Follow Us @farahzu

Tuesday, May 19, 2009

Pasar Malam Hari

11:19 AM 7 Comments
        Apa yang terlintas dalam benak anda ketika mendengar kata ‘suasana pasar di malam hari’? Bukan, bukan pasar malam. Pasar sayuran terutama. Gelap, suram, kotor, suara musik menghentak-hentak, orang-orang seram, mabuk, menyeramkan, hingga anak gadis dilarang melintasi pasar malam-malam oleh orang tuanya? Humm.. mungkin itu benak anda. Atau saya?
Senin malam, saya dan ibu saya pulang naik angkot sampai Pasar Kranji. Kami berencana melanjutkan perjalanan pulang dengan becak sampai rumah. What’s a pity, jalan menuju rumah saya ada di belakang pasar itu. Begitupun abang-abang becak.
Awalnya saya sudah membayangkan yang seram-seram ketika harus melintas masuk pasar. Yah, lebih kurang seperti sedikit gambaran di awal. Tapi ternyata,

Subhanallah. Taukah, Pasar Kranji malam hari jauh lebih tertib dibandingkan dengan pagi atau siang harinya. Lebih bersih bahkan. Tidak ada tumpukan sampah seperti biasanya. Tidak ada satupun tape yang diputar kencang-kencang. Hanya ada suara orang bertransaksi yang tidak ribut. Tidak pula preman-preman pasar yang beringas dan besar-besar. Yang ada hanya pembeli dan para pedagang yang kalem-kalem. Mungkin justru mereka baru keluar dari peraduannya, memulai hari di waktu malam.

Entah kenapa, aku terpesona. Hanya karena melihat pemandangan pasar malam itu…
Tapi, lebih dari itu ternyata. Atas hal-hal yang belum kita ketahui,
Kawan, berapa sering kita berprasangka buruk?
Depok Pagi Hari,
19 Mei 2009

Simponi Malam

11:12 AM 5 Comments
Simponi Malam
Sebuah nasyid dari Gradasi menggambarkan keindahan malam, sebagai berikut:
Cahya tembaga semburat di barat kala mentari jelang peraduannya.
Rona merah memerah dan memudar, dan kegelapan pun menumpah bumi
Lantang bernyanyi, mengharu malam, sang jengkrik halau sunyi mencekam
Merdu berlagu, “Meruah kelam…”
Sang burung hantu usik keremangan…

Berjuta gemintang menjalin rasi, konstelasi di langit tanpa batas
Berhias rembulan sabit bercahya bak perahu melayari samudra..
Luasnya semesta …. Agungnya pencipta …. Maha kuasa…
Allah… Allah… Allah…

Malam ini berjalan bersama orang tuaku menjenguk tetangga yang sakit, berjalan kaki pastinya. Di perjalanan pulang aku iseng bertanya, “Kok selama di rumah ini ga pernah ngeliat bulan or matahari terbit or pelangi ya?” karna kami baru menempati rumah yang sekarang kurang lebih 1,5 tahun. Lalu tiba-tiba aku teringat 2 kata: simponi malam.
Entah kenapa aku ingin membandingkan Simponi Malamnya Gradasi di atas dengan Simponi Malam versiku. Simponi yang kunikmati tiap malam-malam di akhir pekan dari kamarku. Hhuummm.. jauh berbeda ternyata.
Ibuku sulit tidur jika di kamarku. Berisik, katanya. Tapi kok aku enjoy aja yah? Haha.. secara kalo udah tidur hanya Allah yang kuasa membangunkanku dengan kehendak-Nya =D
Kamarku, berisik. Itu benar. Apalagi kalau malam minggu. Motor, mobil, suara orang-orang yang berjalan kaki… kalau ada orang menelepon dan aku sedang di kamar, pasti deh nanyanya, “Lagi di mana sih Far? Rame amat…” mereka lantas menyangka aku berada di pinggir jalan. Memang benar, kamarku memang ‘di pinggir jalan’.
Tapi, lambat laun aku menikmati. Indera-inderaku beradaptasi secara otomatis. Dan yang terpenting… aku tetap bisa beristirahat dengan nyenyak dan nyaman di kamar. Hwehwehwee…
Malam memang simponi. Namun, apa sih definisi simponi itu? Aku tak tahu. Bagiku, simponi adalah sesuatu yang indah. Mungkin irama, atau lagu. Yang mungkin saja merupakan gabungan dari suara-suara yang biasa saja atau bahkan tidak indah. Tapi karna mereka bersinergi, simponi terjadi dan, indah.
Meskipun berisik, bagiku, itulah simponi malamku, yang bagaimanapun senantiasa menyadarkan bahwa aku ada di bumi manusia. Di sini aku dilahirkan dan di sinilah tempatku berbuat.
Bercita untuk berbuat yang terbaik
Bekasi, May 17th , 2009

