Follow Us @farahzu

Thursday, June 16, 2011

Siapa suruh datang Jakarta *tulisan iseng

1:12 PM 4 Comments
Katanya Jakarta itu padat, jadi panas, semrawut, ga tahan sama macetnya, banjir pula, belum lagi polusi, ah, banyak lah keluhan orang-orang tentang Jakarta. Bahkan kata orang Jakartanya sendiri. Bahkan kata pendatangnya sendiri.

Tapi coba tanyakan, bukan pada penduduk asli (udah jelas soalnyah), melainkan para pendatang itu. Bertahun-tahun terjebak dalam rungsingnya kota ini, kenapa tidak juga mereka mau berpindah, atau kembali ke daerah asalnya?

Beberapa orang yang saya tanyakan, pendatang juga, merantau ke Jakarta bukan karena ikut orang tua, tapi merantau sendiri. Beberapa orang itu, meski ikut mengeluhkan seperti apa Jakarta, tetap saja, tidak mau pindah dari kota ini, maupun kembali ke daerah asalnya.

Atau juga, kebanyakan mahasiswa dari daerah yang sekolah di Jakarta dan sekitarnya, perkiraan kasar saja, berapa banyak yang memilih untuk kembali ke daerah asalnya? Katakanlah teman-teman dari daerah yang kuliah di Depok atau Bogor, setelah lulus, kebanyakan akan mencari kerja di Jakarta. *sama sekali tidak ingin menyindir atau memberi penilaian yah teman-teman...

Sebenarnya kenapa sih? Saya saja yang hanya numpang menghabiskan waktu beberapa jam sehari di kota ini, sangat enggan keluar menjumpai matahari di siang hari. Datang pagi-pagi, pulang senja atau lepas maghrib. Makan siang juga di dalam kantor *biar ga tambah item juga. Hehe.. Iya, panas. Debu. *lenjeh banget yee..

Tapi orang-orang yang saya tanyakan, apa mereka bilang?

‘di daerah asalku susah aksesnya’
‘udah beda banget sama masyarakat di tempat asal, terutama pendidikan dan lingkup pergaulannya’
‘aku udah cinta sama Jakarta’
...dan sebagainya...

Harusnya kalo gitu, jangan ngeluh ya?
Siapa suruh datang Jakarta..? Tidak ada.. Keputusan sendiri. Meski pada akhirnya menemukan banyak ketidakpuasan (juga kenyataan tidak semua pendatang sukses),, orang-orang tetap enggan meninggalkan kota ini.

Uhhmmm...
Yaaa.. orang Jakarta, terutama karena di ibu kota, cepat sekali perubahannya. Lebih luas pergaulannya dari hari ke hari. Makin banyak juga belajarnya.

Uuhhhmmm... kira-kira kalau ibu kota dipindahkan, ke Kalimantan, dan berkembang pesat misalnya, masih ga ya, orang-orang cinta banget sama Jakarta?

*iseeeeennggg doang koookk... ^_^v

Monday, June 13, 2011

(Jangan) ‘Salahkan’ Setan

1:20 PM 9 Comments

Coba ingat-ingat, banyakkah di antara kita yang pernah mengucap, ‘duh, males mulu nih, banyak setannya kali’, atau, ‘si**an nih setan, ketiduran lagi kan gw’, atau kata-kata lain yang ‘menyalahkan’ setan dalam setiap kemalasan dan kelalaian kita?

Hihi, kasian juga ya setan dijadikan kambing hitam atau biang kerok terus-terusan, padahal atas kelalaian diri kita sendiri. Memang sih, setan akan menggunakan segala daya dan upayanya untuk menggoda anak cucu Adam dan melalaikannya dari mengingat Allah, lantas melupakan kewajiban, lalu berbuat maksiat deh.

Memang benar begitulah setan, yang kegigihannya dalam menggoda manusia seringkali menyindir kegigihan kita yang lesu dalam berbuat dan mengajak manusia pada kebaikan. Bahkan berani-beraninya dia bersumpah pada Rabb untuk senantiasa merekrut pengikut sebanyak-banyaknya, dari zaman Nabi Adam as hingga akhir waktu dunia ini. Memang benar juga, mereka tidak mati sebelum kiamat seperti manusia, maka jumlah mereka terus-menerus bertambah berkali-kali lipat, sehingga tidak akan kekurangan sumber daya untuk mengeroyok manusia.

