jam itu. Mungkin saya ingin, tapi tidak butuh. Toh model jam m*nol juga bagus kok di tangan saya. Eh, maksud saya, saya kan butuhnya penunjuk waktu. Hehehehe…

Saturday, September 24, 2011

Selamatkan Masa Depan dengan Sentuhan

10:18 PM 15 Comments
Ini cerita lama, sudah sering saya ceritakan. Tapi saya belum cerita pada semua orang *yaiyyalahyaa..
Waktu kuliah semester 5, ada mata kuliah Psikologi Lintas Budaya (mantap ‘kali kan? :D). Saya lupa lagi bahas tentang apa, yang jelas tentang pengaruh ‘sentuhan’ di masa kecil terhadap agresivitas seseorang ketika ia dewasa. *kenapa akhir-akhir ini saya nulisnya tentang psikologi mulu ya?*
Pengaruhnya, anak-anak yang jarang atau tidak cukup mendapat sentuhan (kasih sayang), akan tumbuh menjadi orang yang lebih agresif. *agresif di sini lebih mengarah pada arti ‘menyerang’, akibat sulit mengendalikan emosi.
Hal kecil sekali ya? Hanya sentuhan. Tapi dengan cinta. Jadi hal besar deh :D
Dosen saya yang blasteran Madura-Jerman itu menemukan fenomena menyedihkan di panti asuhan. Dengan sekian banyak anak yang ditampung, petugas yang terbatas, honor kecil pula, hampir dapat dipastikan anak-anak di sana kekurangan ‘sentuhan’.
Idealnya ketika seorang ibu menyusui, ia mendekapkan anaknya pada degup jantungnya dan hangat tubuhnya, sambil menatap mata anaknya. Di sebuah panti asuhan yang dikunjungi ibu dosen itu, ada bayi-bayi berjejer dalam box masing-masing, meminum susu dari botol yang diikatkan ke atasnya (dengan tiang atau kayu atau ke langit-langit). Karena tenaga pengasuhnya tidak cukup memadai untuk memberikan susu satu-persatu. T_______T kasihaaaann…
Tak masalah datang tanpa bawa santunan (apalagi kami masih mahasiswa waktu itu), tidak harus juga dengan perencanaan matang untuk membuat acara atau sesuatu di sana. Cukup datang saja, lalu sentuh mereka dengan sayang, gendong kalau masih kecil, elus-elus, kalian sudah ‘berbuat’ sesuatu untuk masa depan mereka. Meski sedikit, setidaknya mereka pernah merasakan. Demikian saran ibu dosen.
Saya coba. Di panti asuhan yang tidak besar dekat rumah. Ketika datang, anak-anak sedang sekolah. Saya menemukan 4 atau 5 bayi di sana, sedang ‘mengantri’ dimandikan oleh pengasuhnya. Sang pengasuh datang membawa seorang bayi yang sudah mandi, meletakkannya di tempat tidurnya, lantas mengambil bayi lain untuk dimandikan juga.  Begitu. Tanpa ‘rasa’. Udah capek kali ya.. Saya ambil seorang bayi yang telah mandi itu, saya gendong. Ow, ow, tau apa yang saya rasakan?
Dekapan yang sangat erat.
Ya, dari bayi itu. Erat sekali, saya masih ingat. Seketika saya terharu. Saya ajak berkeliling sebentar, saya cium-cium *untung udah wangi :D*, lalu saya mau ambil bayi yang lain. Tapi bayi pertama yang saya gendong itu, seperti mencengkram, tidak mau melepas. Terharu lagi. Mau nangiiiiisssss rasanya…
Udah ah, segitu aja. Mudah-mudahan rekan-rekan bisa menyimpulkannya sendiri. Mari, bantu generasi penerus kita. Sering-sering main ke panti asuhan yuk! ^_^

Friday, September 23, 2011

cerita doa dan pak supir baik hati

2:00 PM 10 Comments
Memang ya, Allah itu Maha Pengabul Doa (Al-Mujiib).

Sebelum naik bis, kemarin pagi aku berdoa, “Ya Allah, semoga di bis aku berhak dapat duduk”. Tapi sampai tol aku sudah lebih siang daripada biasanya, beda 4-5menit. Hampir tidak mungkin aku dapat duduk. Apalagi melihat bisnya datang tepat sebelum belok masuk ke tol. Sudah terlihat dari jauh, sudah ada yang menduduki dashboard bis (pilihan duduk terakhir). Ah, sudahlah. Berdiri juga sudah biasa, tapi semoga ga di pintu berdirinya. Aamiin..

