Follow Us @farahzu

Friday, December 4, 2015

Resto Halal vs Masakan Rumah; Beda Sikon Ya!

5:21 PM 0 Comments

Alhamdulillah akhir-akhir ini kepedulian umat Muslim terhadap kehalalan makanan meningkat, meskipun belum semuanya peduli. Makanan halal itu urgent! Bukan penting lagi. Dan thayyib (baik, sehat) tentu saja.

Tapi sejujurnya saya agak terganggu sih dengan orang-orang yang menurut saya berlebihan dalam menyikapinya. Misal ada isu restoran tertentu mengandung bahan yang haram. Setelah diinvestigasi, lembaga ulama yang berwenang memutuskan hal itu tidak terbukti. Dan menegaskan kembali status kehalalannya. Tapi orang-orang tertentu bersikap, mending ga usah lah, ragu. Iya, menurut saya itu berlebihan. Kan sudah ada lembaga berwenang yang menyatakan kehalalannya. Ditegaskan kembali pula. Kalau menurut saya tanggung jawab kita ya sebatas memastikan ada fatwa halal. Soal apakah ada sesuatu di baliknya, itu bukan tanggung jawab kita. Bukan beban kita lagi. Nah itulah beratnya tanggung jawab lembaga tersebut. Bukan tanggung jawab kita.

Mungkin ada yang ingat cerita sahabat Nabi saw., Umar bin Khattab. Suatu ketika ada orang yang lewat di dekatnya, terkena air tampias dari genting sebuah rumah yang ada orang di atas genting tersebut. Orang itu bertanya, air apa ini yang mengenaiku? Sebelum dijawab, Umar berkata, “Hai pemilik rumah, tidak perlu kau beritahukan kepadanya”. Hal ini menandakan, si orang yang terkena air tersebut juga tidak perlu mencari tau asal air itu. Kecuali mencium baunya, melihat warnanya, meyakinkannya bukan najis, sepanjang itu saja. Maaf ya saya ga cantumin sumbernya, lupa.

Yaaa saya sih menghormati aja sikap orang yang pada akhirnya tetap menjaga dirinya dari hal yang menurut dia syubhat. Kalau belum ada fatwa ulama juga saya ga akan berani kok. Kalau sudah ada fatwa, ya berarti bukan syubhat dong. Tapi sekali lagi terserah, pilihan masing-masing. Asal jangan sampai terjerumus pada mengharamkan yang halal. Itu pilihan kok.

Lalu ada lagi orang-orang yang menyelesaikan isu tersebut (seolah-olah solusi) dengan ‘masakan rumah aja, lebih aman, pasti halalnya’. Kalau menurut saya itu ga nyambung. Berapa banyak sih orang makan di resto setiap waktu makan? Atau hanya kepengen jajan aja? Saya setuju sih masakan rumah memang aman, pasti halal, sehat. Tapi bagi saya dan orang-orang lain yang sering meninggalkan rumah karena hal penting atau pekerjaan, bahkan sampai berhari-hari, apakah mungkin masih bisa makan makanan rumah? Kalau sedang perjalanan, kan kita pasti cari tempat makan pada waktu makan tiba. Ga selalu bisa masak sendiri kan?

Udah. Mau menginfokan situasi dan kondisi lain aja bahwa masakan rumah ga selalu bisa menggantikan masakan restoran. Jadi  jangan buat kami (saya khususnya) merasa rendah diri karena sering makan di luar, sehingga seolah-olah menggampangkan urusan halal-haram. Tidak sama sekali. In sya Allah semoga istiqomah menjaga kehalalan apapun yang masuk ke perut saya dan keluarga.



Sanggup sejauh apa kau melangkah?

4:40 PM 2 Comments

Hasil gambar untuk pelari
sumber: ini
Sanggup sejauh apa kau melangkah? Jawabannya tergantung. Tergantung seberapa tinggi target atau cita-citamu. Orang bilang, gantungkan cita-citamu setinggi langit! Tentu saja biar kita semangat. Tapi banyak juga orang yang bilang, punya keinginan jangan tinggi-tinggi, kalau jatuh sakit. Yang pertama optimis. Yang kedua menyebut dirinya, realistis. Kamu yang mana?

Waktu baru masuk Kalla Group dulu, bos saya bertanya, “Mana yang Kamu pilih, target tinggi tidak tercapai, atau target rendah tercapai?” Saya memilih yang kedua, dengan catatan akan ada target-target lagi setelahnya. Karena tercapainya target pasti membuat kita senang dan termotivasi. Dan sekarang, setelah saya paham, setelah saya melihat simulasinya, dan setelah saya menyaksikan sendiri realitanya di kehidupan, saya tau, saya salah waktu itu.

Tetapkan tujuan dan target setinggi-tingginya. Ini akan menjadi energi besar yang mendorong usaha kita dalam mewujudkannya. Kita akan terdorong memanfaatkan semua sumber daya yang kita punya; tenaga, waktu, kesehatan, kecerdasan, finansial, jaringan, fasilitas, dan banyak lagi; atau mencari sumber-sumber dukungan lain yang kita butuhkan untuk mencapai tujuan itu. Sesusah apapun. Semustahil apapun kelihatannya. Kalaupun gagal mencapai bintang-bintang, paling nyangkutnya di lapisan atmosfir atau di awan-awan yang tinggi.

