Follow Us @farahzu

Thursday, December 29, 2011

Bank Kaum Miskin; Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan

7:28 AM 0 Comments
Sumber: https://kertawirama.wordpress.com/2010/02/12/muhammad-yunus-inspirasi-membela-kaum-miskin/

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Business & Investing
Author:Muhammad Yunus
Bank Kaum Miskin; Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan
Muhammad Yunus, 2008 (Cetakan ke-4)

Dibeli karena butuh kembalian untuk ongkos pulang, di toko buku (setengah bekas) dekat stasiun Pondok Cina, Depok. Buku ini seolah menyeimbangkan pikiran saya yang mulai kapitalis setelah baca dan terinspirasi buku Rich Dad Poor Dad sebelumnya. Hoho.. kedua buku ini klop banget saling melengkapinya.

Pernah tau tentang Grameen Bank dan Profesor Muhammad Yunus di Bangladesh? Bank yang memberikan kredit kepada kaum miskin, terutama perempuan, tanpa agunan apapun, namun dengan tingkat pengembalian hingga 98%. Dan itu sungguh membantu meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Bandingkan dengan orang-orang kaya yang lebih dipercaya oleh banyak bank dapat mengembalikan pinjaman besarnya, namun malah membawa kabur uangnya ke luar negeri -_-‘

Buku ini mengulasnya dari awal sekali, sejak Pakistan masih satu negara dengan India, lalu merdeka, lalu Bangladesh yang memerdekakan diri dari Pakistan, bagaimana awalnya kredit mikro untuk kaum paling miskin ini berjalan, bagaimana ditentang oleh adat, pemerintah, hingga dunia, bagaimana bertahan, hingga kini telah lebih dari 30 tahun meluas ke banyak negara dan banyak bidang, menguat.

Kepekaan sosial dan panggilan jiwa untuk membantu sesama menjadi dasar dalam perang kemiskinan yang membuat Prof. Yunus mendirikan Grameen Bank. Bahwa ilmu seharusnya dapat dimanfaatkan secara praktis untuk membangun kehidupan manusia. Beliau meyakini sifat dasar manusia yang baik (terutama jujur, amanah, pekerja keras, dan kreatif), dalam hal ini dalam mengembalikan pinjaman. Bahwa orang miskin tidak melulu karena mereka tidak mau usaha . Tidak selalu juga karena tidak punya keterampilan untuk mencari nafkah. Seringkali, yang mutlak mereka butuhkan hanya modal. Prof Yunus pertama sekali menemukan 42 keluarga berada di bawah garis kemiskinan, hanya karena tidak adanya uang sebesar USD 27 (bukan perkeluarga, melainkan USD27 untuk 42 keluarga) saja. ckckckckck...

Lalu mengapa perempuan? Prof Yunus menemukan bahwa perempuan, kalau punya uang, pasti akan mendahulukan kepentingan anak-anaknya, setelah itu baru kebutuhan rumah tangganya, setelah itu lagi, kalau masih ada, baru untuk dirinya sendiri. Ini sungguh bermakna besar dalam mengentaskan kemiskinan. Kaum miskin, terutama perempuan, selalu membayar pinjamannya dengan disiplin (hal yang sangat tidak diduga sebelumnya). Hal ini dikarenakan mereka tidak ada pilihan untuk tidak jujur. Mereka tidak mau ambil resiko untuk mangkir, dan, mungkin, jadi ‘buronan’ karena tidak bayar hutang.

Dari kisah Grameen ini saya juga menemukan insight (hikmah) tentang kemandirian dan kebulatan tekad untuk mencapai tujuan dan mempelajari bidang-bidang baru. Seorang profesor ekonomi dan beberapa mahasiswa fakultas ekonomi memulai kerja mereka dari bidang pertanian, lalu perikanan, kemudian tekstil, teknologi komunikasi, kesehatan, hingga bahkan kini, sekuritas; tanpa memahami apapun tentang bidang-bidang tersebut sebelumnya. Nothing is impossible, guys! Yang juga penting, bahwa bisnis yang bertujuan sosial ternyata benar-benar bisa berjalan. Yang kita perlukan adalah mendorong tumbuhnya para usahawan sosial dan investor sosial.

Grameen Bank juga mendidik anggotanya untuk resilien; untuk mampu bangkit kembali setelah terpuruk, dalam hal ini karena bencana alam besar yang sering melanda Bangladesh. Sebagai gambaran, dalam setahun Bangladesh bisa ditimpa 4 kali bencana alam. Mereka tidak depresi, melainkan bangkit dan memulai lagi segalanya. Resiliensi yang hebat.

Terakhir, seperti kata rasul saw, ‘khairunnaas, anfa-uhum linnaas’.. sebaik-baik manusia, adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya =)

Semangat berbuat!

Dalam rangka memaksa diri,
Depok, 29 Desember 2011

Baca Juga: Agar Bisa Melapangkan Hati; Harus Pintar-pintar Memilih

Rich Dad Poor Dad

7:12 AM 0 Comments

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Business & Investing
Author:Robert T. Kiyosaki
Rich Dad Poor Dad, Robert T. Kiyosaki, 2011 (Cetakan ke-27)

Pertama kali mendengar dan tertarik membaca buku ini ketika saya kelas 3 SMA, dipromosikan oleh tutor NF saya. Katanya bagus banget. Tapi baru saya temukan sendiri, beli, dan baca, baru sekarang-sekarang ini, sekitar 6 tahun kemudian. Hehe.

Buku ini tentang uang. Tentang apa yang diajarkan orang tua yang kaya kepada anaknya –tentang uang—yang tidak diajarkan oleh orang miskin dan kelas menengah pada anak mereka.

Kebanyakan orang tua (yang tidak kaya) menyuruh anaknya untuk rajin belajar, menjadi yang terpintar di kelas, masuk ke sekolah lanjutan favorit, universitas ternama, agar kelak mendapat pekerjaan yang baik dan menjamin hidup mereka kelak. Pertanyaannya, apakah dengan penghasilan besar seseorang lantas menjadi kaya? Kenyataannya tidak selalu. Saya pribadi menemukan orang-orang yang gajinya besar, tapi yang dinikmatinya tak seberapa, karena habis untuk membayar hutang dan cicilan-cicilan. Mengapa banyak orang yang bekerja keras, tapi tetap saja banyak hutang? Lalu mengapa orang kaya mudah sekali untuk melipatgandakan kekayaan mereka?

Beberapa hal yang bisa disarikan dari buku ini (sekaligus poin-poin yang bisa menarik rasa penasaran, hhe) diantaranya sebagai berikut:

- Orang kaya tidak bekerja untuk uang; uangnya bekerja untuk mereka.
- Orang kaya menambah aset, bukan liabilitas (kewajiban, seperti hutang dan sebagainya). Di sini pentingnya memahami pelajaran akuntansi.
- Orang kaya melek, memiliki kecerdasan finansial, sadar akan apa yang sedang terjadi di dunia, pandai melihat peluang, dan sadar hukum.
- Orang kaya berani mengambil resiko, terutama dalam berinvestasi.
- Orang kaya mengajarkan bisnis sedini mungkin pada anak-anaknya.

Setelah membaca buku ini, saya langsung heboh berkonsultasi dengan kawan yang telah lebih dulu melek finansial dan memulai berinvestasi (gaji kami tidak jauh beda tapi dia sudah punya beberapa reksa dana. Huhu.. ). Lalu konsultasi pada teman yang seorang financial planner, dan bertanya-tanya tentang bisnis kawan yang sedang berkembang, apakah butuh sedikit tambahan modal. Hehe. Tapi karena satu dan lain hal, saya memutuskan belum melakukannya sekarang. *duh.dasar. masih kelas menengah banget. Haha..

Ah ya, saya jadi ingat kata ayah dan kakak saya, orang-orang mah kalau mau sesuatu tapi ga punya uang, cicil. Di keluarga saya, kalau mau sesuatu dan punya uang, beli. Kalau ga punya uang, cicing! *diem aja, hehehe..

NB: meski penting, buku ini cukup kapitalis. Untungnya saya mendapat penyeimbangnya di review setelah ini. Cekidot.

Dalam rangka memaksa diri,
Depok subuh hari,
29 Desember 2011

Baca Juga: Belajar Renang, Belajar Hidup

Sumber Gambar: http://www.arifahwulansari.com/2012/02/resume-buku-rich-dad-poor-dad.html

Tuesday, November 8, 2011

Lo Harus Tetap Pintar

7:15 AM 14 Comments
Kebanyakan fresh graduate mengeluh, ‘Ish, ngapain gw kuliah capek-capek, mahal-mahal, kalo kerjanya cuma disuruh fotokopi, ngefax, ngetik, ga berkembang banget’, hehe..

Satu setengah tahun sebelum saya lulus saya sudah mendengarnya. Setelah saya lulus saya merasakannya. Setahun setelahnya saya masih mendengar curhatan yang sama dari adik kelas.

Ya. Udah deh, anak baru ga usah banyak nuntut dan sok pinter, mungkin itu yang ada dipikiran para senior di dunia kerja. Itu takdir, kalau anda memilih jadi buruh (bukan pengusaha), terimalah, bersabarlah.

Mungkin 8 sampai 12 bulan pertama kerja masih begitu *meskipun itu terasa lama sekali. Sayapun begitu. Meski belum ada setahun kerja. Hoho.. dan saya juga mengeluh. Alhamdulillah saya punya sahabat yang sangat baik dan telah lebih berpengalaman. Suatu malam ketika saya memulai keluhan di whatsapp, dia sedang membaca buku (ini saja sudah menyindir buat saya, memang lagi males baca). Dia bilang,

‘Seperti apapun kerjaan lo Far, lo harus tetep pinter’

Jgerjgeeerr!! Ini kalimat sakti banget buat titik tolak saya. Walaupun saya juga ga ngerasa pinter sih.