Thursday, May 14, 2009

Trip To Skrip… (si)

10:44 AM 7 Comments
Marunda
Entah kenapa akhir-akhir ini sedang ingin menulis mengenai perjalanan. Melulu perjalanan. Setelah beberapa minggu off nulis (ngetik/nge-blog), jadi ngerapel juga nih hari ini, mumpung libur.
Rabu lalu (May 6th, 2009) kusambut pagi dengan dag-dig-dug. Berbekal sms dari teman berisi rute bis dan angkot menuju Marunda, demi kebermanfaatan jangka panjang skripsiku (halllaaahh..). Bismillah.. padahal entah apa yang akan kulakukan setibanya di sana: mencari rumah pak RT-kah, mencari warung kah, atau mencari rumah si Pitung bahkan… belum jelas hingga kakiku melangkah menuju Damai menunggu bis jurusan Priuk. Ketika menunggu, alhamdulillah tekadku terbulatkan melalui pertemuan dengan seorang teman yang juga sedang menunggu bis. Kuceritakan ke-abstrak-an pikiranku menuju Marunda (dengan tanggapan, ‘Jauh bangeeettt’), mengenai bagaimana aku bisa menggali masalah-masalah yang dialami penduduk di sana. Bismillah, aku mencari rumah pak RT atau warung, mana sajalah yang kutemui lebih dulu!
Perkiraan waktu dari temanku yang menunjuki rute via sms itu tepat. Dalam 2 jam aku sampai akhir rute angkot dari Cilincing menuju Marunda Lama. Turun, aku berjalan,,, mencari pemukiman penduduk,, tengah hari bolong,, di kawasan industri yang debunya luar biasa. Masuk ke sebuah gang, berjalan lagi, hingga akhirnya yang lebih dulu kutemui adalah warung. Pas banget lagi haus, beli pop ice sambil ngobrol sama ibu-ibu di sana. Ngalor, ngidul, keluarga, profesi, sejarah Marunda, barulah terungkap bahwa yang kudatangi bukanlah Marunda yang bersejarah yang kumaksud. Ternyata aku sudah di Bulak Turi. Pantesan,,, menurut data yang kudapat, pencaharian sebagian masyarakat sana adalah nelayan.. tapi kata ibu-ibu itu kebanyakan karyawan… Hyaaahh,, akhirnya kubeli lah beberapa renteng pop ice sebagai balas jasa atas informasinya, lalu aku pamit. Menuju Marunda yang “sebenarnya”.
Kutelepon temanku, dia baru bilang kalau aku turun angkot terlalu jauh. Fiiuuhh,, habis aku tidak tahu harus turun di mana. Ya sudah, aku naik lagi angkot yang tadi, turun di rumah susun setelah STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran). FYI, panas sekali saat itu, sodara-sodarah!! Tapi berbekal tekad demi masa depan, BISMILLAH, kuarungi kembali udara-udara penuh debu polusi (lebaaii). Turun angkot, menurut informasi tukang martabak keliling, arah Marunda Pulo adalah lurus bukan belok ke arah rumah susun.
Aku sempat terpikir untuk mengubah subjek penelitianku menjadi warga rumah susun itu, tapi urung ketika beberapa langkah lagi sampai ke “gerbang” bambu bertuliskan “Welcome to Kampoeng Maroenda”, yang membuatku mempunyai kesan, “Di balik gerbang itu ada dunia lain!” dalam pikiranku ada sebuah cagar budaya, masyarakat asli dengan kehidupannya yang berbeda dari sekitarnya. Langsung kukeluarkan handphone, dan aku yang mulai bete kepanasan jadi bergairah kembali =D serasa sebentar lagi jadi turis.
Benar saja, baru 2 langkah memasuki ‘dunia itu’, aku langsung diterpa angin laut yang sangat segaaarrr… bebas polusi so pasti. Seketika itu juga aku jadi bergairah. Lupa panas dan penat yang dari tadi hinggap. Selamat datang skripsi!!
Gerbang itu disambung dengan jembatan di atas air sepanjang kurang lebih 10 meter dengan lebar 1 meter yang bisa dilewati motor. Di kanan dan kiri jembatan itu banyak kios-kios di atas air, bahkan ada rumah dengan bangunan seperti permanen (tembok), tapi di atas bambu-bambu di atas air! Aku takjub... Di perairan sekelilingnya, kutemui rumpun-rumpun bakau. Subhanallah,, aku baru pertama kali melihat bakau in front of my eyes!!
Berjalan terus lurus, di depan aku melihat ada rumah panggung besar bercat merah kecoklatan (atau coklat kemerahan?). Kutanya seorang adik kecil di sana, “De, ini ‘rumah si Pitung’ itu ya?” “Iya mbak, masuknya dari belakang”. Hwaaa,,, aku benar-benar merasa jadi turis! Langsung asik foto-foto deh ^^.
