Judul : Pride and Prejudice
Penulis : Jane Austen
Penerbit Qanita, Edisi kedua, cetakan ke-3, Juli 2015
Jumlah halaman : 585 halaman
Pertama baca judulnya waktu jalan-jalan ke toko buku, kok
kayak akrab sekali ya? Ada kok di mata kuliah tertentu yang (tentu saja) saya
lupa. Selang 2 hari saya bertemu senior dalam sebuah perjalanan kerja ke
Kalimantan, dan dia memecahkan teka-teki itu: matkul Psikologi Sosial! Oh iyaaaa
namanya aja ‘prejudice’ ya >.<
Roman ini sudah berumur lebih dari 150 tahun tapi konon
katanya masih melegenda. Mbah Jane Austen menggunakan latar sosial kaum
menengah dan kelas atas di Inggris pada abad ke-19. Dalam roman ini
dipaparkan betapa kebanggaan sebagai anggota kelas atas yang dimiliki oleh
beberapa tokoh sangat membatasi bagaimana mereka berperilaku dan memandang
orang lain yang ‘setara’ dan bagaimana memandang dan berinteraksi dengan orang lain yang ‘lebih rendah’
dari kelas sosial mereka. Itulah ‘pride’;
kebanggaan akan darah biru yang mengaliri nadi segelintir orang. Dan bagaimana
orang-orang di kelas lebih rendah memandang mereka dengan penuh kekaguman dan sepenuh
pengharapan untuk mendapatkan kaum lelakinya sebagai menantu mereka.
Tapi kala itu tidak semua kaum bangsawan terpelajar, apalagi kaum
wanitanya. Namun tetap ada segelintir pemuda dan pemudi terpelajar dari kedua
golongan tersebut. Yang cara pandangnya melewati batas warna darah yang
mengaliri nadi manusia karena takdir menggariskannya demikian. Kaum terpelajar
dari kelas rendah tetap percaya dengan dirinya sendiri. Mereka tidak rendah
diri dengan bangsawan manapun yang ditemuinya karena memandang mereka setara
dengan dirinya. Dan nampaklah bahwa kecerdasan memang memiliki pesonanya sendiri.
*ouch, kenapa saya suka sekali dg kata-kata itu*
Setiap memori tentang latar belakang, lingkungan tempat tinggal,
teman-teman, tetangga, saudara, dan semua orang yang kita bergaul dengannya,
akan berkumpul menjadi semacam ringkasan di dalam otak yang biasanya kita
jadikan dasar untuk menilai perilaku seseorang. Yang belum terjadi sekalipun. Bahkan,
belum tentu benar. Itulah prejudice,
prasangka. Dan kerennya, roman ini benar-benar memutarbalikkan segala prasangka
yang dimiliki oleh semua tokohnya. Yes. S e m u a ! Menjelang akhir,
satu-persatu semua orang dihadapkan pada pembuktian bahwa prasangkanya selama
ini salah total. Sama sekali. Iya sih, ini fiksi, tapi Mrs. Jane benar-benar
ingin menunjukkan bahwa prasangka apapun terhadap siapapun, tidak layak
dijadikan dasar untuk menilai.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa...” (QS: Al Hujurat: 12)
No comments:
Post a Comment