Bandingkan dengan target yang biasa-biasa saja. Karena tujuannya hanya segitu, ya pasti usahanya segitu-gitu saja. Tidak akan sama besaran usaha yang dikeluarkannya dengan usaha orang yang targetnya lebih tinggi. Kata siapa target rendah yang tercapai bikin kita termotivasi? (saya, tapi dulu)

Pada akhirnya, di waktu yang sama, di garis finish yang sama, kita akan lihat pencapaian keduanya. Kualitas diri keduanya. Meskipun target yang tinggi tidak selalu tercapai, tentu capaian yang telah diraih jauh lebih tinggi daripada si target rendah. Karena, usaha yang dikeluarkan juga sudah jauh melampaui si target rendah. Lebih jauh lagi, melampaui yang ga punya target. Ga percaya? Coba aja.


Yuk, bikin target-target terbaik dalam hidup kita! Hidup hanya sekali Saudara, sayang kalau ga maksimal.


inspired by:
Pak Syamril - KG Div. Head
KubikTraining
Business Performance Improvement



Tuesday, November 24, 2015

Giving Feedback with Respect

12:59 PM 0 Comments
Feedback atau umpan balik adalah hal biasa yang kita beri dan terima dari orang lain, seperti rekan kerja, atasan, teman (di dunia nyata maupun jejaring sosial),  pasangan, atau orang tua. Feedback yang saya maksud di sini bisa berisi masukan, kritik, apresiasi, atau sekedar meluruskan informasi. Saya tidak akan membahas tentang apa itu feedback dan bagaimana cara yang tepat dalam memberi dan menerima feedback. Kalau mau tau, ikut aja training Kubik. Hehehe..

Sebagian orang merasa berat menerima feedback, merasa dihakimi, merasa tidak mampu, atau bahkan sakit hati. Atau setidaknya, berusaha menerima feedback yang diberikan meskipun menahan gejolak amarah di dalam dada (maaf mungkin lebay, tapi mungkin juga benar).

Sebagian orang lagi, sangat terbuka menerima feedback. Tidak ada rasa terganggu atau sakit hati, fokus pada konten feedback yang diberikan.

Hati dan perasaan orang beda-beda, Pemirsa. Kita ga bisa nuntut orang mengerti dan menerima feedback kita. Tapi di sisi lain, feedback penting karena kita peduli terhadapnya. Nah, di sinilah pentingnya respek. Kita menghargai orang lain, menghargai kemampuannya, menghargai perasaannya.

Memberikan feedback dengan respek adalah mem-feedback dengan cara si penerima ingin diperlakukan. Kita mendorong orang bertumbuh dengan feedback dari kita tanpa melukai perasaan dan harga dirinya. Apa gunanya kita memberikan masukan untuk kebaikannya, tapi yang dia ingat hanya sakit hatinya, kalau kita tidak menyampaikannya dengan respek? Ada sih gunanya: nambah musuh.

Kita ga bisa nuntut orang utk "kuat" dan lapang dada menerima feedback kita, lantas semua berjalan seperti biasa, tanpa ada hati yg terluka. Lantas kita bilang, jangan dimasukin hati, jangan cengeng, dewasa aja. That's a big no!

Jangan pernah main-main dengan perasaan orang, meskipun itu sahabat atau orang dekat kita. Apalagi feedback yang kita berikan pada mulanya berawal dari niat baik kepedulian pada orang lain. Agar mereka lebih baik. Iya kan? Itu kan niatnya?

Beda soal kalau dari awal memang niatnya menjatuhkan atau mempermalukan. Itu sih..ah sudahlah. Kita semua sudah tau maksudnya.

Baca Juga: Pride and Prejudice - Jane Austen - Review

Monday, October 26, 2015

Tips Mengatasi Nyeri Haid

9:24 AM 0 Comments
Nyeri saat haid tentunya bukan hal aneh bagi kaum hawa. Ada yang sesekali merasakan, ada pula yang rutin mengalaminya. Saya sih menyarankan agar para perempuan mengecek kesehatan reproduksinya dengan yang ahli (dokter), karena meskipun wajar, nyeri haid adakalanya juga bisa mengindikasikan penyakit tertentu. Tulisan ini juga hanya membantu mengatasi gejala, bukan menyembuhkan penyakitnya.
Saya memang bukan seorang yang ahli di bidang ini, tapi saya cukup berpengalaman. Hehehe.. Beberapa cara di bawah juga akan menyebut beberapa merek, silahkan diikuti atau diabaikan saja, terserah.
Ini dia beberapa cara mengatasi nyeri haid:
1. Hindari makanan dan minuman yang mengandung susu, teh, dan kopi
2. Hindari juga makanan dan minuman dingin
3. Minum jamu kunyit. Bisa bikin sendiri, beli di mbak jamu, atau di minimarket merk kiranti atau yang lain. Ini aman dan tanpa pengawet (saya cek yang kiranti)
4. Kalau belum reda juga, minum Kopi Radix Sinergi by HPAI. Meskipun namanya kopi, ini kopi herbal dan satu-satunya yang aman dan bahkan sangat membantu meredakan nyeri haid. Ps: hati-hati banyak yang palsu. Yang asli hanya kemasan plastik, isinya 20sachet seharga Rp150ribu atau Rp120ribu harga member.
5. Kompres perut dengan air hangat cenderung panas. Cara mudah bisa dengan mengisi air hangat ke gelas tupperware lalu tutup, letakkan dan tekan di bagian perut yang sakit.
6. Kalau mau lebih praktis karena mungkin malas atau sedang di perjalanan, bisa tempel koyo (praktis banget!)
7. Cara paling mudah, hehe, sengaja taruh di akhir, adalah minum air hangat, setiap muncul rasa nyeri.
8. Kalau masih nyeri juga, minum obat anti nyeri, dokter saya menyarankan Mefinal. Minum setelah makan. Fyi, obat ini reaksinya lambat, ga langsung hilang melainkan perlu waktu lumayan. Sabar yah..
Demikian, semoga bermanfaat ya. Dan jangan lupa: periksa ke dokter untuk mengetahui apakah nyeri haid yang Anda alami adalah normal atau merupakan indikasi suatu penyakit.