Walaupun pekerjaan yang dihadapi sangat teknis, misalnya, kita bisa membuat sebuah sistem yang mungkin bisa menjadikannya lebih efisien, atau membuat strategi agar pekerjaan yang begitu-begitu saja jadi dinamis dan bisa berkembang. Lalu ajukan ke atasan. Soal ide kita dipakai atau tidak, tak masalah. Paling tidak otak kita tetap tajam. Begitu kata sahabat saya.

Juga, membuktikan bahwa kita memang terlalu bisa kalau hanya untuk sekedar fotokopi *eh. Dan, kita akan siap kapanpun ketajaman nalar kita diperlukan. Jadi ga perlu pemanasan lagi. Apalagi sampai mengalami penurunan kualitas diri karena ilmunya lapuk ga nambah-nambah.

Menurut yang pernah saya pelajari di psikologi faal, jalinan syaraf di otak akan saling menyambung bila kita mempelajari satu hal baru, yang akan mempercepat jalannya informasi. Semakin banyak kita belajar, semakin banyak pula yang tersambung. Itulah mengapa orang yang banyak baca dan belajar akan lebih mampu memberi jalan keluar dari suatu masalah a.k.a lebih pintar.

Sebaliknya, ‘jalur-jalur’ yang telah terbentuk itu, kalau tidak terpakai, mereka akan membusuk (decay). Sama saja dengan hilangnya informasi yang pernah kita kumpulkan. Alias lupa. Kalau semakin banyak yang tidak terpakai, semakin banyak yang membusuk, ujung-ujungnya lebih mudah pikun.

Buat strategi. Pertahankan semangat membaca dan belajar! Cari waktu luang, atau paksa diri meluangkan waktu untuk itu. Karena seringkali yang menghambat kita untuk sukses adalah kemalasan kita sendiri. Ya, seringkali kita perlu memaksa diri.

Makasih banyak soob!! =)

Kaderisasi –Missing Link

7:09 AM 2 Comments
Missing Link

Pertama dengar istilah ini adalah ketika membahas tentang teori asal-usul manusia. Tentang itu ya sudah lah ya, sudah masuk dalam kurikulum, ga usah dibahas.

Ada ‘sesuatu’ yang hilang. Sesuatu yang menghubungkan 2 hal besar atau lebih. Sesuatu yang penting. Yang dapat menjembatani 2 fakta atau lebih. Yang dapat menjelaskan bagaimana atau mengapa ada C padahal awalnya hanya A. Sesuatu banget *eh*

Pada suatu siang pada jam istirahat setelah makan, sambil bawa sikat gigi dan pastanya, saya mencolek adik kelas yang datang untuk sebuah keperluan. Akhirnya kami mengobrol cukup panjang. Tentang ‘zaman’ kami. Zaman menjabat, hehe..

Adik ini bercerita utamanya tentang sebuah program kerja yang telah ada sejak 5 kepengurusan sebelumnya. Alhamdulillaah proker ini bisa dibilang sukses di zaman saya. Sang adik terlibat di zaman saya, setelah saya, dan zamannya sekarang. Di zaman setelah saya, sasaran proker ini diubah.

Dan diikuti oleh zamannya sekarang. Dengan berbagai prahara (lebay) yang dialaminya di zamannya, ia bercerita dan kebingungan. Ternyata proker tersebut mengalami banyak penurunan, menyedihkan. Harusnya kan lebih baik dari tahun ke tahun.

Nah. Kuceritakanlah dari awal sejarahnya kenapa proker itu diadakan 5 tahun yang lalu. Intinya bahwa organisasi yang baik perlu kaderisasi yang baik untuk melanjutkan kiprahnya.

Seolah ada bunyi ‘triiingg!!’ di kepalanya, matanya membulat dan, ‘aha!’. Dia berhasil menemukan missing link-nya. Kenapa dulu bisa begitu dan kenapa sekarang hanya begini. Karena alasan mendasar itu tidak tersampaikan dengan baik pada orang-orang yang meneruskannya.

Maka, saya menyimpulkan beberapa hal. Pertama, kaderisasi itu penting. Agar organisasi tetap bisa berjalan dengan baik meskipun orang-orangnya telah berganti. Kedua, harus ada transfer of knowledge yang memadai dan intensif antara pendahulu dengan penerusnya. Agar organisasi bisa mencapai tujuan jangka panjangnya, tidak melulu memulai dari awal setiap kepengurusan berganti.

Ketiga, penerus harus merasa perlu dan harus lebih proaktif meminta transfer ilmu dan pengalaman dari pendahulunya, karena di pundaknyalah amanah itu sekarang. Poin kedua dan ketiga itu sesuai dengan bahasan Knowledge Management di bukunya Prof. Rhenald Kasali (Myelin, 2010). Bagus banget. Baca deh =)

Baca Juga: Myelin, Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan

Thursday, November 3, 2011

iseng, pemanasan

11:47 AM 3 Comments
Saya lagi jadi bendahara nih.

Memang lompat banget sih dari jurusan psikologi langsung berurusan dengan uang, uang, kuitansi, laporan keuangan, pajak, standar biaya, rancangan anggaran, sampe bolak-balik nelfonin temannya teman si bendahara kantor pajak, konsultasi dengan teman di bagian keuangan, bank… ah tapi sebelumnya sudah pernah juga sih bantu-bantu di kantor yang lama. Hehe..

But I love my job.

Hihihi, bahkan sampe lembur berhari-hari. Remuk sih badan, tapi senang :)

Setiap malam memang lelaaaaaahh sekali. Tapi setiap pagi berhasil berangkat kantor dengan semangat dan keceriaan baru. Alhamdulillaah…

*ini hanya pemanasan… karena akhir-akhir ini sedang banyak kehilangan ide untuk menulis karena ga langsung nulis. Ah ya! Tuh kan nemu lagi idenya. Alhamdulillaah… **apa deh gw

Monday, October 24, 2011

yang single minggiiiiiirrrr

8:19 AM 10 Comments
fyi, Meja makan di rumahku bundar, dengan hanya 4 bangku. Pas sekali untuk keluarga kecil kami; ayah, mamah, kakak, adek. Alhamdulillaah sekarang bertambah 1 kakak ipar. Akhir pekan mereka masih pulang ke rumah kami.

Ba’da subuh sabtu pagi,

Mamah sudah buatkan minuman untuk ayah. Kakak iparku pun telah membuatkan minuman untuk suaminya. Aku? Bikin aja buat sendiri deh *padahal biasanya ngga. Hehe, latah.

Meja makan kini penuh. Ayah, mamah, kakak, kakak.

Aku? Ngaji aja ah *yak, yang single minggiiirrr…

Sungguh ini bukan aku jealous atau merasa posisiku diambil oleh kakak ipar. Aku senang malah akhirnya punya kakak perempuan yang perhatian =) aku hanya menyabarkan diri, mudah-mudahan dengan segera yang tersingkir dari situ adalah aku dan kakak ipar, nimbrung dari bangku lain. Ayah, mamah, kakak, dan adik ipar kakakku. Hehe.. aamiin

Hari mulai terang. Ayah bersiap sepedahan. Mamah ke pasar. Kakak-kakakku mojok lagi ke atas.

Aku? Kali ini nyelak ah,

“Mau sepedahan ya Yah? Sama aku dong!”

:D *yaaak, yang single nemu celah lalu nyelak. Hehe..

*tulisan ga pentiiiiinnggg... hahaha

Thursday, October 13, 2011

Surat untuk Penggunjing

8:31 AM 3 Comments
Kalian menggunjing dan mencerca orang lain seolah kalian adalah manusia terbaik di muka bumi. Yang tidak punya kesalahan, sempurna tanpa kekurangan.

Hey, orang yang baik saja tidak suka bergunjing. Apa lagi orang yang terbaik. Mereka tidak sudi mengotori lisan-lisan mereka dengan itu.

Kalian tau, di mataku kalian tidak lebih baik dari dia yang kalian gunjing dan cercakan. Buatku, orang yang selalu tampak buruk di mata kalian itu, adalah justru lebih baik dari kalian. Untukku, justru kesalahan kalian lebih buruk dan lebih tidak bisa ditoleransi daripada kesalahan dan kekurangannya.

Sadarkah bahwa sangat mungkin kalian lebih hina dari dia, karena dia memakan yang halal, sedang kalian memakan yang haram—bangkai? Dan pahala-pahala yang pernah kalian kumpulkan, orang-orang yang ‘baik’, akan berkurang dan berpindah pada dia yang menurut kalian ‘tidak baik’?

Terima kasih, untuk membuatku tidak ingin ikut campur apa yang kalian gunjingkan. Terima kasih, untuk membuatku lebih hati-hati dari diri-diri kalian sendiri. Dan terima kasih, untuk membuatku bisa berpikir lebih objektif, tanpa mengikuti prasangka. Semoga Allah memberi hidayah-Nya padaku, padanya, dan pada kalian, untuk selalu memperbaiki diri.

Aamiin..


Tuesday, October 11, 2011

Jurnal Masak 1

10:38 AM 3 Comments
Pagi ini aku senaaaaang.. Alhamdulillah tercapai ngekos di kosan yang ada dapur dan fasilitas memasaknya. Masuk dari Ahad, 9 Oktober 2011. Pagi ini, Selasa 11 Oktober 2011, jam 6 setelah nyuci, aku belanja doooonngg.. haha, padahal cuma beli telur 4 butir dan tempe, 1000 rupiah saja. Kecil, tapi lumayan lah untuk sendiri mah.. hey, jangan bilang murah. Mamahku (dan aku) biasa beli tempe yang enak, 2000 gedeeee… Hari sebelumnya juga sudah beli minyak goreng, tepung bumbu, garam, kecap, dan modal beras bawa dari rumah :D

Hanya goreng tempe pakai tepung bumbu (yang udah jadi pula, hehe), aneh rasanya kalau hanya goreng 2-3 potong untuk sendiri. Biasa di rumah untuk berempat atau berlima, jadilah kugoreng 8 potong, lalu di mangkuk yang masih tersisa tepung bumbu, kukocok sebuah telur. Jaaadi deh! Telur dadar dengan bumbu enak yang gedeeee…padahal telurnya 1 doang. Banyakan tepungnya. Hihihi..

