Follow Us @farahzu

Friday, October 26, 2018

Hati-hati dengan Ikhtiar yang Kita Lakukan, Jangan Sampai Merusak Aqidah

ar royah

"Ga ada salahnya ikhtiar"


Demikian lazimnya orang-orang kalau menyarankan sesuatu. Padahal kalau menurut saya sih tidak demikian. Benar kita memang diwajibkan untuk berusaha, berikhtiar semaksimal mungkin untuk sesuatu yang kita inginkan; alih-alih hanya menunggu datangnya takdir Yang Maha Kuasa, seperti kaum khawarij. Na’udzubillaah.

Buat orang beriman, tidak ada keraguan lagi akan takdir Allah yang meliputi segala sesuatu, dan pasti terjadi. Ia tetap berusaha dengan memaknai usaha yang dilakukannya sebagai ladang amalnya untuk menjemput takdir tersebut. Jadi kalau sudah berusaha dan berhasil, ia pasti bersyukur, namun tidak sampai menepuk dada mengklaim keberhasilan itu atas usahanya semata; melainkan karena Allah mengizinkan hal itu terjadi. Sebaliknya jika semua usaha terbaik sudah dikerahkan namun belum membuahkan hasil, ia tidak kecewa karena ia yakin hal itu karena Allah pun menghendaki demikian, bahkan ia mendapat pahala atas semua usahanya yang telah ia keluarkan.

Ikhtiar itu harus, tapi mengikuti aturan agama lebih harus lagi. Berhati-hatilah dalam menentukan ikhtiar yang akan kita tempuh, jangan sampai di dalamnya terkandung hal-hal dosa apalagi jika berbau kesyirikan. Kesalahan ini nampaknya tipis sekali, saking tipisnya banyak orang terpedaya karena sudah dianggap biasa dilakukan di masyarakat. Contohnya saya paparkan di bawah ya.

Beberapa waktu lalu ibu-ibu tetangga menyarankan saya untuk ‘urut peranakan’, katanya biar subur. Karena ada tetangga lain yang habis urut terus hamil. Pertama, dia hamil karena Allah mengizinkan dia hamil, sedangkan urut itu hanya sebagai sebab, tidak akan terjadi jika Allah tidak menghendaki. Kemudian, saya juga coba cari tahu tentang urut peranakan ini. Saya bertanya pada kakak ipar yang dulu pernah juga. Katanya urut pertama dan kedua sih ga ada yang mencurigakan, tapi setelahnya dia diminta membawa sebuah minyak wangi; nah saat itu kakak saya mulai curiga dan ga datang lagi setelahnya. Saya lalu bertanya juga pada tetangga yang berhasil itu, kalau menurut dia sih ga ada yang aneh-aneh (beda tukang urut ya), pure diurut secara fisik, ga ada unsur metafisiknya. Oke, ini berbeda.

Kemudian saya browsing juga pendapat orang-orang. Sampai ada yang bilang, “Tapi harus yakin. Kalau ga yakin mendingan ga usah (urut)”. Nah, saya pribadi paling curiga kalau ada orang yang menyarankan dengan kata-kata ini. Saya khawatir ada hal-hal yang membahayakan aqidah di dalamnya. Saya pun bertanya pada guru ngaji saya tentang itu. Beliau bilang, memang ada yang urut secara fisik (mungkin seperti kisah tetangga saya), tapi ada juga tukang urut yang pakai jin. Haduh. Na’udzubillah min dzalik. Nah ini poin kedua, pastikan ikhtiar kita tidak mencederai aqidah kita.

Contoh lagi, saya juga sering mendengar orang merekomendasikan seorang dokter, yang disebutnya bertangan dingin. Artinya, kalau dokter obgyn yang menangani program hamil, banyak yang berhasil hamil setelah dipegang/ditangani olehnya. Atau sakit tertentu dan sudah berganti-ganti dokter namun belum sembuh juga, baru sembuh ketika ditangani oleh Dokter A misalnya. Hati-hati ya, ini berbahaya sekali.

Bukan dokternya yang salah, melainkan yang ngomong begitu yang salah. Bukan dokter yang menyebabkan seseorang itu berhasil hamil atau tidak, melainkan Allah. Bukan dokter yang menyembuhkan penyakit, melainkan Allah. Dokter-dokter itu hanya sebagai sebab, yang Allah izinkan takdir-nya melalui dia, tapi kesembuhan sama sekali bukan berada di tangannya. Dokter-dokter yang lurus aqidahnya, pasti akan meralat bila pasiennya mengatakan demikian. Bahwa hanya Allah yang bisa menyembuhkan. Dokter hanya berikhtiar, sama seperti si pasien. Bukan yang menentukan.

Demikian juga, ada orang-orang yang menyalahkan gurunya karena tidak berhasil mencarikannya jodoh. Yaelah, jodoh itu di tangan Allah, bukan di tangan guru ngaji! Boleh-boleh aja minta tolong cariin, tapi keyakinan harus lurus tetap pada Allah, bukan pada guru ngaji. Siapa tau Allah berkenan memberi dari jalur yang lain. Ya gak?

Contoh lain juga, orang mengatakan dia mendapatkan rezeki atau keberhasilan setelah mengamalkan ibadah ini atau wirid itu. Astaghfirullah. Belum pula pasti ibadahnya itu diterima, sudah diklaim sebagai sebab berhasilnya. Astaghfirullah, semoga Allah melindungi kita dari kesombongan semacam ini. Terdengarnya sih syar’i ya, keren, tapi berbahaya sekali bicara begitu. Kalaupun memang amalannya seperti yang dijanjikan Allah dalam Al-Quran atau sunnah nabi seperti ganjaran berlipat untuk sedekah dan shalat dhuha misalnya, jangan lupa selalu katakan, alhamdulillah, atau bi idznillah, dengan izin Allah, kembalikan semuanya pada kekuasaan Allah. Karena siapalah kita ini bisa menjadi sebab manfaat atau mudharat, melainkan hanya Allah yang bisa memberi atau menahan rezeki.

Maka usaha itu tetap harus, Sobat. Karena itu ladang kita untuk memupuk amal yang mudah-mudahan dengannya Allah jadi rido sama kita. Tapi pastikan usahamu benar. Jangan sampai aqidah yang sudah susah payah ditanamkan oleh orang tua dan guru-guru kita ini, rusak gara-gara kita tidak jeli melihat hal-hal yang bisa merusaknya. Semoga Allah menjaga kita semua. Yaa Muqallibal Quluub, tsabbit qalbi ‘alaa diinik. Aamiin. 

No comments:

Post a Comment