Update 2018: 
Kopi Radix sekarang sudah bukan produknya HPAI lagi ya.. Kalau ga salah nama produknya sekarang Kopi Radix Pak Haji
HPAI sekarang produk kopi herbal sendiri, yang bisa membantu salah satunya untuk mengatasi nyeri haid, di antaranya ada Kopi 7 Elemen dan HPAI Coffee
Selain itu kopi-kopi herbal lain seperti Kopi RDX yang kemasannya kotak merah, juga bisa diminum untuk mengurangi nyeri haid in sya Allah. yang terakhir ini paling murah, harga bisa setengahnya. Tapi yang saya rasakan sih sama membantunya dengan kopi herbal yang lain. 


Tuesday, September 29, 2015

Dendeng Balado Basah (Recipe)

9:10 AM 0 Comments

Mungkin karena foto merah cabai yang berminyak itu membangkitkan selera siapapun, qadarullah postingan saya di facebook beranak komentar nagih resep. With my pleasure sista, tapi maaf nih, saya tidak menyertakan jumlah bahan dan bumbu yang digunakan. Tanpa diukur soalnya. So, kira-kira aja lah ya.. emak-emak biasanya jago nih soal ini. Hehehe.. Oh ya sebelum menyesal (??) saya informasikan bahwa proses untuk memasak dendeng balado ini cukup boros gas yaaa...

Dendeng Balado (basah)

Bahan:
Daging sapi tanpa lemak
Air untuk merebus daging
Minyak untuk menggoreng

Bumbu:
Cabai merah keriting (sebanyak selera pedas anda)
Cabai merah besar (4-5 buah, untuk rasa sedap saja bukan untuk pedas)
Bawang merah
Garam
2 iris jeruk nipis

Cara memasak:
1. Rebus daging dengan air yang kira-kira kalau hampir sat, dagingnya sudah empuk. Sampai hampir sat dan menyisakan sedikit kaldu.
Sambil menunggu, siapkan bumbu.
2. Rebus cabai merah keriting, cabai merah besar, dan bawang merah sampai matang. Kalau kurang matang, kelak dendengnya tak tahan basi.
3. Setelah direbus, haluskan cabai merah keriting dengan garam, sampai halus.
4. Setelah halus, campurkan dengan cabai merah besar dan bawang merah, asal dihancurkan saja jangan sampai halus.
5. Menunggu (seringkali sangat membosankan *ebiet mode: ON)
6. Bila daging sudah empuk dan kaldunya hampir sat sisa sedikit, angkat dan potong daging tipis-tipis dan lebar.
7. Tambahkan garam secukupnya pada kaldu yang tinggal sedikit tersebut.
8. Tumbuk-tumbuk (pakai cobek) daging yang sudah diiris tipis dan lebar sampai pipih (tapi pelan-pelan jangan sampai hancur), lalu masukkan pada kaldu yang sudah diberi garam. Aduk-aduk.
9. Tumis bumbu yang sudah disiapkan tadi, PLUS masukkan sisa kaldu bergaram tersebut dalam tumisan bumbu. Hhhhmmmmmm ini yang paling bikin maknyusss...
Ah ya supaya agak seger, kasih perasan jeruk nipis. 
      10.   Setelah matang, secara terpisah goreng daging yang sudah dipipihkan dalam minyak panas dan api sedang, sampai kering. Tiriskan.
      11.   Campurkan daging yang sudah digoreng kering dengan bumbu yang sudah matang. Tidak perlu pakai api lagi.
      12.   Selesai!

This is it!




Mudah kan? Iya mudah. Boros gas kan? Iya boros banget untuk nunggu kaldunya hampir sat. Tapi in sya Allah akan terbayar dengan wajah-wajah penuh kepuasan anggota keluarga yang menyantapnya. Hehehehe... selamat mencobaaaa...

Monday, September 28, 2015

Cut Nyak Dien; Sebuah Novel Epik Perang Aceh

3:58 PM 0 Comments
Judul                  : Cut Nyak Dien; Sebuah Novel Epik Perang Aceh
Penulis               : Sayf Muhammad Isa
Penerbit Qanita
Cetakan I, April 2015
Jumlah halaman : 789 halaman


perang aceh


Saya suka sekali membaca sejarah berbingkai cerita seperti buku ini. Bahwa belajar sejarah bukanlah menghafal nama-nama dan tanggal-tanggal. Belajar sejarah adalah mengambil spirit perjuangan di masa lalu untuk dikobarkan kembali di masa kini. Dengan bentuk yang berbeda, silahkan. Tapi bisa juga sama. Karena Jas Merah kata Bung Karno. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah, karena sejarah selalu berulang. Lihat saja.