Alhamdulillaah dengan modal yang sedikit bisa sedikit ngisi perut temen kosan juga dengan ngemil tempe.. Hehe.. Uuhhm.. padahal ga ada spesialnya sih kalo dipikir-pikir. Toh masaknya biasa banget, di rumah juga biasa gitu. Bahkan menurutku ini belum layak dibilang ‘masak’.

Tapi paling tidak, the boss is me! itu sih intinya. Hahaha..

btwbtw, jangan bilang-bilang kalau aku ngekos lagi yaaaa! ^_^

Sunday, October 2, 2011

ff gombal- tak terhapus di mata

4:28 PM 12 Comments
Suatu sore ketika sedang membersihkan make up.

"Duh yang di mata ga bisa kehapus nih.. jangan-jangan waterproof"

"Apanya yang ga bisa kehapus di mata? Eye shadow? Eye liner?"

"Bayangan dirimu"

;p isseenngg.. dan berhasil buat ayahku nyengir. Hahay!

Saturday, October 1, 2011

ff- geer itu ngarep

4:49 PM 16 Comments
Pulang kantor, kamarku yg terletak di depan sudah penuh dengan bingkisan-bingkisan seserahan. Luthu-luthu dan bikin kepengen. Horreeeyy!!

'eh? Perasaan aku belum nerima pinangan siapapun deh', pikirku geer


'heh, punya gue!', tiba-tiba ada yang jawab di belakang. Si kakak. Hahaha..

Friday, September 30, 2011

tampan tiada tanding

9:30 AM 18 Comments
“Kamuuuuu…. Ini kan adek aku…” bela seorang anak laki-laki ketika teman-teman sebayanya protes lagi. Mereka protes karena mereka hanya ingin bermain dengan anak laki-laki itu, bebas tanpa harus dikintilin adik perempuannya yang cengeng. Tapi begitulah, anak laki-laki itu selalu membawa serta adiknya bermain bersama teman-temannya.

Bahkan, ketika bermain mobil-mobilan atau tembak-tembakan, ia turut mengajak serta adiknya. Sayang sekali. Suatu saat laki-laki kecil itu pernah menggubah lagu dengan polos dan sengajanya,

‘aku punya adik pesek, kuberi nama Farah. Dia suka bermain-main, sambil berlari-lari. Farah! Guk guk guk, kemari, gukgukguk, ayo lari-lari..’ -____-‘’

Sekelumit kisah lucu yang memorinya selalu membuatku tersenyum. Dan sebentar lagi ia akan menggenapkan setengah din-nya. Ahh..aku tidak bisa berkata-kata dan banyak cerita. Tak terasa yaa cepat sekali waktu berlalu.

24 tahun aku membersamaimu, menjadi adik kecil yang lucu tapi juga nyolot, yang suka malas disuruh-suruh, yang lama banget bisanya waktu diajarin naik motor dan mobil, partner berantem, diskusi, juga adik setia yang menghabiskan makanan apa saja yang kau bawakan. Hihi… Sama siapa lagi aku berantem nih?

Sebentar lagi rumah sepi deh.

Mungkin aku akan merindukan keisengan, kesayangan, daaaaaannn…tentunya, kelitikanmu, kak.. yang tak pernah luput setiap kau melewatiku. *berkaca-kaca

Tadinya sebel, tapi sebuah penelitian sederhanaku tentang itu membuat aku rela jadi korban.. ternyata itu bentuk sayang dan perhatian buat aku.

Huhu,, semoga bahagia selalu, dunia dan akhiratmu, bersama kakak iparku ya, abangku yang tampan tiada tanding.

Happy Wedding! Barakallaahu lakuma, wa baraka ‘alaykuma, wa jama’a baynakumaa fii khaiir… aamiin



nb: judul diambil dari status ym seseorang

Thursday, September 29, 2011

Ini Tentang Fungsi, dan (Sedikit) Estetika

10:23 AM 5 Comments
Alkisah, jam tangan saya rusak. Butuh waktu agak lama untuk memperbaikinya, sedangkan saya selalu butuh yang namanya jam tangan, terlebih waktu itu saya masih setia jadi anker *anak kereta. Jadilah sepulang kerja, malam itu saya sengaja turun di stasiun Kranji, untuk beli jam tangan m*nol. Yang penting ada dulu deh, pikir saya waktu itu.

Berdasarkan informasi yang saya dapat, jam m*nol yang bagus itu yang lubangnya ada 11. Di kios pertama ada yang harganya murah (banget), tapi lubangnya hanya 8. Dan memang terlihat asli, murahnya. Hehe.. di kios berikutnya yang lebih besar, akhirnya saya mendapatkan jam tangan m*nol yang berlubang 11, penampilan lumayan, warna saya suka, harga, 20.000 rupiah saja ^^v

“Garansi gak nih Bang?” tanya saya iseng. Udah beli jam 20ribu aja nanya garansi segala.

“Garansi, seminggu,” jawab si abang. Eh.. kaaannn untung nanya :p


Baru saya pakai beberapa detik, eh jamnya mati. Baterenya habis. Haha, jadilah saya dapet jam 20ribu dengan batere baru *baterenya aja udah 10ribu sendiri kali, harganya. Apalagi setelah lebih dari setengah tahun kemudian, jam itu masih berfungsi dengan sangat baik. Alhamdulillaah yaa ^^

Suatu hari, enam bulan berselang, saya sedang menemani teman belanja di mal. Saya sempat tertarik dengan jam tangan ‘beneran’ yang bagus dan modelnya imut buanget. Harga di atas 140rb, ada juga yang 200ribuan. Melingkarkan jam imut itu di tangan saya, aih, bagusnyaaaa… ‘beli ah, beli ah, beli ah,’ pikir saya.

Eehh.. ga sengaja, baju yang menutup tangan saya tersingkap dan memperlihatkan si m*nol setia. Tak perlu 5 detik untuk memutuskan, “Ah, yang 20ribu aja masih jalan” Gak jadi beliiii….!! Dan aku puaaaaaass!! Haha..

Udah, mu cerita doang :D

Eh belum ding.

Tau gak kawan, saya tidak menyesal karena tak jadi memiliki jam tangan bagus itu. Sebaliknya, saya malah puasss sekali karena telah berhasil mengalahkan nafsu saya untuk jam itu. Mungkin saya ingin, tapi tidak butuh. Toh model jam m*nol juga bagus kok di tangan saya. Eh, maksud saya, saya kan butuhnya penunjuk waktu. Hehehehe…

Saturday, September 24, 2011

Selamatkan Masa Depan dengan Sentuhan

10:18 PM 15 Comments
Ini cerita lama, sudah sering saya ceritakan. Tapi saya belum cerita pada semua orang *yaiyyalahyaa..
Waktu kuliah semester 5, ada mata kuliah Psikologi Lintas Budaya (mantap ‘kali kan? :D). Saya lupa lagi bahas tentang apa, yang jelas tentang pengaruh ‘sentuhan’ di masa kecil terhadap agresivitas seseorang ketika ia dewasa. *kenapa akhir-akhir ini saya nulisnya tentang psikologi mulu ya?*
Pengaruhnya, anak-anak yang jarang atau tidak cukup mendapat sentuhan (kasih sayang), akan tumbuh menjadi orang yang lebih agresif. *agresif di sini lebih mengarah pada arti ‘menyerang’, akibat sulit mengendalikan emosi.
Hal kecil sekali ya? Hanya sentuhan. Tapi dengan cinta. Jadi hal besar deh :D
Dosen saya yang blasteran Madura-Jerman itu menemukan fenomena menyedihkan di panti asuhan. Dengan sekian banyak anak yang ditampung, petugas yang terbatas, honor kecil pula, hampir dapat dipastikan anak-anak di sana kekurangan ‘sentuhan’.
Idealnya ketika seorang ibu menyusui, ia mendekapkan anaknya pada degup jantungnya dan hangat tubuhnya, sambil menatap mata anaknya. Di sebuah panti asuhan yang dikunjungi ibu dosen itu, ada bayi-bayi berjejer dalam box masing-masing, meminum susu dari botol yang diikatkan ke atasnya (dengan tiang atau kayu atau ke langit-langit). Karena tenaga pengasuhnya tidak cukup memadai untuk memberikan susu satu-persatu. T_______T kasihaaaann…
Tak masalah datang tanpa bawa santunan (apalagi kami masih mahasiswa waktu itu), tidak harus juga dengan perencanaan matang untuk membuat acara atau sesuatu di sana. Cukup datang saja, lalu sentuh mereka dengan sayang, gendong kalau masih kecil, elus-elus, kalian sudah ‘berbuat’ sesuatu untuk masa depan mereka. Meski sedikit, setidaknya mereka pernah merasakan. Demikian saran ibu dosen.
Saya coba. Di panti asuhan yang tidak besar dekat rumah. Ketika datang, anak-anak sedang sekolah. Saya menemukan 4 atau 5 bayi di sana, sedang ‘mengantri’ dimandikan oleh pengasuhnya. Sang pengasuh datang membawa seorang bayi yang sudah mandi, meletakkannya di tempat tidurnya, lantas mengambil bayi lain untuk dimandikan juga.  Begitu. Tanpa ‘rasa’. Udah capek kali ya.. Saya ambil seorang bayi yang telah mandi itu, saya gendong. Ow, ow, tau apa yang saya rasakan?
Dekapan yang sangat erat.
Ya, dari bayi itu. Erat sekali, saya masih ingat. Seketika saya terharu. Saya ajak berkeliling sebentar, saya cium-cium *untung udah wangi :D*, lalu saya mau ambil bayi yang lain. Tapi bayi pertama yang saya gendong itu, seperti mencengkram, tidak mau melepas. Terharu lagi. Mau nangiiiiisssss rasanya…
Udah ah, segitu aja. Mudah-mudahan rekan-rekan bisa menyimpulkannya sendiri. Mari, bantu generasi penerus kita. Sering-sering main ke panti asuhan yuk! ^_^

Friday, September 23, 2011

cerita doa dan pak supir baik hati

2:00 PM 10 Comments
Memang ya, Allah itu Maha Pengabul Doa (Al-Mujiib).