Aku terus berjalan, menyusuri rumah-rumah penduduk yang sangat sederhana… eh, ada juga yang lumayan bagus kok. Hingga menemukan sebuah –lagi-lagi— warung yang cukup lengkap sepertinya, trus beli roti, trus ngobrooollll… nah, ini dia ternyata, The Real Marunda! Mayoritas penduduknya nelayan ‘yang tiap hari dapat duit’ dari hasil melaut, yang berimbas pada kesadaran pendidikan yang belum tinggi. Kok bisa? Ya, karena tiap hari mereka selalu mendapat uang segar, mereka tidak biasa mengatur keuangan seperti halnya karyawan yang digaji hanya sebulan sekali; ‘gimana caranya biar nih duit cukup buat idup keluarga sebulan’. Itu juga sebabnya mengapa –ternyata— gaya hidup mereka konsumtif. Juga, karena tidak terbiasa mengatur keuangan, tidak biasa menabung, akhirnya sulit menyekolahkan anak-anak mereka ke tingkat yang lebih tinggi. Apalagi Marunda Pulo jauh dari mana-mana, jadi meskipun biaya sekolah gratis, ongkos kan tidak gratis… gittuuhh… Tapi itu hanya sekelumit dari isi perbincanganku dengan ibu-ibu pemilik warung di sana.
Setelah kurasa cukup, aku pamit dan kembali ‘berwisata’. Ah, aku belum ke masjid Al-Alam, yang konon katanya masjid itu tidak pernah dibangun, tapi dengan ajaib bisa ada. Dan katanya sih si Pitung pernah shalat di sana (pertanyaanku, terus kenapa?). Lagi-lagi, aku menyusuri pinggir laut utara Jawa, menikmati hembusan anginnya yang menyenangkan, menuju Masjid Al-Alam. Aku menyusuri jalan setapak, tampak masih baru diaspal, langsung berbatasan dengan perairan (yang ternyata empang, bukan laut!! Gede banget abisnya, kirain nyambung ama Laut Jawa) yang sepertinya berair payau, masih dengan sedikit bakau-bakau. Konon katanya, di sana banyak hutan bakau yang lebaaattt… tapi sekarang tinggal sedikit tersisa, sayang.
Jalan yang kulewati tidak lebar, kira-kira 1,5 meter saja, tapi panjang. Di kanan air, kirinya dibatasi oleh pagar seng sepanjang jalan itu. Di sepanjang jalan, aku melihat sesuatu yang menurutku agak ganjil. Beberapa orang menyandarkan sepedanya ke pagar seng tersebut, lalu berdiri di atas sepeda yang tersandar itu, menghadap kedalam pagar (lihat orang-orang di belakangku ). Penasaran, kuangkat tinggi-tinggi handphone-ku hingga lebih tinggi dari pagar seng, lalu kupotret dalamnya pagar seng itu. Yang kudapat, hanya gambar sampah-sampah mengambang di air. Tak puas, aku menemukan sebuah lubang di pagar seng itu. Aku pun mengintip.
O,ow,, ternyata di dalamnya adalah empang juga!! Dan orang-orang itu sedang memancing!! Bayangkan… betapa pegalnya (lhoh?). menurut informasi yang kudapat dari seorang bapak-bapak yang melintas dan memang berniat melakukan hal yang sama (memancing dari atas sepeda, wew), memang banyak orang yang suka memancing di sana, meskipun ‘terlihat’ ilegal dan ngumpet-ngumpet.
Tapi sayang,, karena waktu tak mengizinkan dan kulihat masjid Al-Alam masih jauh di sana (meski atapnya merah sudah terlihat), aku mengurungkan niat untuk mengunjunginya. Sudah sore. Akupun memutar haluan kakiku untuk pulang. Berat meninggalkan kesenangan berada di sana, namun, ‘ah, masih banyak waktu besok-besok’ kupikir. Kalau jadi penelitian di Marunda kan akan sering ke sana berarti.
Lalu aku bertemu dengan adik temanku yang menunjuki jalan ke Marunda itu. Temanku itu ikhwan, adiknya akhwat, masih SMA. Tapi ya Allah, rasanya aku melihat ikhwan itu memakai jilbab =D saking miripnya kakak-beradik itu. Ada yang tau siapa?
Satu hal yang membuatku tak habis pikir. Sepanjang jalan yang kulalui adalah kawasan industri, banyak pabrik-pabrik, jalanan aspal yang debunya ‘dinaikdaunkan’ oleh truk-truk besar penuh muatan. Luar biasa polusinya. Hingga ke terminal Tj. Priuk. Tapi kuperhatikan, sepanjang jalan, hanya aku yang menutup hidung atau wajah dengan tissue. Sensory adaptation yang menyedihkan… bahkan aku baru bebas bernapas dan melepas hidung dan wajah dari penutup apapun setelah duduk di patas AC yang membawaku kembali ke dunia nyata: Depok perjuangan.
Alhamdulillah..
Bekasi tercinta, May 10th 2009