Jujur awalnya saya berharap novel ini mengisahkan perjuangan pahlawan kita Cut Nyak Dien sebagai tokoh utama. Yang konon perlawanannya tidak sesimpel dan sesederhana seperti digambarkan buku-buku sejarah di sekolah. Tapi ternyata cerita tentang beliau hanya pelengkap di buku ini, sedikit-sedikit. Tapi buku ini tetap recommended buat dibaca. Banget.

Latar utama cerita ini adalah Perang Sabil di Aceh, yang dimaksudkan sebagai perang fi sabilillah (berjuang di jalan Allah) untuk mengusir kaum kaphe Belanda yang hendak menjajah dan menghancurkan negeri Islam, yakni Kesultanan Aceh. Digambarkan betapa Khilafah Islamiyah di Turki saat itu telah digerogoti oleh Barat dan Liberalisme, sehingga menolak memberikan bantuan untuk negeri Islam yang notabene ada di bawah perlindungannya, dengan mengemukakan alasan yang memalukan: Aceh adalah negeri yang jauh dari Turki. Hhmmfftt!

Buku ini benar-benar mengobarkan semangat juang di dada pembacanya. Bahwa pertahanan terbaik adalah tetap melawan. Meskipun musuh lebih kuat. Persenjataannya jauh lebih canggih. Jumlah pasukan terlatih lebih banyak. Dan tak boleh ada celah sedikitpun untuk merasa lemah, karena kemudian yang ada hanyalah menyerah, dan kalah. Tak boleh pula ada celah sekecil apapun untuk berdamai dengan pihak yang telah jelas ingin menjajah kita. Karena kalaupun mereka berjanji, janji itu tak ada nilainya, tak bisa dipercaya karena dengan mudahnya mereka langgar. Lagipula apa artinya hidup dengan kehinaan, tanpa kehormatan?

Majulah, karena janji Allah itu pasti. Lawan, karena mereka yang syahid itu tidak mati; mereka hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rezeki. Karena hanya ada 2 pilihan: hidup mulia atau mati syahid. Ya ampun... hidup di dunia cuma 1,5jam hitungan akhirat!

*istighfar*

Salah satu insight lain yang sangat penting dari buku ini juga, adalah bahwa sejatinya kita tak memiliki apapun. Istri/suami kita bukan milik kita. Anak dan orang tua kita juga bukan milik kita. Rumah, harta benda, apapun, semua bukan milik kita, hanya titipan Allah. Karena kita tak memiliki apapun, maka kita tak akan kehilangan apapun. Betul kan?


Baca Juga: Manajemen Teller - Jangan Ribet Sama Jodoh!


Pride and Prejudice - Jane Austen - Review

3:19 PM 0 Comments

Judul                  : Pride and Prejudice 
Penulis               : Jane Austen 
Penerbit Qanita, Edisi kedua, cetakan ke-3, Juli 2015
Jumlah halaman : 585 halaman


jane austen

Pertama baca judulnya waktu jalan-jalan ke toko buku, kok kayak akrab sekali ya? Ada kok di mata kuliah tertentu yang (tentu saja) saya lupa. Selang 2 hari saya bertemu senior dalam sebuah perjalanan kerja ke Kalimantan, dan dia memecahkan teka-teki itu: matkul Psikologi Sosial! Oh iyaaaa namanya aja ‘prejudice’ ya >.<

Roman ini sudah berumur lebih dari 150 tahun tapi konon katanya masih melegenda. Mbah Jane Austen menggunakan latar sosial kaum menengah dan kelas atas di Inggris pada abad ke-19. Dalam roman ini dipaparkan betapa kebanggaan sebagai anggota kelas atas yang dimiliki oleh beberapa tokoh sangat membatasi bagaimana mereka berperilaku dan memandang orang lain yang ‘setara’ dan bagaimana memandang dan berinteraksi dengan orang lain yang ‘lebih rendah’ dari kelas sosial mereka. Itulah ‘pride’; kebanggaan akan darah biru yang mengaliri nadi segelintir orang. Dan bagaimana orang-orang di kelas lebih rendah memandang mereka dengan penuh kekaguman dan sepenuh pengharapan untuk mendapatkan kaum lelakinya sebagai menantu mereka.

Tapi kala itu tidak semua kaum bangsawan terpelajar, apalagi kaum wanitanya. Namun tetap ada segelintir pemuda dan pemudi terpelajar dari kedua golongan tersebut. Yang cara pandangnya melewati batas warna darah yang mengaliri nadi manusia karena takdir menggariskannya demikian. Kaum terpelajar dari kelas rendah tetap percaya dengan dirinya sendiri. Mereka tidak rendah diri dengan bangsawan manapun yang ditemuinya karena memandang mereka setara dengan dirinya. Dan nampaklah bahwa kecerdasan memang memiliki pesonanya sendiri.
*ouch, kenapa saya suka sekali dg kata-kata itu*

Setiap memori tentang latar belakang, lingkungan tempat tinggal, teman-teman, tetangga, saudara, dan semua orang yang kita bergaul dengannya, akan berkumpul menjadi semacam ringkasan di dalam otak yang biasanya kita jadikan dasar untuk menilai perilaku seseorang. Yang belum terjadi sekalipun. Bahkan, belum tentu benar. Itulah prejudice, prasangka. Dan kerennya, roman ini benar-benar memutarbalikkan segala prasangka yang dimiliki oleh semua tokohnya. Yes. S e m u a ! Menjelang akhir, satu-persatu semua orang dihadapkan pada pembuktian bahwa prasangkanya selama ini salah total. Sama sekali. Iya sih, ini fiksi, tapi Mrs. Jane benar-benar ingin menunjukkan bahwa prasangka apapun terhadap siapapun, tidak layak dijadikan dasar untuk menilai.


Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa...” (QS: Al Hujurat: 12)


Main-main ke Tambang Batu Bara

10:52 AM 0 Comments
It's a very late post


Dalam sebuah rekor training terpanjang tanpa jeda (12 hari), di hari ke-13 kami diajak visit tambang. Semata-mata agar lebih memahami realita para peserta training yang kami fasilitasi. Wah. Ini pengalaman pertama buat saya. Kami naik bis sarana yang sudah disiapkan. Pertama kami menuju safety office. Untuk diberikan induksi (pengenalan) daerah tambang berikut apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Kami datang sudah mengenakan APD (Alat Perlindungan Diri) standar visitor, mencakup rompi reflektor, helmet, dan safety shoes. Di sana ditambah lagi dengan kacamata, terutama untuk teman-teman yang tidak berkacamata.


Supir bus kami memasang bendera yang lebih tinggi lagi daripada sebelumnya ketika masih di jalur hauling (transportasi barang tambang) pada saat akan memasuki area tambang. Terang saja, itu alat tambang masya Allah besssaaaaarrrr banget. Harus pasang bendera tinggi-tinggi supaya terlihat.

Perhentian pertama kami di workshop (bengkel) tempat para mekanik dan level-level di atasnya bekerja. Kami bertemu lagi dengan banyak peserta training kami di hari sebelumnya. Hehehe. Tetep jaim dong yah jangan sampai nampak noraknya. Hihihi.


WS PHE 2 (Plant Heavy Equipment)
PC 4000, "alat keruk" raksasa
da aku mah apa atuh...cuma butiran debu yang tak terlihat...
all team kubik lagi katasis
saya dan HD (Huge Definition). Ah, setinggi bannya saja tak sampai..hheheh

Puas dari workshop, kami menuju sebuah tempat untuk melihat proses blasting tepat pada pukul 12.00 WITA. Wuuiiddiiihhh masya Allaah itu tambang gede banget. Fyi ini memang tambang batu bara terbesar di Asia Tenggara. Alat-alat yang kami lihat sebelumnya di workshop begitu raksasanya, terlihat seperti titik dari tempat ini. Ya Allah.

liat ga tuh titik kuning? itu alat raksasa yang tadi kami foto-fotooooo... apa?? ga keliatan???
waiting for blasting

Blasting. Sudah sejauh itu saja bumi rasanya masih bergetar. Sedikit sih. Kata suami di site yang lain yang lebih kecil, setiap blasting pasti getarannya terasa sampai ke ruang pelatihan.

Naaahh di sini kami bertemu dengan seorang Section Head yang jadi idola kami para fasil cewek. Tanya kenapa. Bukan karena ganteng, seriously. Karena dia pinter baaaangeeeeddd! Kami bertekad mau foto bareng beliau tapi pada malu. Minta tolonglah kami sama Mas Aan (orang HC) untuk fotoin. Awalnya foto semuanya yang ada di sana. Setelah itu, “Pak maaf, boleh sama Pak Himawan aja?” >.< thanx mas aan! Hahaha kacaww...

atas: all team; bawah: HFC. orang PAMAnya ga akan nyangka deh kalo doi dapet fans club

Habis itu selesai, kami pamit pulang. Fyi saat itu bulan puasa. Tambang panasnya subhanallah. Udah pada lemes. Hihi.. Pada kesempatan selanjutnya ke Tanjung, saya bawa cadar dong untuk melindungi wajah dari sengatan matahari yang mantabh seqalih. Eh taunya ga tambang visit lagi hahahaha ciaaaann...

Alhamdulillaah.. pengalaman baru lagi.. Love my job!


Wednesday, August 12, 2015

Pasar Terapung, Banjarmasin

10:39 PM 0 Comments
*latepost*

Qadarullah kami sedang sering dikasih kesempatan training di Kalimantan Selatan. Dari Banjarbaru (bandara dan sekitarnya), Banjarmasin, Martapura, sampai Tanjung Tabalong ke arah KalTeng. Setelah menginjak Martapura, pada kesempatan selanjutnya saya mulai ingat-ingat dan cari informasi mengenai tempat yang akan kami kunjungi selanjutnya. Pilihannya jatuh padaaaa... Pasar Terapung! And this is a story ‘bout that.

