Follow Us @farahzu

Friday, October 26, 2018

Hati-hati dengan Ikhtiar yang Kita Lakukan, Jangan Sampai Merusak Aqidah

4:35 PM 0 Comments
ar royah

"Ga ada salahnya ikhtiar"


Demikian lazimnya orang-orang kalau menyarankan sesuatu. Padahal kalau menurut saya sih tidak demikian. Benar kita memang diwajibkan untuk berusaha, berikhtiar semaksimal mungkin untuk sesuatu yang kita inginkan; alih-alih hanya menunggu datangnya takdir Yang Maha Kuasa, seperti kaum khawarij. Na’udzubillaah.

Buat orang beriman, tidak ada keraguan lagi akan takdir Allah yang meliputi segala sesuatu, dan pasti terjadi. Ia tetap berusaha dengan memaknai usaha yang dilakukannya sebagai ladang amalnya untuk menjemput takdir tersebut. Jadi kalau sudah berusaha dan berhasil, ia pasti bersyukur, namun tidak sampai menepuk dada mengklaim keberhasilan itu atas usahanya semata; melainkan karena Allah mengizinkan hal itu terjadi. Sebaliknya jika semua usaha terbaik sudah dikerahkan namun belum membuahkan hasil, ia tidak kecewa karena ia yakin hal itu karena Allah pun menghendaki demikian, bahkan ia mendapat pahala atas semua usahanya yang telah ia keluarkan.

Ikhtiar itu harus, tapi mengikuti aturan agama lebih harus lagi. Berhati-hatilah dalam menentukan ikhtiar yang akan kita tempuh, jangan sampai di dalamnya terkandung hal-hal dosa apalagi jika berbau kesyirikan. Kesalahan ini nampaknya tipis sekali, saking tipisnya banyak orang terpedaya karena sudah dianggap biasa dilakukan di masyarakat. Contohnya saya paparkan di bawah ya.

Beberapa waktu lalu ibu-ibu tetangga menyarankan saya untuk ‘urut peranakan’, katanya biar subur. Karena ada tetangga lain yang habis urut terus hamil. Pertama, dia hamil karena Allah mengizinkan dia hamil, sedangkan urut itu hanya sebagai sebab, tidak akan terjadi jika Allah tidak menghendaki. Kemudian, saya juga coba cari tahu tentang urut peranakan ini. Saya bertanya pada kakak ipar yang dulu pernah juga. Katanya urut pertama dan kedua sih ga ada yang mencurigakan, tapi setelahnya dia diminta membawa sebuah minyak wangi; nah saat itu kakak saya mulai curiga dan ga datang lagi setelahnya. Saya lalu bertanya juga pada tetangga yang berhasil itu, kalau menurut dia sih ga ada yang aneh-aneh (beda tukang urut ya), pure diurut secara fisik, ga ada unsur metafisiknya. Oke, ini berbeda.

Kemudian saya browsing juga pendapat orang-orang. Sampai ada yang bilang, “Tapi harus yakin. Kalau ga yakin mendingan ga usah (urut)”. Nah, saya pribadi paling curiga kalau ada orang yang menyarankan dengan kata-kata ini. Saya khawatir ada hal-hal yang membahayakan aqidah di dalamnya. Saya pun bertanya pada guru ngaji saya tentang itu. Beliau bilang, memang ada yang urut secara fisik (mungkin seperti kisah tetangga saya), tapi ada juga tukang urut yang pakai jin. Haduh. Na’udzubillah min dzalik. Nah ini poin kedua, pastikan ikhtiar kita tidak mencederai aqidah kita.

Contoh lagi, saya juga sering mendengar orang merekomendasikan seorang dokter, yang disebutnya bertangan dingin. Artinya, kalau dokter obgyn yang menangani program hamil, banyak yang berhasil hamil setelah dipegang/ditangani olehnya. Atau sakit tertentu dan sudah berganti-ganti dokter namun belum sembuh juga, baru sembuh ketika ditangani oleh Dokter A misalnya. Hati-hati ya, ini berbahaya sekali.

Bukan dokternya yang salah, melainkan yang ngomong begitu yang salah. Bukan dokter yang menyebabkan seseorang itu berhasil hamil atau tidak, melainkan Allah. Bukan dokter yang menyembuhkan penyakit, melainkan Allah. Dokter-dokter itu hanya sebagai sebab, yang Allah izinkan takdir-nya melalui dia, tapi kesembuhan sama sekali bukan berada di tangannya. Dokter-dokter yang lurus aqidahnya, pasti akan meralat bila pasiennya mengatakan demikian. Bahwa hanya Allah yang bisa menyembuhkan. Dokter hanya berikhtiar, sama seperti si pasien. Bukan yang menentukan.