Sebelum naik bis, kemarin pagi aku berdoa, “Ya Allah, semoga di bis aku berhak dapat duduk”. Tapi sampai tol aku sudah lebih siang daripada biasanya, beda 4-5menit. Hampir tidak mungkin aku dapat duduk. Apalagi melihat bisnya datang tepat sebelum belok masuk ke tol. Sudah terlihat dari jauh, sudah ada yang menduduki dashboard bis (pilihan duduk terakhir). Ah, sudahlah. Berdiri juga sudah biasa, tapi semoga ga di pintu berdirinya. Aamiin..

Naik bis, bener kan, berdiri. Alhamdulillah ga di pintu, bis tidak terlalu penuh. Tapi aku orang terakhir yang naik bis, paling keliatan sama supir. Hanya beberapa detik aku berdiri, eh dipanggil sama supirnya, disuruh duduk di bagian dashboard yang lain (yang awalnya kupikir itu tidak boleh diduduki karena akan mengganggu penglihatan supir ke spion). Alhamdulillaah yaa ^_^

Nyaman banget aku duduk, benar-benar terkabul doanya, padahal udah sempet ga ngarep lagi tuh.. padahal, hanya doa kecil saja, sekali saja.. bagaimana dengan doa yang terus diucap berulang kali? Pastilah, Allah tidak mungkin tidak mendengar doa kita, karena Allah Maha Mendengar.:)

Nah.. Tidak seperti biasanya, langsung macet begitu masuk tol. Lima menit kemudian, Pak Supir menoleh lagi ke mba-mba yang berdiri, memanggilnya untuk duduk. Dimana hayoo??

Di lantai depan bis, ia memberikan korannya hari ini sebagai alasnya.

Wihiiiy… alhamdulillaah yaa..
 ***

Sorenya ketika pulang kerja, aku orang terakhir yang dapat tempat duduk di bis dari jalan baru pasar rebo. Aku berdoa supaya tempat duduk itu memang ditakdirkan untukku. Aamiin..

Pemberhentian berikutnya, naik seorang ibu-ibu dengan bawaan ribet dan seorang mba-mba. Yah,, sudahlah.. Baru masukin hape mau ngasih duduk, eh ibu-ibunya udah ga ada. Ternyata udah disuruh duduk di atas koran sama supirnya. Mba-mba itu juga. Dan kutengok, ternyata supir yang tadi pagi!

Subhanallaah.. baik amat ya ntu supir..

Semoga keberkahan selalu menyertaimu, pak supir yang baik hati dan suka menolong ^_^ aamiin

Thursday, September 22, 2011

moving on

8:18 AM 13 Comments
Terlalu banyak ketidakpastian dalam hidup

tapi hidup tetap harus berjalan, kawan.

tetap ada plan a-b-c-d- untuk setiap kemungkinan, yang harus kita buat

tetap ada langkah-langkah yang harus kita usahakan

tetap ada hari dan peristiwa yang harus kita jelang

dan tetap akan ada asa sepanjang kita mengusahakan yg terbaik

karena hidup harus tetap berjalan

mau tidak-mau, suka tidak-suka,

dan karena hidup a k a n terus berjalan

*jangan bersedih yaa..

Tuesday, September 20, 2011

Learned Helplessness

10:12 AM 12 Comments
Kalo gak salah dulu aku pernah nulis tentang learned helplessness. Tapi lupa, beneran pernah atau ngga. *doh..

Keadaan tidak berdaya, pasrah, yang dipelajari, akhirnya menetap jadi sikap dan perilaku. Mungkin karena tak kunjung ada perubahan dari keadaan itu. Yang paling mungkin, adalah karena putus asa. Ya sudah lah ya, usaha gak-usaha miskin-miskin juga, misalnya.

Akhirnya menjamurlah banyak pengemis di kota. Bahkan sudah menjadi sebuah profesi. Mirisnya, yang mengemis itu kebanyakan masih mampu bekerja. Hhhmm.. sayang sekali. Memang rezeki itu sudah ditetapkan, pilihan kitalah mau bagaimana mendapatkannya, dengan cara terhormat atau hanya duduk menengadahkan tangan, merendahkan diri di hadapan manusia.

Nah. Kenapa saya tiba-tiba nulis tentang ini?

Jadi gini, kemarin waktu di angkot pulang kerja, ada seorang laki-laki muda, kumal, kira-kira seusia saya atau lebih muda sedikit. Sehat. Dia masuk ke angkot seperti pengamen, hanya saja, di tangannya kosong, tanpa alat untuk teman ‘bermusik’. Dia mengucap salam, memohon belas kasihan, lalu, ‘saya hanya bisa berdoa, agar anda semua mendapatkan rezeki yang banyak’, dan seterusnya. Saya pikir itu baru intro. Karena beberapa kali saya juga mendapati ‘pengamen’ yang tanpa alat, hanya bernyanyi sambil bertepuk-tepuk tangan. Itu udah minimal banget kayaknya. Memang tidak untuk dinikmati oleh penumpang, tapi minimal (banget), ada yang dilakukan.

O,ow.. Anak muda ini, benar-benar ‘hanya punya’ doa. Selepas kata-kata yang saya pikir ‘intro’ itu, dia langsung menengadahkan tangannya, langsung meminta-minta. Hhhhfff… mau jadi apa… T_______________T

Saya kaget loh. Nih orang kok, ya, bisa-bisanyaaa masih mau hidup tapi malasnya ampun-ampunan.. Gak malu liat rekan-rekan ciliknya di jalanan masih berusaha mengamen, melatih kekompakan, agar ketika meminta, ‘gak minta-minta banget’.

Saya jadi mikir.
Ini cermin loh.
Cermin mental sebagian rakyat kita.
Pendidikankah kurangnya? Pasti.

Padahal saya baru saja berpikir, dengan himbauan penggunaan bbm non-subsidi, pemerintah sudah mulai menggunakan paradigma baru, bahwa masyarakat kita sudah banyak yang terdidik dan memiliki kesadaran, terlepas dari sudah efektif atau belum, paling tidak sudah memulai.

Uhm.. mungkin ini kompleksnya punya rakyat banyak banget. Yang terdidik banyak, yang belum terdidik banyak juga.

Sekarang bisa apa kita?

ADHD

9:20 AM 8 Comments
Aku baru-baru masuk fakultas psikologi waktu ibunya (sepupu iparku) bertanya, “Itu Nabila autis apa gimana ya Dek?”

Aku belum dapat mata kuliah Psikologi Abnormal dll, jadi cuma bisa nyengir waktu dikasih pertanyaan itu. Yang jelas orang tuanya selalu kerepotan karena anaknya (sangat) tidak bisa diam dan sulit dikendalikan. Yang jelas pagar rumah harus selalu terkunci saat ia di rumah. Rentang perhatiannya pendek; ia bertanya tentang suatu benda, lalu pindah ke benda lain sebelum benda pertama selesai dijelaskan. Ia sangat sulit untuk fokus. Kalau mau fokus menonton tv misalnya, ia harus mendekatkan matanya ke layar kaca, sampai hampir menempel.

Ia juga sering membuat rumah berantakan, bahkan setelah dibereskan oleh, adiknya, yang alhamdulillaah, seolah paham dalam keluguannya, bahwa kakaknya berbeda. Adiknya sabaaaar sekali. Suaranya keras. Dan ia hampir selalu berteriak. Dokter tampaknya tidak menjelaskan dengan baik, tapi obatnya tetap mahal.

 Memasuki semester 3 dan mulai belajar psikologi perkembangan, dosenku sekilas menerangkan tentang gangguan-gangguan dalam perkembangan anak. Salah satunya ADHD. Attention Deficit & Hyperactive Disorder. Kurang bisa fokus dan hiperaktif. Yups. Dalam pertemuan keluarga berikutnya aku sudah bisa menjawab, “Bukan autis kok Kak, hanya ADHD, ” sambil kuringkas penjelasan dosen. Hehe.. Seiring waktu dan kesabaran orang tuanya, alhamdulillaah keponakanku itu mulai bisa diajak kompromi untuk diam, atau melakukan hal lain dengan lebih baik. Tidak teriak-teriak, dan tidak terlalu hiperaktif. Meski ia masih tampak berbeda, alhamdulillaah sudah jauh lebih adaptif.

Entah kenapa ya, aku merasa anak ini senang ‘menggelendot’ di lenganku. Menceritakan apa saja. Suatu waktu ia bilang mau menyetor hafalan An-Naba’-nya. Tidak selesai, karena di tengah malah nyambung ke surat lain yang mirip. Hihi.. Berikutnya melapor kalau ia mulai suka menulis diary.