Kami sudah tanya-tanya resepsionis mengenai transportasi ke Pasar Terapung. Menurut informasi, sebaiknya kami berangkat pukul 3 dini hari dengan memesan taksi. Tarifnya 200ribu sekali jalan dari Banjarbaru. Fyi, di sana taksi ga ada yang berkeliaran mencari penumpang, melainkan baru keluar kalau ada pesanan. Fyuh. Kami berempat; saya, Mulia, Rizki, dan Fajar. Fajar adalah leader perjalanan kami sejak berangkat dari Jakarta. Awalnya dia enggan ikut karena takut terburu-buru jadwal pesawat pulangnya. Tapi setelah tau paling lambat jam 7 pagi kami sudah bisa sampai mess kembali, dia berubah pikiran dan formasi kamipun lengkap.

Awalnya kami sepakat patungan untuk transport. Tapi fajar berinisiatif mengabari pic Pama karena kami ada di bawah tanggung jawab beliau selama di sana. Niatnya itu saja. Seriously! Tapi alhamdulillaah.. akhirnya kami disediakan transport dan supir gratisss. Alhamdulillaah, rejeki anak soleh-solehah =)

Kami sudah siap dari pukul 04.00 dini hari, berdasarkan saran dari pic. Tapi supir dan mobilnya baru datang jam 04.30. Rrrrrgghh..risiko nebeng ga boleh protes. Mungkin ngebut (mungkin, karena kami semua tidur di mobil), kami sampai di lokasi jam 05.00 bertepatan dengan subuh. Shalat lah kami di sebuah masjid bersejarah, yaitu Masjid Sultan Suriansyah di Kuin Utara. Lumayan megah dan terawat, lantainya kayu besi, kubahnya menyala warna-warni. Jamaahnya juga lumayan. Tapi kebanyakan orang tua dan, pelancong seperti kami ini.
Masjid Sultan Suriansyah, Kuin Utara

interior please find at instagram @farahzu

Kami sempat ragu waktu disuruh pakai life-vest. Malu. Keliatan banget turisnya. Hihihi... tapi ketika Fajar bilang pernah ada karyawan yang mati tenggelam, tanpa ragu kami langsung mengenakannya. Bodo amat deh yang penting safety first!

Kami menyewa perahu yang tak bisa turun harga meski ditawar, 250ribu pulang-pergi. Jelas aja ga bisa turun, orang yang nawar pake life-vest gitu. Hahah.
sudah di atas perahu, (akhirnya) pake life-vest
 Sepanjang sungai, di kanan-kiri, kami menjumpai banyak sekali mushola atau surau atau langgar. Kota seribu surau katanya.

waiting for sunrise


 Meskipun sudah pagi-pagi, ternyata kami telaaaaattt... ternyata... pasar itu ramainya jam 2 s.d. jam 3-an.. kalau seperti kami yang hanya melancong, mungkin dianggap cukup dengan bisa sarapan di atas perahu. Huhu. Tapi tetep alhamdulillah. Ini pengalaman indah buat kami. Para pedagang yang tinggal sedikit itu berlomba mengayuh perahunya mendekati kami, para pelancong ber live-fest mencolok. Mangsa empuk! Ibu-ibu tua pada gesit banget mendayung perahu. Kami membeli seadanya yang bisa dibeli, pisang dan sebuah buah aneh yang saya lupa namanya (csdfkjwefncjnciwrhglakfpqwk). Hafal dengan perilaku pelancong macam kami ini, pemilik perahu berusaha mendekati perahu penjual sarapan yang sudah dirubung 2-3 perahu pelancong lain. Mepet-mepet canggih, akhirnya kami bisa merapat. Yaa setelah perahu lainnya pergi sih karena isinya udah pada kenyang. Hehee..

Kami sarapan di atas perahu. Nasi, mengambil gorengan dan kue-kue dengan tongkat panjang yang disediakan, dan semuanya memesan teh manis kecuali saya. Saya bawa minum air putih dengan perasan jeruk nipis. Saya nyicip juga sih tehnya Mulia.

pilih-pilih kue di perahu sebelah
saya tau kalau lagi makan itu pasti ga caem difoto. thats why ane nunduk aja gan. hehe..




 Bapak-bapak penjual sarapan di perahu samping kami. Dengan santainya ia melayani pembeli, lalu sambil menunggu ia mencuci gelas bekas pembeli dengan sabun cuci piring dan...dan...membilasnya dengan air sungai. Wkkhh! Kami berempat terdiam saling berpandangan. Mau muntah. Bayangin ajaaa itu kita mau nyelupin tangan ke air aja geli. Soalnya di sisi lain sungai, banyak penduduk sedang ‘bersih-bersih’ di sungai yang sama, dengan air yang sama. T____T Seketika lah bekal minum saya –yang agak asam itu— langsung habis, disambar 4 orang yang ingin mencuci mulutnya. Hahahahaha!


botol bekal minum untuk 'mencuci' mulut kami
 Well. Seru kok pengalaman barunya. Sunrise kami nikmati di atas perahu sambil mengisi perut (inget makanannya aja ya, minumannya ga usah!).




Buat saya, ini perjalanan menjelajah budaya, meskipun hanya di permukaannya. Bagaimana masyarakat sekitar sungai menjalani kehidupan yang sangat berbeda dengan kita-kita yang biasa memijak tanah tanpa risiko tenggelam atau sekedar goyangnya perahu terkena ombak dan arus air dari dan menuju laut. Bagaimana anak-anak di sana saling bermain, kalau loncat dari rumah saja sudah langsung bisa berenang. Seru lah pokoknya. Alhamdulillah. 
udahmandi-belummandi-belummandi-udahmandi




habis belanja!