Benar kawan, benar sekali. Tapi satu hal: setan tidak bisa memaksa. Mereka hanya bisa menggoda kita, dengan rayuan paling manis, paling gombal, tapi tidak bisa memaksa kita untuk menuruti keinginannya. Soal akhirnya kita tergoda, salah sendiri... itu pilihan.

Kedua, dalam surah An-Naas Allah sendiri telah menyebutkan, bahwa setan itu ada dari golongan jin dan manusia. Ini yang seringkali menjadi jawaban dari pertanyaan, ‘di bulan Ramadhan kan setan-setan dibelenggu, tapi kenapa masih banyak godaan?’. Ialah karena, mungkin saja setan itu sudah menjelma dalam sifat-sifat dan kebiasaan buruk kita, manusia.. jadi tidak perlu lagi setan dari golongan jin untuk menggoda, karena... *terusin sendiri yah. Ga tega ngetiknya. Hehe..

Oleh karena itu kawan, yang bisa memutuskan ikut godaan setan atau melawan adalah diri kita sendiri. Kalau malas, salahkan diri sendiri. Kalau terus termakan bujukan setan, salahkan diri sendiri. Karena seringkali musuh terberat kita hanyalah diri kita sendiri. *seringkali ya, tidak selalu, karena jihad yang utama tetap saja melawan musuh Allah, bukan hawa nafsu.

Kalau terus menyalahkan setan, kita bisa terjebak dalam kepribadian yang tidak sehat. Sikap menyalahkan setan (dan hal lain di luar diri) akan menetap jadi kebiasaan buruk: mencari kambing hitam atas kesalahan kita.

Jelas saja, kalau kita telah menyadari (dan mengakui) yang salah adalah kita, kita bisa segera memperbaikinya (sekali lagi, kalau mau). Tapi kalau yang salah pihak lain, kita tidak punya kuasa untuk mengubahnya kan?

*soal setan memang banyak dosa dan pasti masuk neraka, itu urusan dia lah.. urus saja urusan kita sendiri, bagaimana agar tidak mudah tergoda oleh mereka.  

jangan bertuhan pada dunia

9:48 AM 8 Comments
*note: ini bukan tentang kantor ya..

Kemarin, ada yang cukup membuat lututku lemas hingga malam. Menyaksikan sendiri, betapa dunia telah mampu memperdayakan manusia-manusia yang lalai dari iman.  

Berteriak, mengamuk, mengancam. Dalam raungnya aku dengar dia berkata,
‘saya sengsara, uang saya di sini, coba bayangin kalau kamu jadi saya! ‘

Entah ya, mendengar itu saya langsung menjawab dalam hati (karena orang itu tidak bicara pada saya),
‘kalau saya jadi kamu mah ga gitu-gitu amat kali ‘,
karena alhamdulillaah, uang bukan tuhan saya.

Pembicaraan dengan senior juga akhirnya menyimpulkan, begitu tuh, orang yang ‘cinta dunia banget’. Seakan-akan uang dan dunia itu segalanya, sampai ingin bunuh diri, padahal na’udzubillah, sudah menuhankan dunia, mati bunuh diri pula... sekali lagi, na’udzubillaahi min dzalik..


Allah berfirman,
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, ....” (QS: 28: 77)

Nah, yang seharusnya dikejar itu akhirat, dunia cuma sekedar ‘jangan lupa’. Jangan terbalik. Na’udzubillaah..

“Rasulullah SAW melewati pasar sementara orang-orang ada di sekitar beliau. Beliau melintasi bangkai seekor anak kambing yang kecil terputus telinganya (cacat).
Beliau memegang telinga bangkai tersebut seraya berkata: “Siapa di antara kalian yang suka memiliki anak kambing ini dengan membayar seharga satu dirham?”
Mereka menjawab, “Kami tidak ingin memilikinya dengan harga semurah apapun. Apa yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?”
Rasulullah SAW kemudian berkata, “Apakah kalian suka bangkai anak kambing ini menjadi milik kalian (gratis)?”
“Demi Allah, seandainya pun anak kambing ini masih hidup, tetaplah ada cacat. Apalagi ia telah menjadi seonggok bangkai,” jawab mereka.
Beliau pun bersabda setelahnya, “Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada hinanya bangkai ini bagi kalian.” (HR. Muslim)”

Sumber hadits dari sini