Demikian juga, ada orang-orang yang menyalahkan gurunya karena tidak berhasil mencarikannya jodoh. Yaelah, jodoh itu di tangan Allah, bukan di tangan guru ngaji! Boleh-boleh aja minta tolong cariin, tapi keyakinan harus lurus tetap pada Allah, bukan pada guru ngaji. Siapa tau Allah berkenan memberi dari jalur yang lain. Ya gak?

Contoh lain juga, orang mengatakan dia mendapatkan rezeki atau keberhasilan setelah mengamalkan ibadah ini atau wirid itu. Astaghfirullah. Belum pula pasti ibadahnya itu diterima, sudah diklaim sebagai sebab berhasilnya. Astaghfirullah, semoga Allah melindungi kita dari kesombongan semacam ini. Terdengarnya sih syar’i ya, keren, tapi berbahaya sekali bicara begitu. Kalaupun memang amalannya seperti yang dijanjikan Allah dalam Al-Quran atau sunnah nabi seperti ganjaran berlipat untuk sedekah dan shalat dhuha misalnya, jangan lupa selalu katakan, alhamdulillah, atau bi idznillah, dengan izin Allah, kembalikan semuanya pada kekuasaan Allah. Karena siapalah kita ini bisa menjadi sebab manfaat atau mudharat, melainkan hanya Allah yang bisa memberi atau menahan rezeki.

Maka usaha itu tetap harus, Sobat. Karena itu ladang kita untuk memupuk amal yang mudah-mudahan dengannya Allah jadi rido sama kita. Tapi pastikan usahamu benar. Jangan sampai aqidah yang sudah susah payah ditanamkan oleh orang tua dan guru-guru kita ini, rusak gara-gara kita tidak jeli melihat hal-hal yang bisa merusaknya. Semoga Allah menjaga kita semua. Yaa Muqallibal Quluub, tsabbit qalbi ‘alaa diinik. Aamiin. 

Friday, October 19, 2018

Liburan Kami Mudik Aja (dulu)

2:48 PM 0 Comments
Halo Assalamualaikum! Fulanahnya ada?

Ehehehe.. apa kabar teman-teman? Mudah-mudahan pada kangen ya sama saya *eh. Iya langsung saja, saya mau bahas tentang perjalanan mudik saya minggu lalu. Spoilernya sudah ada di IG Story saya waktu itu, kesannya kayak liburan kemana gitu ya, padahal mah mudik aja hehehe. Lokasinya di Desa Pasirtamiang, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis. Dekat sekali dari Prancis (prapatan Ciamis), tinggal belok terus naik ke Gunung Sawal. Tahun 2010 juga saya sudah pernah posting tentang jalan ke kampung sama teman-teman bph bem UI waktu itu. Ini link-nya. Tapi jelas saja yang sekarang ceritanya berbeda yhaa...

Baca Juga: Cerita Mudik si Abege

Mudik kali ini spesial, soalnya saya cuma berdua sama suami, tanpa ada agenda khusus sebagaimana biasanya kita mudik: idul fithri, idul adha, musim liburan. Alhamdulillah akhirnya suami dapat cuti 2 hari, dan memang doi sudah lelah sekali, pengen ke kampung katanya. Ini kampungnya ibu saya. Jadi lumayan menghemat ga sewa penginapan kan. Hahaha..

Kami naik Bus Budiman dari Bekasi. Baru masuk Tol Bekasi Timur udah macet aja subhanallah. Jangan tanya bagaimana Cikarang. Normalnya perjalanan ke sana tuh 5 jam, tapi itu hanya bisa didapat oleh ortu saya yang kalo berangkat jam 5 pagi naik mobil sendiri (eh berdua) dan ga berenti-berenti, jam 10 biasanya udah selonjoran di sana. Selain itu, wassalam. Kemarin total perjalanan saya 7,5 jam. Padahal bukan musim mudik.. 