Marunda, Trip To Skrip (si)

10:37 AM 0 Comments

gerbang 'dunia lain', Marunda Pulo

perjalanan yang entah, bermodalkan tekad, seorang diri... diawali dengan kebingungan dan gondok dengan polusi berat, diakhiri dengan menjadi turis =)

Wednesday, May 13, 2009

Salemba

11:20 AM 6 Comments
Salemba…
Betapa perjalanan itu mengakrabkan, seperti hadits nabi. Aku suka Salemba. Salemba bagiku saat ini berarti perjalanan bersama BEMers. BEMers tercintah. Pertama kali merasakan “indahnya” Salemba adalah ketika kunjungan pertama BPH ke FK dan FKG. Tidak semua, memang. Bahkan BPH putrinya hanya aku dan Dita (danus). Tapi bagiku yang merupakan new comer, perjalanan bersama teman-teman  baru itu sangat menyenangkan. (Hehee,, dari tadi isinya menyenangkan mulu, ga ada ide pikiran lain)
Perjalanan kedua kami adalah waktu BEM Sport With Faculty, waktu itu futsal lawan FK. Tidak penting memang kalah atau menang (karena selama ini kami kalah mulu. Hheee..), selain silaturrahim dengan FKers, bagiku itu momen sangat berharga untuk PDKT dengan BEMers, terutama waktu itu anak-anak Kremas (Kreasi Mahasiswa).  13 – 4 skor waktu itu. BEM UI, tepat, 2 gol di awal, 2 gol di akhir ^^. Dari target kami SERI waktu itu. Tapi sekali lagi,,, yang penting senang =D
Ketiga adalah BGTF (BEM Goes To Faculty) kerjaannya Biro Humas. Waktu itu BGTF rapelan, 2 fakultas sekaligus, FK-FKG. Fiiuhhh,, yang ini ajang mengakrabkan diri dengan BPH dan tentunya para staf yang banyak hadir, terutama anak-anak Humas. Berbagi cerita dan keluh dengan para kepala PSDM di 2 fakultas tersebut, ternyata masalah kami relatif sama. Tapi FKG merasa lebih enjoy dengan kondisi SDMnya, saat si kabir FK terlihat pyusssiiinggg banggettss.. jadi merasa punya banyak teman senasib =D Hyah, betapa rumitnya manusia… Alhamdulillah waktu itu aku sudah sembuh dengan ke-BT-anku ngurus masalah SDM yang ga abis-abis (meski masalah belum juga selesai, hhe..). tapi tetep mesti jaim dong, BEM UI gituh..
Review, May 10th 2009