Naik bis, bener kan, berdiri. Alhamdulillah ga di pintu, bis tidak terlalu penuh. Tapi aku orang terakhir yang naik bis, paling keliatan sama supir. Hanya beberapa detik aku berdiri, eh dipanggil sama supirnya, disuruh duduk di bagian dashboard yang lain (yang awalnya kupikir itu tidak boleh diduduki karena akan mengganggu penglihatan supir ke spion). Alhamdulillaah yaa ^_^

Nyaman banget aku duduk, benar-benar terkabul doanya, padahal udah sempet ga ngarep lagi tuh.. padahal, hanya doa kecil saja, sekali saja.. bagaimana dengan doa yang terus diucap berulang kali? Pastilah, Allah tidak mungkin tidak mendengar doa kita, karena Allah Maha Mendengar.:)

Nah.. Tidak seperti biasanya, langsung macet begitu masuk tol. Lima menit kemudian, Pak Supir menoleh lagi ke mba-mba yang berdiri, memanggilnya untuk duduk. Dimana hayoo??

Di lantai depan bis, ia memberikan korannya hari ini sebagai alasnya.

Wihiiiy… alhamdulillaah yaa..
 ***

Sorenya ketika pulang kerja, aku orang terakhir yang dapat tempat duduk di bis dari jalan baru pasar rebo. Aku berdoa supaya tempat duduk itu memang ditakdirkan untukku. Aamiin..

Pemberhentian berikutnya, naik seorang ibu-ibu dengan bawaan ribet dan seorang mba-mba. Yah,, sudahlah.. Baru masukin hape mau ngasih duduk, eh ibu-ibunya udah ga ada. Ternyata udah disuruh duduk di atas koran sama supirnya. Mba-mba itu juga. Dan kutengok, ternyata supir yang tadi pagi!

Subhanallaah.. baik amat ya ntu supir..

Semoga keberkahan selalu menyertaimu, pak supir yang baik hati dan suka menolong ^_^ aamiin

Thursday, September 22, 2011

moving on

8:18 AM 13 Comments
Terlalu banyak ketidakpastian dalam hidup

tapi hidup tetap harus berjalan, kawan.

tetap ada plan a-b-c-d- untuk setiap kemungkinan, yang harus kita buat

tetap ada langkah-langkah yang harus kita usahakan

tetap ada hari dan peristiwa yang harus kita jelang

dan tetap akan ada asa sepanjang kita mengusahakan yg terbaik

karena hidup harus tetap berjalan

mau tidak-mau, suka tidak-suka,

dan karena hidup a k a n terus berjalan

*jangan bersedih yaa..

Tuesday, September 20, 2011

Learned Helplessness

10:12 AM 12 Comments
Kalo gak salah dulu aku pernah nulis tentang learned helplessness. Tapi lupa, beneran pernah atau ngga. *doh..

Keadaan tidak berdaya, pasrah, yang dipelajari, akhirnya menetap jadi sikap dan perilaku. Mungkin karena tak kunjung ada perubahan dari keadaan itu. Yang paling mungkin, adalah karena putus asa. Ya sudah lah ya, usaha gak-usaha miskin-miskin juga, misalnya.

Akhirnya menjamurlah banyak pengemis di kota. Bahkan sudah menjadi sebuah profesi. Mirisnya, yang mengemis itu kebanyakan masih mampu bekerja. Hhhmm.. sayang sekali. Memang rezeki itu sudah ditetapkan, pilihan kitalah mau bagaimana mendapatkannya, dengan cara terhormat atau hanya duduk menengadahkan tangan, merendahkan diri di hadapan manusia.

Nah. Kenapa saya tiba-tiba nulis tentang ini?

Jadi gini, kemarin waktu di angkot pulang kerja, ada seorang laki-laki muda, kumal, kira-kira seusia saya atau lebih muda sedikit. Sehat. Dia masuk ke angkot seperti pengamen, hanya saja, di tangannya kosong, tanpa alat untuk teman ‘bermusik’. Dia mengucap salam, memohon belas kasihan, lalu, ‘saya hanya bisa berdoa, agar anda semua mendapatkan rezeki yang banyak’, dan seterusnya. Saya pikir itu baru intro. Karena beberapa kali saya juga mendapati ‘pengamen’ yang tanpa alat, hanya bernyanyi sambil bertepuk-tepuk tangan. Itu udah minimal banget kayaknya. Memang tidak untuk dinikmati oleh penumpang, tapi minimal (banget), ada yang dilakukan.

O,ow.. Anak muda ini, benar-benar ‘hanya punya’ doa. Selepas kata-kata yang saya pikir ‘intro’ itu, dia langsung menengadahkan tangannya, langsung meminta-minta. Hhhhfff… mau jadi apa… T_______________T

Saya kaget loh. Nih orang kok, ya, bisa-bisanyaaa masih mau hidup tapi malasnya ampun-ampunan.. Gak malu liat rekan-rekan ciliknya di jalanan masih berusaha mengamen, melatih kekompakan, agar ketika meminta, ‘gak minta-minta banget’.

Saya jadi mikir.
Ini cermin loh.
Cermin mental sebagian rakyat kita.
Pendidikankah kurangnya? Pasti.