Begitu udah dekat langsung nelfon bibi di sana, pas sampe nasinya belum mateng :D Alhamdulillah dimasakin. Sebenernya, Ibu saya bilang ga enak ke sana kalau ga sama beliau, ga ada yang masakin, soalnya biasa bawa bahan makanan dari rumah buat diolah di sana. Saya pun bekal kebab dari rumah untuk di jalan, tapi berniat juga sih mau bawa nuget dari rumah dan beli telor di warung sana untuk bertahan hidup. Fyi, dari rumah yang letaknya di kaki gunung itu, pasar itu hanya ada di Rajapolah, Tasik. Kira-kira 2,5km dengan kontur jalanan pegunungan. Ada motor sih, tapi kayaknya ribet karena pasar di sana tidak sama dengan pasar di kota sini. Dan ga banyak yang jualan kayak di kota. Yah namanya juga desa kan... Tapi alhamdulillah semua dimudahkan, dan saya dibuat lupa mau bawa nuget.

Setelah dibeliin telor di warung sama Bi Ecin (gak pake ‘m’ ya!), kami pun langsung metik-metik sayuran untuk dimasak dan bikin sambel. Dan nyerok ikan di empang (yang ini saya ga ikutan) buat lauknya. Ga jadi goreng telor. Alhamdulillah ga jadi bawa nuget, kalau bawa mungkin diketawain sama ayam-ayam di kandang, 
Yaelah Far itu ayam generasi aki-nini gue, baru mau lo makan sekarang?


ciamis
Gunung Sawal 
ikan-ikan yang masih kecil gini sayang
kalau langsung digoreng 
pohon pepaya kecil aja udah berbuah banyak ma sya Allah
tau kan mana yang genjer dan mana yang kangkung?

tomat biasa dan tomat cheri
daun genjer. my love.
langsung nyiangin bayam 
setelah jadi
itu SD-nya ibuku




keliatan ga jalannya nanjak?
 Kalau sayur-sayuran di kebun belakang rumah alhamdulillah banyak tinggal metik, lauknya gimana? Alhamdulillah ternyata bisa tinggal nyerok ikan aja dari empang. Mau motong ayam ga berani, punya babe. Wkwkwkwk... kami lagi ga pengen repot aja siiiy...

Sebagaimana di desa, lepas maghrib di sana hampir tak ada lagi kehidupan, kecuali di mushola-mushola. Saya dan suami keluar jalan-jalan ke Rajapolah naik motor, lewat jalanan yang tiada penerangan sama sekali, kecuali lampu motor kami, dan bulan sabit yang menggantung di langit gelap *tsaaahh.  Setelah isya, benar-benar masuk rumah semua kayaknya. Mungkin mengamalkan sunnah nabi shallallaahu alaihi wasallam, tidak banyak berbicara setelah isya, dan beranjak tidur segera. Biar bisa bangun dini hari. Ehehee, husnuzhan.

In sya Allah sehat lah kalau tinggal di sana. Secara makanan jelas lebih segar, tidak banyak diolah, kecuali micin (emang orang sini kayak ga bisa idup tanpa micin... dibilang jangan pake micin, diganti *oyco :D). Terus juga selain makanan, di sana terbiasa bergerak cepat kayak orang turun bukit. Ya emang nurunin gunung sih hahaha, atau nanjak. Kalau ga biasa ya ucapkan selamat berjuang lah pada betismu. 

Terus, air juga langsung dari mata air di gunung, bersiiiihh, dingiiiinn, dan kalau diminum kayak ada manis-manisnya (ini serius, bukan iklan). Udara juga pastinya, bersih. Jarang kendaraan, kalaupun ada, pohonannya jauh lebih banyak, in sya Allah bisa mencegah polusi. Tapi di sana ga ada yang ngangkut sampah, jadi penduduk biasanya langsung buang sampah organik ke empang biar dimakan ikan-ikan dan terurai di air. Orang sana ga merasa bersalah kalau buang makanan, karena diniatin buat sedekah ke ikan :D Kalau non-organik? Biasanya menggali tanah di rumah masing-masing, buat tempat membakar sampah hahaha polusi juga dong :D yaaa 'ala kulli hal, masih lebih bersih lah daripada udara Jabodetabek hihihi...

Hari pertama kami datang, hari kedua kami jalan-jalan, hari ketiga kami pulang pagi. Antara puas dan ga puas sih. Cepet banget.. tapi puasnya terutama setelah berhasil ke Galunggung sih. Sama quality time berduanya. Hehehe.. 

Alhamdulillaahilladzii bini’matihi tatimmushshaalihat.