20 Jam Bersama Deputi *panjang, ga dibaca juga gapapa, cuma pengen cerita*

9:37 AM 4 Comments
“Ini, orang apa bukan sih?” kata Dedi waktu mereka ulang awal mula kehadiranku dan deputi di villa itu. Jam 7 pagi hari Sabtu baru ditelepon, rencananya diminta mengisi acara hari Minggu. Tapi “orang ini” malah minta malam itu juga. Maksudnya aku, berdasarkan pertimbangan kondisi fisik dan psikologis =).
Awalnya, aku panik luar biasa. Acara yang kupikir dibatalkan karna tak kunjung ada berita, ternyata jadi! Aku juga sih, yang meminta acaranya malam itu juga... Ketika diberitahu di sana tidak ada laptop, aku nyengir sendirian, ‘laptop sih ada, tapi materinya yang belum ada’. Panik aku mencari-cari orang yang bisa menemani. BPH BEM, teman kosan, adik kelas, semua sulit. Dan, ah! Kenapa tidak mengajak deputiku saja???
Tak dinyana, tanpa banyak tanya, deputiku itu langsung menyanggupi, “Mau Kak!” padahal aku yakin 100%, dia juga ga tau apa yang mau disampaikan xP

Sebelum berangkat ke Depok, aku menelepon beberapa orang, meminta masukan materi. Satu diantaranya adalah orang yang mendelegasikan kami untuk mengisi acara ini (KetUm BEM UI). Bismillah, hanya dengan sedikit gambaran konsep dan uang saku yang ngepas ongkos juga, aku berangkat.
Singkat cerita, aku bertemu dengan deputiku itu (namanya Dhila) pukul 12.15. bergegas dari kosannya ke stasiun UI, memesan Pakuan. Yang penting cepat dan ga macet!! Alhamdulillah ga lama, kereta datang. Dengan sangat nyamannya kami menyingkirkan tas ke bangku sebelah, lalu berdiskusi dan mencatat, bagaimana alur penyampaian materi nanti malam. Sampai stasiun Bogor sesuai target, bahkan sebelum target. Jadi, makan dulu lah ya... Trus naik angkot.. Masya Allah, itu masih sangat siang, jam14 kurang, maceeettt luar biasa. Di L300, angkutan ke-3 yang kami naiki, kami bertualang luar biasa. Melewati jalur alternatif, sempit, menanjak sangat curam, menurun, bagai roller coaster,, parah banget dah! Alhamdulillah, setelah sekian lama kami terjepit dan L300 mulai meniti jalan utama, kami melihat secercah harapan (halah), Masjid At-Ta’awun! Masjid gede yang di puncak menuju Bandung itu lhoh... Jauh ya?? Nah, dengan adanya petunjuk masjid itu, kami berpikir, ‘sebentar lagi sampai’. Kukirimlah sms pada Dedi untuk menjemput kami. Tapiii... jauh ternyata dari masjid itu! Hwaa..
Dedi bilang, kalau tidak macet, ya, 1 jam-lah dari stasiun Bogor... Tapi kami menghabiskan 3 jam saudara-saudara! Alhamdulillah.. menyenangkan sekali ketika turun... Tubuh rasanya legaa..tidak ada yang menghimpit kanan-kiri. Udara dingin... pemandangan indah.. ga lupa foto dooongg.. =)
Sepanjang perjalanan yang sangat panjang di L300, kami banyak bercerita. Dasar emang kami tuh udah dari sananya cerewet kali ya... Jadi ga abis-abis.. Cerita tentang kami dahulu, di daerahnya di Medan, kampung mamaku, dll. Sesekali kami terdiam, merenung masing-masing, lalu bertatapan, “Hwaaa... apaan nih gamesnya??!!” Masih merancang bahkan...