Pertemuan berikutnya bilang ‘aku kangen deh sama Kakak, kok Kakak ga ke kampung sih kemarin?’. Hhmm… meski agak beda, cuma dia yang ekspresif tentang perasaan gini. *jadi enak. Selanjutnya bertanya nomor hp dan memiscall nomorku, minta di save. *fyi, baru saja naik kelas 6 anaknya, tapi mohon jangan bandingkan dengan kelas 6 –ku atau kamu dulu.

Waktu pertemuan keluarga besar di rumah terkait persiapan pernikahan kakakku, dia dan keponakan-keponakanku seumurnya yang lain, dan aku, berkumpul di kamarku. Dia bertanya, “Kakak, kakak kapan nikahnya?” Kujawab, doain aja yaaa.. Dia bilang iya. Ehh..nyeletuklah seorang sepupunya yang lebih kecil, “Ngga ah, aku ga mau doain..” Haha, bukan masalah, tinggal bilang, “Eh, ntar kalo aku udah punya suami kan THR-nya dobel”. ‘Aaaahh!! Iya iya aku doaiiinn…’ hahahaha… bocaaaahhh -____-‘’ *intermezzo yak*

Dia masih nempel waktu aku menambahkan nomornya ke kontak hp. Lalu kuketik namanya dengan sedikit pelesetan, nabilcuy. Dia kaget (dan membuatku kaget juga tapi tetep bisa ngeles), tapi sebelum dia protes, aku bilang, ‘ini panggilan sayang aku buat kamu’. Tau ga apa reaksinya? Dia langsung melonjak senang.

Ooh.. terlepas aku memang sering menambahkan panggilan nama teman dengan ‘cuy’, juga terlepas dari aku yang memang suka gombal, aku jadi makin sayang beneran sama anak ini.

                                                                                  Keluarga Besar, 19 September 2011

Tuesday, August 16, 2011

tentang foto

3:47 PM 12 Comments
Kita, manusia modern, sangat diuntungkan dengan adanya teknologi yang menghasilkan ‘foto’. Mulai dari hitam putih sampai foto profesional.
 Bahwa foto bisa mengabadikan sebuah suasana, bahkan yang kelak menyejarah. Awalnya seperti itu. Semakin ke sini, makin banyak orang yang narsis karena suka sekali mengambil foto dirinya. Sebenarnya untuk yang ini saya agak bingung. Padahal orangnya itu-tu aja, mukanya juga begitu-begitu saja, dan tidak dalam suasana khusus. Tapi dipotret sebegitu sering dan banyaknya. Ckckckck.. ah, bicara begini bukan berarti saya tidak pernah ya.. hehe..
 Nah. Akhir-akhir ini saya seriiiing sekali menemukan foto wajah yang tidak sesuai dengan aslinya. Kebanyakan sih, bagusan fotonya *ups. Terutama pas foto yang sering dipakai orang waktu melamar pekerjaan. Owh, mungkin sekarang semakin banyak editing dalam pencetakan foto. Maka dari foto, saya tidak bisa yakin dengan penampilan seseorang. Jangan langsung percaya!
 Uhm... kecuali sih. Kecuali foto seseorang yang diambil spontan (bukan dengan ekspresi tertentu yang diatur), dalam sebuah suasana, di mana foto tersebut tidak hanya berfokus pada seseorang, melainkan juga suasananya. Gampangnya, bukan foto diri.
 CMIIW

*kerjaan menjelang resign

Monday, July 11, 2011

Ini - Itu, Keterbatasan Kata Kita

10:17 AM 6 Comments
‘Kalau yang itu, sudah di-ini-in?’
Entah mungkin baru akhir-akhir ini aku menyadari tentang begitu banyaknya orang yang memakai kata ‘ini’ dan ‘itu’ untuk menggantikan sebuah kata yang dimaksudnya. Ininya, apa tuh namanya, diituin.. haha.. suka lucu dengernya.
Untuk pertanyaan seperti di atas, aku jawab saja, ‘iya, itunya sudah di-ini-in’. Kalau sudah begitu, baru deh lawan bicara saya sadar dan menertawakan pertanyaannya sendiri.
Dulu waktu masih kuliah semester 1 (inget banget masih diospek pake jaket kuning tiap hari), di mata kuliah filsafat umum kalau tidak salah, saya disadarkan oleh dosen saya. Waktu itu kami sedang berdiskusi di kelas. Ketika saya merasa kesulitan menemukan kata-kata yang pas untuk menjelaskan maksud saya, saya mengatakan, “Ya gitu deh...”. Dosen saya bertanya, “Gitu deh-nya tuh apa?”, saya nyengir dan kembali menjawab, “Ya gitu deh Mas”, lalu melanjutkan dalam hati, ‘Masak ga ngerti sih?’ Tapi dosen saya itu bertanya yang sama lagi, “Ya gitu deh tuh apa maksudnya?”. Baru deh saya mulai merangkai kembali kata-kata, dan merampungkan penjelasan dengan kata-kata yang seharusnya. Berhasil! :D
Kata senior saya, “Iya, karena persepsi orang belum tentu sama lho...” Saya, “Oooo....” Iya juga sih... padahal saya biasa menggunakan ‘Ya gitu deh’ kalau menjelaskan sejak dulu. Berpikir semua orang paham maksud saya sebelum saya jelaskan. *bagaimana bisa??!
Banyak yang beralasan, lawan bicara kita kan sudah paham maksud kita. Masa sih? Belum tentu lho. Walaupun kita berbicara konteks yang sama, bisa saja persepsi kita dengan lawan bicara kita berbeda.
Terang saja, latar belakang kita berbeda, pengalaman-pengalaman kita berbeda, buku-buku dan berita yang kita baca berbeda, sifat kita berbeda, dan cara pandang kita terhadap sesuatu juga berbeda-beda. Memakai asumsi lawan bicara kita paham, hhmm,,, ya,, mungkin bisa tepat, tapi sangat mungkin juga meleset. Karena, salah persepsi.
Kedua (mana pertamanya?), kebiasaan menyederhanakan kata-kata hanya dalam kata ‘ini’ dan kata ‘itu’, dapat membuat kosa kata yang kita miliki jadi berkurang keaktifannya lho karena jarang digunakan... Kalau ditambah dengan serbuan kosa kata asing dan bahasa gaul, bisa tambah parah lah...
*Semangat berbahasa yang benar!*

Friday, July 8, 2011

Kursi Lipat

2:24 PM 18 Comments
*Curhat anker (anak kereta)*

Bete deh sama para pengguna kursi lipat di KRL. Baik express (waktu masih ada), commuter, ekonomi...
Sungguh bikin sempit, karena jelas-jelas mengurangi space untuk penumpang yang berdiri. Menghalangi orang lewat juga. Ckckckck.. pernah di suatu pagi, saya naik KRL di gerbong khusus wanita. Tapi di samping dan belakang saya ada laki-laki, sekitar 7 orang jumlahnya. 
Wajar ketika petugas kereta mempersilahkan bapak-bapak itu masuk dulu ke gerbong wanita karena terbatasnya waktu, dengan asumsi seharusnya mereka bisa bergeser ke gerbong depan walaupun kereta sudah jalan dan pintu sudah tertutup. Tapi tidak. Mereka tetap di gerbong itu sampai perjalanan hampir usai karena tidak bisa lewat. Bukan karena terlalu penuh orangnya. Melainkan karena banyak sekali pengguna kursi lipat di situ.
Penggunanya, tidak semua sudah tua. Bahkan seumur dengan saya atau lebih muda dari saya, yang notabene masih kuat berdiri *pegal-pegal dikit gapapa lah, toh masih muda.
Selain itu, kalaupun penggunanya orang-orang yang telah berumur, ini kan menunjukkan betapa empati orang-orang di sini sudah sangat menipis. Tidak peduli ada orang tua di depannya, orang yang sakit sampai pucat, bahkan ibu hamil, masih ada juga yang membiarkannya berdiri sambil pura-pura tidur (kecuali kalau sudah ditegur petugas). Masalahnya sekarang jumlah ibu hamil yang naik kereta jauh lebih banyak dari bangku prioritas yang tersedia di setiap gerbong. Hhhff...
Seorang bumil pernah bercerita pada saya. Dia dibiarkan berdiri oleh bapak-bapak di depannya yang duduk. Dia hanya mengelus perutnya dan berbisik pada anaknya, “Kuat ya Dek”. Sampai akhirnya datang lah petugas memeriksa tiket. Mendapati ibu itu berdiri, ia menegur bapak-bapak tadi. Barulah si bapak mempersilahkan ibu itu duduk. Si ibu yang gengsi, bilang, “Ga papa, silahkan Bapak saja”, sambil meneruskan dalam hati, “mungkin Bapak yang pengapuran..”
Yang saya sayangkan pada ibu itu, ‘kenapa cuma dalam hati Buuuuu....?!’ -___________-‘’
Sebenarnya sudah dilarang, tapi untuk tingkat kesadaran yang masih sangat tidak merata, gambar larangan di dinding-dinding gerbong dan suara petugas dari speaker kereta, a tidak mempan. Bahkan semakin menjamur. 
Kesempatan sering mampir pada saya untuk turut menikmati kursi lipat itu. Berkali-kali disarankan untuk memakai saja kursi yang dibawa seseorang, karena orang itu sudah dapat duduk. Katanya, ‘sayang kalau ga dipake, udah dibawa’ =__=’’. Tadi pagi saja, sudah ada 2 orang yang menawarkannya pada saya. Alhamdulillah masih kuat dan sedang sehat untuk berdiri. Malu juga sama diri.
Ya Allaah.. semoga aku istiqamah.