*photos were taken by Fajar w/iphone 4s. Foto-foto saya raib karena sd card-nya rusak. Hiks! Ada sih beberapa di instagram. Feel free to see @farahzu. Thank you!



Tuesday, February 17, 2015

sama punya hak untuk bahagia (cerita anak berkebutuhan khusus)

1:23 PM 0 Comments
Alkisah (ceilah), saya pergi ke sebuah hotel di Bandung untuk keperluan training persiapan masa pensiun sebuah perusahaan swasta nasional, selama 6 hari. Di hari terakhir training, ada acara berbagi dari peserta kepada anak-anak berkebutuhan khusus di kota Bandung. Ada yang tunanetra dan low vision, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunaganda (yang menyandang lebih dari 1 kebutuhan khusus).

Fyi, training pensiun ini sangat menguras perasaan dan air mata kami; peserta dan juga fasilitator yang baru turun di training jenis ini. Hehehe.. apalagi saya yang memang berhati lembut (hahay!). Hingga sampailah kami di sesi siang hari terakhir, acara berbagi itu. Saat peserta baru saja menghela napas setelah bersimbah air mata, hatinya lagi pada lembut-lembutnya, ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) didatangkan ke hotel dengan diantar guru-gurunya dari SLB. Setelah pembukaan, masing-masing ABK dipasangkan dengan 1 keluarga peserta (peserta terdiri dari suami dan istri, kecuali yang ga bawa istri), lalu mereka makan bersama.

Waktu anak-anak baru masuk ruangan, saya turut menyambut mereka dengan ‘girang’. Otomatis saja gitu. Apalagi ada seorang ABK perempuan, kecil di atas kursi roda, tunaganda, memancarkan ekspresi girang luar biasa sambil merentangkan tangannya lebar-lebar ke arah saya. Minta dipeluk. Haduuuu… saya sambut ekspresi riang gembiranya dan memeluknya, dan mencium dahinya. Ia begitu ceria. Tak ada masalah dalam hidupnya, nampaknya. Begitu juga dengan anak-anak yang lain. Sama cerianya, berteriak-teriak mengikuti acara dan lomba yang disiapkan Bapak dan Ibu peserta training, memperebutkan hadiah.

Sampai pada sesi ini berakhir, keluarlah salah seorang yang dituakan dan dihormati di antara kami, sambil matanya sembab karena menangis, dan memang ia masih menangis. Para peserta meminta foto dengan bapak tersebut bersama ‘anak mereka’ masing-masing, dengan si bapak masih mengeluarkan air mata. Saya sempat bergurau, “Jangan mewek terus dong Pak”, tapi ga mempan.

Di sela-sela istirahat, bapak yang kami hormati itu mendatangi saya dan ternyata masih membahas ‘mewek’ tadi. Beliau bertanya, “Memangnya Farah ngga tersentuh melihat mereka?” Jleb. Saya jadi mikir, tapi sayangnya waktu beliau bertanya itu, saya tidak terpikir jawabannya *kebiasaan telmi. hehehe...

Bagaimana mungkin hati saya tidak tersentuh, sedangkan sedari tadi sayalah fasilitator yang paling sulit menahan tangis mengikuti jalannya materi di sesi-sesi yang sudah-sudah. Oh, saya tau kenapa.

Sebagai anak psikologi, kami lebih sering berinteraksi langsung dengan ABK, maupun tidak langsung dengan membahas mereka di kelas-kelas kuliah serta seminar, dan kehidupan sehari-hari kami. Kami mengenali bahwa mereka sama saja dengan orang-orang yang normal pada umumnya; mereka perlu dihargai dan ‘dianggap bisa’. Meskipun menurut penglihatan awam, mereka (maaf) kekurangan, tapi jiwa dan hati mereka akan sakit bila dianggap tidak bisa, tidak mandiri, selalu perlu bantuan orang lain yang normal. Mereka butuh kebahagiaan bahwa mereka mampu menjalani hidup mereka sendiri, tanpa terus diikuti oleh pandangan iba dan kasihan dari orang lain.

Kita ada untuk saling berbagi, kita mendatangi dan mendatangkan mereka untuk berbagi kebahagiaan. Maka kebahagiaanlah yang seharusnya kita bagi pada mereka, bukan rasa kasihan. Secara manusiawi mungkin kita memang tersentuh dan ‘takjub’ dengan keadaan mereka yang bisa bertahan dan ikhlas menerima taqdir Tuhan. Tapi menurut saya, simpanlah rasa itu dalam hati, jangan ditampakkan di depan mereka.

Ketika anak-anak itu datang ke ruangan, mereka harus melepas sepatunya. Guru-guru yang mendampinginya hanya memperhatikan sambil bersikap tegas dan berkata, “Ayo, buka sepatunya sendiri. Semuanya kan sudah bisa”. Ibu guru itu sudah menanamkan self efficacy (perasaan mampu dan berdaya) yang sangat penting bagi kepercayaan diri mereka kelak. Dan mereka benar-benar bisa melakukannya sendiri (kecuali beberapa anak dengan kebutuhan tertentu, tuna ganda; grahita, rungu, dan daksa sekaligus). Maka, sebaiknya kita dukunglah pelajaran yang telah susah payah diberikan oleh para guru itu.