Padahal saya baru saja berpikir, dengan himbauan penggunaan bbm non-subsidi, pemerintah sudah mulai menggunakan paradigma baru, bahwa masyarakat kita sudah banyak yang terdidik dan memiliki kesadaran, terlepas dari sudah efektif atau belum, paling tidak sudah memulai.

Uhm.. mungkin ini kompleksnya punya rakyat banyak banget. Yang terdidik banyak, yang belum terdidik banyak juga.

Sekarang bisa apa kita?

ADHD

9:20 AM 8 Comments
Aku baru-baru masuk fakultas psikologi waktu ibunya (sepupu iparku) bertanya, “Itu Nabila autis apa gimana ya Dek?”

Aku belum dapat mata kuliah Psikologi Abnormal dll, jadi cuma bisa nyengir waktu dikasih pertanyaan itu. Yang jelas orang tuanya selalu kerepotan karena anaknya (sangat) tidak bisa diam dan sulit dikendalikan. Yang jelas pagar rumah harus selalu terkunci saat ia di rumah. Rentang perhatiannya pendek; ia bertanya tentang suatu benda, lalu pindah ke benda lain sebelum benda pertama selesai dijelaskan. Ia sangat sulit untuk fokus. Kalau mau fokus menonton tv misalnya, ia harus mendekatkan matanya ke layar kaca, sampai hampir menempel.

Ia juga sering membuat rumah berantakan, bahkan setelah dibereskan oleh, adiknya, yang alhamdulillaah, seolah paham dalam keluguannya, bahwa kakaknya berbeda. Adiknya sabaaaar sekali. Suaranya keras. Dan ia hampir selalu berteriak. Dokter tampaknya tidak menjelaskan dengan baik, tapi obatnya tetap mahal.

 Memasuki semester 3 dan mulai belajar psikologi perkembangan, dosenku sekilas menerangkan tentang gangguan-gangguan dalam perkembangan anak. Salah satunya ADHD. Attention Deficit & Hyperactive Disorder. Kurang bisa fokus dan hiperaktif. Yups. Dalam pertemuan keluarga berikutnya aku sudah bisa menjawab, “Bukan autis kok Kak, hanya ADHD, ” sambil kuringkas penjelasan dosen. Hehe.. Seiring waktu dan kesabaran orang tuanya, alhamdulillaah keponakanku itu mulai bisa diajak kompromi untuk diam, atau melakukan hal lain dengan lebih baik. Tidak teriak-teriak, dan tidak terlalu hiperaktif. Meski ia masih tampak berbeda, alhamdulillaah sudah jauh lebih adaptif.

Entah kenapa ya, aku merasa anak ini senang ‘menggelendot’ di lenganku. Menceritakan apa saja. Suatu waktu ia bilang mau menyetor hafalan An-Naba’-nya. Tidak selesai, karena di tengah malah nyambung ke surat lain yang mirip. Hihi.. Berikutnya melapor kalau ia mulai suka menulis diary.

Pertemuan berikutnya bilang ‘aku kangen deh sama Kakak, kok Kakak ga ke kampung sih kemarin?’. Hhmm… meski agak beda, cuma dia yang ekspresif tentang perasaan gini. *jadi enak. Selanjutnya bertanya nomor hp dan memiscall nomorku, minta di save. *fyi, baru saja naik kelas 6 anaknya, tapi mohon jangan bandingkan dengan kelas 6 –ku atau kamu dulu.

Waktu pertemuan keluarga besar di rumah terkait persiapan pernikahan kakakku, dia dan keponakan-keponakanku seumurnya yang lain, dan aku, berkumpul di kamarku. Dia bertanya, “Kakak, kakak kapan nikahnya?” Kujawab, doain aja yaaa.. Dia bilang iya. Ehh..nyeletuklah seorang sepupunya yang lebih kecil, “Ngga ah, aku ga mau doain..” Haha, bukan masalah, tinggal bilang, “Eh, ntar kalo aku udah punya suami kan THR-nya dobel”. ‘Aaaahh!! Iya iya aku doaiiinn…’ hahahaha… bocaaaahhh -____-‘’ *intermezzo yak*

Dia masih nempel waktu aku menambahkan nomornya ke kontak hp. Lalu kuketik namanya dengan sedikit pelesetan, nabilcuy. Dia kaget (dan membuatku kaget juga tapi tetep bisa ngeles), tapi sebelum dia protes, aku bilang, ‘ini panggilan sayang aku buat kamu’. Tau ga apa reaksinya? Dia langsung melonjak senang.

Ooh.. terlepas aku memang sering menambahkan panggilan nama teman dengan ‘cuy’, juga terlepas dari aku yang memang suka gombal, aku jadi makin sayang beneran sama anak ini.

                                                                                  Keluarga Besar, 19 September 2011