Friday, July 1, 2011

Manusia... Suka Belibet... -_-‘

11:49 AM 10 Comments
Putri, “Ibund, pakai AC kan supaya dingin. Sudah dingin, kenapa mesti pakai selimut tebal lagi? Kenapa tidak dimatikan saja AC-nya?”
Ibund, nyengir...
Tibalah saatnya rezeki datang untuk Putri, kamarnya juga dipasang AC. Tak luput ia sertakan bed cover bunga-bunga, tebal dan hangat. Supaya tak dingin dipijak, sebagian lantai dilengkapinya dengan karpet bongkar-pasang warna-warni.
Ibund, “Puut, karpetmu tuh bikin repot deh (kalo lagi disapu/dipel). Ga usah pake karpet itu lah..”
Putri, “Kalau gak pake dingin, Ibund..”
Ibund, “Ya gak usah pake AC kalo gitu”
Putri, “..............................”, lalu seperti Ibundnya dulu, nyengir. :D
Sebenarnya Putri menemukan sebuah kenikmatan baru dari semua yang dia lakukan itu: Justru nikmatnya ada pada hangat dalam kedinginan sekitarnya.
Seperti kita, yang terlebih merasakan nikmatnya hembusan angin dalam kegerahan dan keringat.
Nikmatnya makan juga saat lapar, terlebih saat sangat lapar, daripada saat kita kenyang.
Pun baru merasakan nikmatnya kelapangan, setelah dilanda kesempitan.
Baru mensyukuri sehat, setelah merasakan sakit. *telaaaattt!
Seperti pelangi ya Putri, datangnya setelah hujan...
*Putri, “Tapi hujan dan pelangi sama-sama menyenangkan kok...”
Allah memang paling tau..
Makanya kita tidak boleh sok tau.. Apalagi sampai menyalahkan takdir Allah. Atau merutuki nasib.
Termasuk juga berputus asa. Tidak boleh!
“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Al-Baqarah: 216, lagi-lagi ayat ini... co cwiitt..

*Putri, “Dasar ya manusia, suka belibet deh.” >.<

Thursday, June 16, 2011

Siapa suruh datang Jakarta *tulisan iseng

1:12 PM 4 Comments
Katanya Jakarta itu padat, jadi panas, semrawut, ga tahan sama macetnya, banjir pula, belum lagi polusi, ah, banyak lah keluhan orang-orang tentang Jakarta. Bahkan kata orang Jakartanya sendiri. Bahkan kata pendatangnya sendiri.

Tapi coba tanyakan, bukan pada penduduk asli (udah jelas soalnyah), melainkan para pendatang itu. Bertahun-tahun terjebak dalam rungsingnya kota ini, kenapa tidak juga mereka mau berpindah, atau kembali ke daerah asalnya?

Beberapa orang yang saya tanyakan, pendatang juga, merantau ke Jakarta bukan karena ikut orang tua, tapi merantau sendiri. Beberapa orang itu, meski ikut mengeluhkan seperti apa Jakarta, tetap saja, tidak mau pindah dari kota ini, maupun kembali ke daerah asalnya.

Atau juga, kebanyakan mahasiswa dari daerah yang sekolah di Jakarta dan sekitarnya, perkiraan kasar saja, berapa banyak yang memilih untuk kembali ke daerah asalnya? Katakanlah teman-teman dari daerah yang kuliah di Depok atau Bogor, setelah lulus, kebanyakan akan mencari kerja di Jakarta. *sama sekali tidak ingin menyindir atau memberi penilaian yah teman-teman...

Sebenarnya kenapa sih? Saya saja yang hanya numpang menghabiskan waktu beberapa jam sehari di kota ini, sangat enggan keluar menjumpai matahari di siang hari. Datang pagi-pagi, pulang senja atau lepas maghrib. Makan siang juga di dalam kantor *biar ga tambah item juga. Hehe.. Iya, panas. Debu. *lenjeh banget yee..

Tapi orang-orang yang saya tanyakan, apa mereka bilang?

‘di daerah asalku susah aksesnya’
‘udah beda banget sama masyarakat di tempat asal, terutama pendidikan dan lingkup pergaulannya’
‘aku udah cinta sama Jakarta’
...dan sebagainya...

Harusnya kalo gitu, jangan ngeluh ya?
Siapa suruh datang Jakarta..? Tidak ada.. Keputusan sendiri. Meski pada akhirnya menemukan banyak ketidakpuasan (juga kenyataan tidak semua pendatang sukses),, orang-orang tetap enggan meninggalkan kota ini.

Uhhmmm...
Yaaa.. orang Jakarta, terutama karena di ibu kota, cepat sekali perubahannya. Lebih luas pergaulannya dari hari ke hari. Makin banyak juga belajarnya.

Uuhhhmmm... kira-kira kalau ibu kota dipindahkan, ke Kalimantan, dan berkembang pesat misalnya, masih ga ya, orang-orang cinta banget sama Jakarta?

*iseeeeennggg doang koookk... ^_^v

Monday, June 13, 2011

(Jangan) ‘Salahkan’ Setan

1:20 PM 9 Comments

Coba ingat-ingat, banyakkah di antara kita yang pernah mengucap, ‘duh, males mulu nih, banyak setannya kali’, atau, ‘si**an nih setan, ketiduran lagi kan gw’, atau kata-kata lain yang ‘menyalahkan’ setan dalam setiap kemalasan dan kelalaian kita?

Hihi, kasian juga ya setan dijadikan kambing hitam atau biang kerok terus-terusan, padahal atas kelalaian diri kita sendiri. Memang sih, setan akan menggunakan segala daya dan upayanya untuk menggoda anak cucu Adam dan melalaikannya dari mengingat Allah, lantas melupakan kewajiban, lalu berbuat maksiat deh.

Memang benar begitulah setan, yang kegigihannya dalam menggoda manusia seringkali menyindir kegigihan kita yang lesu dalam berbuat dan mengajak manusia pada kebaikan. Bahkan berani-beraninya dia bersumpah pada Rabb untuk senantiasa merekrut pengikut sebanyak-banyaknya, dari zaman Nabi Adam as hingga akhir waktu dunia ini. Memang benar juga, mereka tidak mati sebelum kiamat seperti manusia, maka jumlah mereka terus-menerus bertambah berkali-kali lipat, sehingga tidak akan kekurangan sumber daya untuk mengeroyok manusia.

Benar kawan, benar sekali. Tapi satu hal: setan tidak bisa memaksa. Mereka hanya bisa menggoda kita, dengan rayuan paling manis, paling gombal, tapi tidak bisa memaksa kita untuk menuruti keinginannya. Soal akhirnya kita tergoda, salah sendiri... itu pilihan.

Kedua, dalam surah An-Naas Allah sendiri telah menyebutkan, bahwa setan itu ada dari golongan jin dan manusia. Ini yang seringkali menjadi jawaban dari pertanyaan, ‘di bulan Ramadhan kan setan-setan dibelenggu, tapi kenapa masih banyak godaan?’. Ialah karena, mungkin saja setan itu sudah menjelma dalam sifat-sifat dan kebiasaan buruk kita, manusia.. jadi tidak perlu lagi setan dari golongan jin untuk menggoda, karena... *terusin sendiri yah. Ga tega ngetiknya. Hehe..

Oleh karena itu kawan, yang bisa memutuskan ikut godaan setan atau melawan adalah diri kita sendiri. Kalau malas, salahkan diri sendiri. Kalau terus termakan bujukan setan, salahkan diri sendiri. Karena seringkali musuh terberat kita hanyalah diri kita sendiri. *seringkali ya, tidak selalu, karena jihad yang utama tetap saja melawan musuh Allah, bukan hawa nafsu.

Kalau terus menyalahkan setan, kita bisa terjebak dalam kepribadian yang tidak sehat. Sikap menyalahkan setan (dan hal lain di luar diri) akan menetap jadi kebiasaan buruk: mencari kambing hitam atas kesalahan kita.

Jelas saja, kalau kita telah menyadari (dan mengakui) yang salah adalah kita, kita bisa segera memperbaikinya (sekali lagi, kalau mau). Tapi kalau yang salah pihak lain, kita tidak punya kuasa untuk mengubahnya kan?

*soal setan memang banyak dosa dan pasti masuk neraka, itu urusan dia lah.. urus saja urusan kita sendiri, bagaimana agar tidak mudah tergoda oleh mereka.  

jangan bertuhan pada dunia

9:48 AM 8 Comments
*note: ini bukan tentang kantor ya..

Kemarin, ada yang cukup membuat lututku lemas hingga malam. Menyaksikan sendiri, betapa dunia telah mampu memperdayakan manusia-manusia yang lalai dari iman.  

Berteriak, mengamuk, mengancam. Dalam raungnya aku dengar dia berkata,
‘saya sengsara, uang saya di sini, coba bayangin kalau kamu jadi saya! ‘

Entah ya, mendengar itu saya langsung menjawab dalam hati (karena orang itu tidak bicara pada saya),
‘kalau saya jadi kamu mah ga gitu-gitu amat kali ‘,
karena alhamdulillaah, uang bukan tuhan saya.

Pembicaraan dengan senior juga akhirnya menyimpulkan, begitu tuh, orang yang ‘cinta dunia banget’. Seakan-akan uang dan dunia itu segalanya, sampai ingin bunuh diri, padahal na’udzubillah, sudah menuhankan dunia, mati bunuh diri pula... sekali lagi, na’udzubillaahi min dzalik..


Allah berfirman,
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, ....” (QS: 28: 77)

Nah, yang seharusnya dikejar itu akhirat, dunia cuma sekedar ‘jangan lupa’. Jangan terbalik. Na’udzubillaah..