Anak berkebutuhan khusus, punya hak yang sama dengan kita untuk dihargai bahwa mereka adalah seseorang yang mampu, kuat, dan mandiri. Mereka juga punya hak yang sama dengan kita, berhak untuk bahagia. Perlakukanlah mereka sebagaimana mereka ingin diperlakukan. Seperti anak perempuan di atas kursi roda, yang memancarkan binar wajah kebahagiaan bertemu dengan kami saat itu. 


ini anak perempuan yang saya maksud. Tapi waktu difoto entah kenapa ya ekspresinya jadi serius gitu? hihihi ;)


awalnya anak ini maunya pulang terus. Tapi Bapak ini berhasil mengambil hatinya dan memberikannya tawa kegembiraan. so sweet.. 


they can!
akhirnya pasrah di pelukan 'bapaknya', setelah lelah berontak karena dielus-elus dan dicium-ciumin terus sama 'si ibu'. Risih kali ya?



Tuesday, January 13, 2015

11 januari

3:04 PM 2 Comments
"11 Januari bertemu
menjalani kisah cinta ini
Naluri berkata,
engkaulah hidupku" (Gigi, 11 Januari)
 

Alhamdulillah. Ahad lalu, 11 Januari 2015, sahabat saya melangsungkan pernikahan di Makassar. Sahabat saya ini, Masya Allah, keren deh pokoknya. Baik banget. Selalu mendahulukan orang lain.

Saya ingat, saya pertama kali bertemu dengannya bulan Desember 2013 di kantor, di ruangan waktu bos saya sedang menginterviewnya. Saat itu sore hari, hampir jam pulang kantor. Dia sudah keluar dari ruangan akan pulang. Saat saya melewati meja bos saya hendak pulang, ada visit card yang tertinggal. Saya bawa dan ‘kejar’ dia sampai ke lobby, dan ternyata dia juga sedang menunggu lift untuk naik kembali mengambil kartu itu. Basa-basi sebentar, lalu saya diantar pulang karena ia dijemput oleh adiknya. Hehehe pertemuan pertama yang membawa rezeki. Bahkan di kemudian hari, adiknya ini lah yang membantu saya dan suami menjual motor waktu mau pindah ke Jakarta. Orang ini memang berkah. Aamiinn!

Pertemuan kedua di kantor juga, saat dia menunggu untuk diinterview seorang direktur yang akan jadi atasannya. Saya duduk menemaninya dan tanpa diduga, langsung keluar curhatan kegalauan. Hihihihi…

Tak seberapa lama, dia bergabung di perusahaan kami, dan kami menjadi sejoli yang sangat akrab. Satu ruangan, dan, seumuran. Dia juga sempat bekerja di Jakarta, jadi cukup bisa nyambung dengan saya, dari logat maupun pemahaman budaya. Belakangan diketahui, ternyata teman-temannya di Jakarta banyak juga yang merupakan teman saya di kampus! Hahaha makin klop deh.

Saya merasa lebih muda dan ceria aja gitu sejak ada dia di kantor. Pulang kantor kita suka ngebecak ke MaRI (Mal Ratu Indah), jalan-jalan, terus makan pecel ayam di belakang mal, trus jalan kaki sambil curhat. Dia juga yang mengenalkan saya pada Pasar Butung, semacam Tanah Abang di Makassar. Bahkan siang-siang pas Ramadhan yang panas, dia rela nemenin saya belanja ngelilingin Pasar Butung. Ah, you’re so kind beb.

Dia yang mencoba memakai cincin kawin saya di jarinya, beberapa hari sebelum saya resign. Saya pikir untuk model/mencocokkan saja untuk cincin kawinnya dia. Ternyata eh ternyata, dia lagi ngukur cincin saya sebagai mata-mata anak MT yang akan ngasih saya kenang-kenangan cincin emas. so sweet :) I love u 

Dalam perjalanan waktu yang sangat singkat, dia bertemu kembali dan dekat dengan kakak kelasnya di kampus, yang dulu katanya cuma ada di friend zone. Hahah. Kakak kelasnya dia itu baik banget. Setelah ada beliau, hampir tiap hari kami diantar sampai rumah dari kantor. Kalau saya ada perlu dulu dan minta ditinggal aja, dia nungguin dan ga mau ninggalin. Sekedar untuk beli testpack di apotek maupun ngambil barang dagangan saya di kanwil BSM, bahkan, sampai keluar masuk toko kado waktu lagi nyari kado buat keponakan maupun kenang-kenangan buat bos saya. Hahaha..

Nah, selama perjalanan mengantar pulang ini lah, saya akrab dengan si kakak kelasnya yang ternyata sama-sama usil dan tega ngeledekin si sahabat saya ini. Dan anehnya, saya menangkap kebahagiaan sahabat saya waktu itu, padahal dia kena telak dikerjain atau di cengin. Hihihihi lucu banget sih kalian.

Anyway, saya adalah orang yang sangat berbahagia dengan pernikahan mereka. Dua orang yang penuh dengan ketulusan.  

Baarakallaahu lakuma, wa Baraka ‘alaikuma, wa jama’a bainakumaa fii khaiir.

Selamat berbahagia, Sahabat Kami,


Yunita Eka Sari Bahrun dan (kak) Indra Ispujianto

:)