Alhamdulillah sampai villa pukul 17.00. Tegur sapa bentar, langsung shalat ashar. Dhila langsung kuminta buka laptop, mensistematiskan pikiran-pikiran kami sepanjang perjalanan tadi, membuat power point. Trus aku ngobrol bentar ama Dedi, terkait persiapan acara ba’da maghrib nanti. Trus, langsung masuk kamar dan berkutat kembali dengan laptop.
Akhirnya! Selesai juga! Walaupun, kami akui sangat, cukup minimalis. Sesuai dengan waktu yang ada untuk bersiap.  Dengan kami yang belum berpengalaman.. mata adik-adik panti yang sudah mulai kiyep-kiyep, lengkaplah sudah.. tinggal niat yang menguatkan. Tapi entah, katika kami meminta feed back usai acara pada Dedi dan temannya Toto, katanya bagus kok. Pas ngenanya, soalnya itulah yang sangat kurang dari mereka: keberanian untuk bermimpi. Mereka cuma ngasih feedback, besok-besok mungkin pake video... Yups. Kami dapat dengan sangat mudah menebaknya. Ah, ya sudahlah.. pelajaran. Sampai pulang pun, kami masih sering nyengir-nyengir kalo inget performa kami malam itu =D
Malam minggu itu, kami tidur dengan posisi entah, meringkuk-ringkuk seperti bayi dalam kandungan, beramai-ramai dengan adik-adik panti di sebuah kamar. Esok subuhnya, seperti dugaanku, aku orang pertama yang terjaga. Semua kesiangan! Pantas saja karna mereka tidur sangat larut ba’da acara senang-senang malam itu. Untung kami ga ikut.. ga lama setelah dikasih kamar, langsung beres-beres, dan, terlelap lah kami.
Kira-kira jam 6 pagi kami pamit. Alhamdulillah dengan bertabur doa dari ibu-ibu pengurus panti,, aamin, aamin, aamin… Rencananya sih kami mau jalan sampai ke depan, menikmati dinginnya udara di sana dan sekalian, foto-foto. Hehehh.. Tapi Dedi dan temannya memilih mengantarkan, jauh katanya. Seperti datang kemarin, aku membonceng deputiku, dan Dedi dibonceng temannya dan membawakan tasku yang cukup berat. Ternyata memang, jauh =P
Kami menolak sarapan dulu di villa sebelum pulang. Alasannya karna buru-buru, dan, malu ah, yang lain belum ada yang makan. Tapi udara dingin turut mendukung kelaparan kami. Pas banget nemu indomart. Beli sarapan lah kami di sana. Tapi, eh, di depan ada yang jual gemblong. Menggiurkan. Beli juga deh =D
Tidak lama, L300 datang. Di sepanjang jalan yang sangat lancar dan sepi, kami asyik mereview perjalanan kami sejak kemarin, di alam pikiran masing-masing. Masih saja tersenyum-senyum sendiri, mengingat kedodolan semalam, ah, malu kalo inget. Tapi menyenangkan, sangat. Lagi-lagi seperti berangkat, sesekali kami bertatapan sambil tetap senyum-senyum, terus, tertawa lagi ingat semalam. Dudul, dudulll,,,
Dan ternyata benar! Hanya 1 jam kami L300! Yang bikin lama macetnya ternyata. Parah banget…
Oh my deputy,,, how I love our journey. And how I love you =)
Bogor-Depok-Bekasi,
April 12th, 2009