“Rasulullah SAW melewati pasar sementara orang-orang ada di sekitar beliau. Beliau melintasi bangkai seekor anak kambing yang kecil terputus telinganya (cacat).
Beliau memegang telinga bangkai tersebut seraya berkata: “Siapa di antara kalian yang suka memiliki anak kambing ini dengan membayar seharga satu dirham?”
Mereka menjawab, “Kami tidak ingin memilikinya dengan harga semurah apapun. Apa yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?”
Rasulullah SAW kemudian berkata, “Apakah kalian suka bangkai anak kambing ini menjadi milik kalian (gratis)?”
“Demi Allah, seandainya pun anak kambing ini masih hidup, tetaplah ada cacat. Apalagi ia telah menjadi seonggok bangkai,” jawab mereka.
Beliau pun bersabda setelahnya, “Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada hinanya bangkai ini bagi kalian.” (HR. Muslim)”

Sumber hadits dari sini

Tuesday, May 3, 2011

Cerita Guru Ngaji

5:04 PM 10 Comments
       Seorang guru ngaji, perempuan, masih muda, masih kuliah. Sabar sekali menuruti keinginan kami yang suka gonti-ganti jadwal ngaji. Sabar pula dengan nyengir khasnya kalau kami terlalu banyak bercanda saat belajar. Kadang bahkan ikut menimpali. 
 Dalam sebuah pertemuan, ia menyampaikan maksudnya untuk memundurkan jadwal mengaji kami pekan berikutnya karena ia sedang menghadapi UTS. Tidak ada masalah. 
 Pekan depannya, aku baru memberi kabar kalau tampaknya jadwal kami (di tengah minggu) tidak bisa dimundurkan, karena pada hari yang beliau minta, ada rencana kami akan pergi beramai-ramai untuk menjenguk teman yang sakit. 
 Tak berapa lama, ia mengabarkan, “oke gapapa, aku berangkat sekarang ya, kata ummi (ibunya) ujian besok gampang, insya Allah ada berkahnya dari mengajarkan Al-Quran”...

*subhanallaah...
Insya Allaah ya kaaak... 

"Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS: 9: 41)

Friday, April 29, 2011

Tentang dulu dan sekarang

4:29 PM 7 Comments
    Hasan Al-Banna pernah mengatakan, ‘kenyataan hari ini adalah cita-cita hari kemarin’. Oleh karenanya, apa yang kita cita-cita dan impikan hari ini, sangat boleh jadi adalah kenyataan kita di masa mendatang. Beberapa saja yang ingin aku tulis di sini. Entah, semoga bisa diambil sebuah garis merah yang mengandung hikmah dan bermanfaat. Kalau tidak, tak apa, seperti biasa lah, jadi dokumentasi saja buat anak cucu :p
 Seperti anak-anak pada umumnya, aku suka melakukan role play, bermain peran. Seolah-olah berperan sebagai seseorang dengan profesi atau status tertentu. Nah, dulu aku suka main jadi sekretaris. Yang lekat dalam pikiran kanak-kanakku saat itu –dan mungkin juga dalam pikiran masyarakat kini— sekretaris itu identik dengan mencatat. Aku suka nulis, nyatet-nyatet apa saja. Walaupun setelah besar, aku ga mau tuh yang namanya jadi sekretaris. Tau kenapa? Karena kupikir sekretaris itu disuruh-suruh mulu sama orang (baca: bos).
 Tapi. Apa pekerjaan utamaku sekarang? Tidak lain tidak bukan: sekpri. Sekretaris. 
 Lalu, aku ingat, beranjak kelas 6 SD, ayahku memberi sebuah buku agenda bersampul kulit warna merah marun. Dalam pikiranku dulu, keren sekali. Apalagi dibandingkan dengan teman-teman yang belinya buku orgi (kurasa awalnya organizer, tapi disingkat hingga hanya dibaca ‘orji’), berwarna-warni dengan gambar meriah dan lucu-lucu. Menurutku, punyaku lebih keren dan jauh lebih menampakkan kewibawaannya. Lebih dewasa. Haha.. bocah. Nah. Tau apa yang kulakukan dengan agenda bersampul kulit itu?
 Aku bermain jual-beli saham. Dengan anteng di samping meja telfon, agenda dan pulpen di tangan. Aku bahkan ingat saat ayahku bertanya, “Sahamnya berapa persen, De?” aku cuma bisa bingung, dan menjawab, “100%”, lalu melanjutkan, “Emang saham ada persen-persenannya ya Yah?” Beliau nyengir. 
 Sekarang, kau tau kawan? Aku melakukannya sungguhan. Jual beli saham. Bukan milikku tentunya. Milik bosku. Haha..
 Langsung lompat saat SMA. Aku sempat bingung saat akan memilih jurusan. Bukan karena suka atau bisa IPA dan IPS, justru sebaliknya, aku tidak bisa keduanya T_T. Memang aku masuk IPA, tapi aku cuma suka matematika. Hehe.. Tapi akhirnya aku masuk IPA karena temanku bilang, “Gue lebih kasian ngeliat muka lo waktu belajar ekonomi, Far, dibanding waktu lo belajar fisika”. *ah, benarkah itu?? Jadi senaaaang...
 Tapi memang, aku sungguh-sungguh tidak mengerti kalau harus berhubungan dengan hal-hal berbau ekonomi. Menonton berita pun, langsung kuganti kalau presenter mulai membacakan berita ekonomi. Saham. Bursa. Harga minyak. Inflasi. La,la,la,la..Apalah itu. 
 Dan sekarang? Taukah, Allah menjebakku dengan ‘sangat indah’ untuk mau tidak mau mempelajari sedikit demi sedikit hal itu: aku bekerja di sebuah perusahaan jasa keuangan syariah. Jadilah aku terbengong-bengong dan berekspresi miris saat ikut internal meeting pertama. Bayangkan saja, dari 3 kalimat, aku hanya bisa mengerti kata-kata sebagai berikut: dan, lalu, tidak, naik, turun. Itu saja. Sisanya benar-benar asing. Terima kasih.
  Padahal dulu, bukan secara sadar aku memilih role play jadi sekretaris, *lebih tepatnya hanya senang mencatat apa saja, tapi dibilang orang sebagai sekretaris. Bukan sadar juga aku terasosiasi dengan jual beli saham ketika mendapat agenda kulit merah marun. Bukan sadar pula aku tidak menyukai hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi. Kupikir itu otomatis saja. Tapi ternyata beginilah garis takdir ^_^ 
*paling tidak sampai detik aku menuliskan ini. Karena jujur, aku punya cita-cita yang tidak terkait sama sekali dengan ini. Mohon doanya... ^_^v 

ahsan

4:12 PM 1 Comments
Ditakdirkan untuk bertemu dengan seseorang yang memberi beberapa inspirasi pagi ini. Beliau bercerita tentang kegundahan hatinya mengenai “ruang kami”. Terlalu banyak yang seharusnya, terlalu banyak yang sebaiknya. Hingga akhirnya ia pun keluar secara ruh dari ruang itu. Namun jasadnya tetap bekerja, di ruang itu, karena komitmen dan tanggung jawab.
 Lalu ia membagi hikmah dari gurunya,
“ruh itu, akan berkumpul dengan sesamanya. Ruh yang baik akan berkumpul dengan ruh-ruh yang baik pula. Demikian pula ruh yang tidak baik, akan berkumpul dengan sesamanya. Itu naluriah.”
 ***
Seperti kita melempar batu ke danau, berapa sih besar lingkaran pertama yang disebabkannya? Kecil kan?
Tapi coba lihat sepersekian detik setelah itu. Akan ada lingkaran-lingkaran yang lebih besar setelahnya. Semakin besar, semakin besar… seperti itulah amal shalih. Kebajikan-kebajikan yang kita lakukan, mungkin kecil saja. Tapi kita sadari atau tidak, kita ingat-ingat atau lupakan, kebajikan kecil itu akan merambat pada kebajikan-kebajikan yang lain, dan dampaknya akan terus membesar dan meluas.
 Sambil mengingatkan diri saya sendiri, mari lakukan kebaikan, apa saja.. jangan menunda walaupun sedikit, kecil, dan tampak tidak berarti. Karena kita tidak tau apa yang akan terjadi nanti. Karena kita tidak pernah tau, berapa sisa waktu yang kita punya untuk melakukan yang kita tunda.


Sunday, April 24, 2011

Agar bisa melapangkan hati; Harus pintar-pintar memilih

9:16 AM 8 Comments
Agar bisa melapangkan hati; Harus pintar-pintar memilih
Emangnya bajuuuu?? Hehe.. bukan, ini tentang keterbatasan kita sebagai manusia, kawan. Bahwa kapasitas memori, pikiran, dan energi setiap kita terbatas, sepakat? Namanya juga makhluq dhaif.. makhluk lemah. Mungkin Itulah salah satu hikmah selective attention yang dilakukan oleh panca indera kita. Hanya menginderai, hanya meneruskan informasi tertentu ke otak. Yang? Tentu saja informasi / stimulasi / rangsangan yang sekiranya penting untuk kita olah lebih lanjut.
Mungkin keterbatasan itu pula yang membuat Allah menggilirkan waktu untuk kita, malam dan siang, waktu istirahat dan waktu bekerja,

‘dan Kami menciptakan kamu berpasang-pasangan, dan Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat,
dan kami menjadikan malam sebagai pakaian, dan
Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan’ (QS:78:8-11)

