Sebagian kita tampak terbiasa mengucapkan kata 'semangat' disertai dengan beberapa tanda seru atau intonasi suara dan ekspresi wajah yang ceria. Kadang sambil mengepalkan tinju di depan dada atau sambil menggenggam tangan kawan untuk seolah-olah menyalurkan tambahan energi.
Kita-kita yang demikian itu biasanya akan benar-benar bangkit atau setidaknya jadi punya keyakinan yang lebih positif dalam memandang hidup atau masalah. Bahwa harapan itu masih ada *eh*. Semangat!!
Tapi saya pernah dibuat gubrak juga oleh seorang kawan tentang semangat-menyemangati ini. Begini ceritanya.
Suatu hari, saya mengetahui kawan saya ini sedang sangat lelah dengan pekerjaannya dan sangat kekurangan waktu istirahatnya. Secara naluriah saya ingin mendukungnya dan berharap sedikit bisa membuatnya lebih baik, lebih semangat. Saya mengatakan, "Semangatt!!"
Jawabnya sambil sayu begini,
"Lagi ga butuh semangat, butuhnya tidur"
*@/#+#-&!!@$@^&^#@%&%^**/@*@- %+@*#/&#:?'!-!??+??!!!*
Saya jadi berpikir (dan berusaha mengabaikan perasaan tertolak). Tidak ada yang 'salah' sebenarnya dengan jawaban kawan saya itu. Tentu saja yang dia butuhkan hanya tidur. Istirahat. Bukan semangat untuk bekerja lagi dan lagi. Dia memang lelah.
Tapi niat dan perilaku kita memberinya semangat pun baik. Hanya saja, tampaknya kita perlu menelisik lebih dalam ke hati kita.
Adakah kata-kata semangat yang kita berikan pada kawan kita itu tulus untuknya? Atau meluncur begitu saja karena sudah terlalu terbiasa?
Udah si, mau ngomong itu doang. Hehe..
Kita-kita yang demikian itu biasanya akan benar-benar bangkit atau setidaknya jadi punya keyakinan yang lebih positif dalam memandang hidup atau masalah. Bahwa harapan itu masih ada *eh*. Semangat!!
Tapi saya pernah dibuat gubrak juga oleh seorang kawan tentang semangat-menyemangati ini. Begini ceritanya.
Suatu hari, saya mengetahui kawan saya ini sedang sangat lelah dengan pekerjaannya dan sangat kekurangan waktu istirahatnya. Secara naluriah saya ingin mendukungnya dan berharap sedikit bisa membuatnya lebih baik, lebih semangat. Saya mengatakan, "Semangatt!!"
Jawabnya sambil sayu begini,
"Lagi ga butuh semangat, butuhnya tidur"
*@/#+#-&!!@$@^&^#@%&%^**/@*@-
Saya jadi berpikir (dan berusaha mengabaikan perasaan tertolak). Tidak ada yang 'salah' sebenarnya dengan jawaban kawan saya itu. Tentu saja yang dia butuhkan hanya tidur. Istirahat. Bukan semangat untuk bekerja lagi dan lagi. Dia memang lelah.
Tapi niat dan perilaku kita memberinya semangat pun baik. Hanya saja, tampaknya kita perlu menelisik lebih dalam ke hati kita.
Adakah kata-kata semangat yang kita berikan pada kawan kita itu tulus untuknya? Atau meluncur begitu saja karena sudah terlalu terbiasa?
Udah si, mau ngomong itu doang. Hehe..