Alhamdulillah Allah jadikan kita tinggal dengan permai di bumi, yang dapat merasakan pergantian malam dan siang itu. Bukan seperti planet namec yang tidak pernah mengalami malam kecuali sekali, yaitu saat ketujuh bola naga berhasil terkumpul untuk mengabulkan permintaan.
*Kenapa jadi OOT gini? Maklum sudah lama ga ngeblog ^^v
Nnaaaaaahhhh kawaaann…sekali lagi, kita punya banyak keterbatasan. Maka, atas ruang yang sedikit itu, manfaatkanlah dengan baik.
Masing-masing kita punya urusan dan masalahnya masing-masing. Bukan bermaksud egois, melainkan cobalah untuk tidak banyak mengambil pusing tentang hal-hal yang tidak perlu. Misal, seorang kawan (atau bos, atau siapa) tiba-tiba datang dengan ekspresi yang kita paham kalau dia sedang tidak enak hati. Lalu tanpa kita berbuat salah, dia ketus pula pada kita. Kalau kita tidak salah, ya sudah lah, katakan pada diri, marah dan ketusnya bukan untuk kita. Mungkin bete kalo kita ga salah apa-apa tapi kena imbasnya. Apalagi kalau kita juga lagi bete. Kalau lagi kayak gini, saya suka melet sama monitor kompi, sambil ngomong sendiri, “bukan urusan gue”.. haha.. tapi alhamdulillah hati tetap lapang dan tidak ikut-ikutan bete.
Di atas itu hanya contoh kecil. Tapi kalau sering kita ambil pusing, kita akan banyak sakit hati. Akhirnya, capek sendiri. Belum tentu orang yang menyakiti hati kita itu sadar dan mau meminta maaf. Nah, kalau tidak? cape deee… *kasian deh kita.. Tidak akan ada yang berubah apakah kita sakit hati atau tidak ambil hati atas perlakuan orang lain pada kita, kecuali efek buruk bagi diri kita sendiri: jadi bete, kesal, marah, dendam, pada akhirnya jadi ga mood untuk melakukan kebaikan.
Mungkin berat (walaupun ngomong dan nulisnya gampang) untuk diterapkan, tapi coba tolong jangan katakan itu (‘ngomong sih gampang’), karena justru akan mematikan semangat kita untuk bisa. This is it: kalau ada orang yang menzhalimi kita, urusan kita hanya berusaha memaafkannya.. kalau masih belum puas, berdoa saja pada Allah. Doa orang yang dizhalimi makbul tokh? Selanjutnya, itu urusan dia sama Allah. 
atau Adakah kita yang meragukan ke-Maha Adil-an Allah?

Pintar-pintarlah memilih, mana yang harus kita pikirkan, dan mana yang sebaiknya kita anggap angin lalu.

Saturday, April 23, 2011

biar kuncupnya mekar di taman surga

10:23 PM 4 Comments
Bukan layu. Mungkin tumbang, lebih tepatnya. Bukan karena angin kencang atau kumbang super besar yang mematahkannya. Tapi karena dia memang sudah harus tumbang kini, ketika baru beranjak mekar. Kuncupnya baru membuka. Harumnya baru semilir. Mungkin karena Ada yang lebih mencintanya, dibandingkan, ah, siapalah kami ini dibandingkan Dia.. Mungkin ada yang lebih bisa merawatnya, menjaga dan menumbuhkannya agar mekar sempurna, di taman-taman surga. Selamat jalan, adinda…
*Amalia Imaniar

Wednesday, March 16, 2011

Hujan buat aku

6:05 PM 10 Comments
Entah pernah ada kenangan apa,
yang kusadari, aku selalu punya rasa yang sama akan hujan:
Romantis ^_^.

Entah ya,
hujan selalu membawaku pada haru,
tanpa aku pahami kenapa
sedikit melankolik, tapi tidak untuk meneteskan kesedihan

Saat hujan adalah saat rahmat
saat doa, lebih mustajab untuk dilantun
adalah Allah, yang menjadikan setiap tetes dan perciknya menyejukkan
tidak hanya kulit, tapi juga kalbu

Ah, aku terlalu melankolik ya?
Tapi aku berani katakan,
Aku bukan gadis cengeng
Aku hanya senang pada hujan,
pada angin dingin yang membawa kabarnya,
pada awan teduh yang menaung,
pada matahari yang tersipu,
pada gemeresak tetesan yang mengguyur,
dan jika beruntung,
pada larik warna-warni setelahnya.

Alhamdulillaah...

Sunday, March 6, 2011

Setahunan informal bareng mereka

10:03 AM 2 Comments
Apapun aktivitas kita, sedikit banyak pasti menggerus energi kita, kejernihan pikiran, dan ketajaman hati. Karenanya kita selalu butuh jenak untuk rehat dan mengisi kembali cadangan energi kita. Lazim sudah dipahami bagi orang-orang ‘seperti kita’, bukan?
Mungkin kita kembali pada orang-orang yang pernah bersama dengan kita, merasakan pahit-manisnya perjuangan. Dalam forum-forum informal yang meski ringan, dapat mengembalikan semangat dan idealisme kita kembali, hanya dengan memandang wajah dan berbincang dengan mereka.
Seperti mereka, sahabat-sahabatku BPH BEM UI 2009. Meski masa jabatan kami telah usai lama, kami tidak pernah lengser menyandang nama itu. Kami bukan mantan BPH BEM UI, melainkan kami tetap BPH BEM UI 2009. Sampai kapanpun. Hehe..
Alhamdulillah, kami masih istiqomah untuk tetap menjalin silaturrahim setiap bulannya, karena kami bersatu bukan hanya karena amanah. Mungkin awalnya iya, tapi kami pernah bertekad, menjadi keluarga hingga ke surga.
Dan alhamdulillah, kami resmi lengser pada tanggal 5 Januari 2010; mudah-mudahan husnul khatimah. Lalu mempersiapkan agenda jalan-jalan akhir tahun hingga akhir bulan itu. Bulan Februari, kami telah menjalankan silaturrahim ke rumah seorang dari kami di daerah Gunung Putri, dan dilanjutkan dengan pertemuan setiap bulannya. Alhamdulillah.. sudah berjalan 1 tahun dan insya Allah akan tetap berjalan. :D

Kitalah armada masa depan yang akan mengukir dunia… 
(ada band, armada masa depan)


Tentang orang hebat (pikiran muter-muter)

9:59 AM 4 Comments
Orang hebat, tetap selalu butuh orang lain yang tidak hebat. Maka itu orang hebat tidak boleh sombong. Ah, tapi menurutku, orang yang menyombongkan kehebatannya itu tidak hebat. Karena dengan sombong ia berhenti menambah kehebatannya, telah merasa paling hebat.
Tidak hebat di mataku orang yang membanggakan kehebatan orang tuanya. Seperti kata Ali ra, bukan pemuda yang mengatakan, ‘ini ayahku’, melainkan ia yang berkata, ‘inilah aku’. Orang hebat membangun kehebatannya. Bukan meminta orang lain untuk menjadikannya hebat. Mungkin ia butuh dukungan dan bantuan orang lain, tapi itu hanya sesekali dan bukan yang utama.
Tidak hebat juga bagiku orang yang memandang rendah orang lain yang tidak hebat. Karena itu artinya dia tidak pandai mengelola pikiran dan hatinya, selain ia juga tidak pandai melihat potensi orang lain dan juga tidak pandai melihat peluang-peluang bagi dirinya. Meskipun ia dikenal orang lain hebat karena jabatannya yang tinggi atau hartanya yang melimpah. Tidak.
Tapi orang hebat mampu mendayagunakan segala yang ada disekelilingnya untuk kebermanfaatan, tanpa mengeksploitasi. Adalah yang mampu mensinergikan kelebihan dan kekurangan orang-orang di sekelilingnya untuk kebaikan, yang hebat maupun yang tidak hebat.

*maaf ya geje, ini kebanyakan curhatnya. Tapi anyway, mau berterima kasih pada seorang hebat yang pernah jadi partnerku, menaikkan self-efficacy-ku bahwa walaupun tidak hebat, aku bisa jadi orang tidak hebat yang hebat. ^_^

Thursday, March 3, 2011

Tentang tangan dan independensi

4:47 PM 12 Comments
      Bermula saat mata kuliah Pelatihan (training) 2 di semester 7, tahun 2008. Dosen saya yang sangat keren itu mengomentari sikap tubuh teman saya yang sedang presentasi (kalau tidak salah ingat). Kesimpulannya, sikap tubuh itu penting. Jangan melipat tangan di depan dada kalau sedang berbicara dengan orang lain; memberi kesan sombong dan tidak terbuka. Dan beberapa sikap tubuh yang lain.
Saya ingat, waktu SMA, awal-awal belajar ngisi kultum di depan kelas orang lain, saya selalu berdiri di depan, tengah, di antara 2 meja paling depan, dengan ujung jari kedua tangan menyentuh kedua meja. Yang aku rasakan: aman.
Tapi seiring waktu dan jam terbang (halah), aku mulai berani melepas tangan dari meja, dan mulai berani ‘jalan-jalan’: ke tengah, depan, menuju papan tulis... yang kurasakan awalnya aneh, tak ada pijakan, tapi setelahnya, lepas. Aku bisa bercerita dan berbicara apa saja.
Dosenku yang keren itu, dia mencontohkan, lepaskan saja tangan kita (ketika bicara di depan umum), jangan melipatnya di dada, di belakang, saling mengaitkan jari, memegang pulpen, dan sebagainya. Tampaknya biasa saja khan? Ketika kucoba, eh iya, ternyata beda lho rasanya... ada yang hilang: ketergantungan. Dan ada yang muncul: keberanian, merasa independen dan tidak inferior pada khalayak.
Kalau saya perhatikan, karena setiap pagi berdiri di kereta ekonomi, hampir tidak ada orang yang ‘melepas’ tangannya ke bawah. Baik yang duduk maupun berdiri, hampir semuanya sama: melipat atau mengaitkan kedua tangannya. Hhhmmm...
Terserah ya, mau percaya atau tidak. Tapi yang jelas, melepas tangan itu, tidak semudah kelihatannya. Butuh keberanian.

*saluuuuttt buat dosenku yang keren: Ibu Dewi Matindas ;)