Follow Us @farahzu

Friday, December 4, 2015

Resto Halal vs Masakan Rumah; Beda Sikon Ya!

5:21 PM 0 Comments

Alhamdulillah akhir-akhir ini kepedulian umat Muslim terhadap kehalalan makanan meningkat, meskipun belum semuanya peduli. Makanan halal itu urgent! Bukan penting lagi. Dan thayyib (baik, sehat) tentu saja.

Tapi sejujurnya saya agak terganggu sih dengan orang-orang yang menurut saya berlebihan dalam menyikapinya. Misal ada isu restoran tertentu mengandung bahan yang haram. Setelah diinvestigasi, lembaga ulama yang berwenang memutuskan hal itu tidak terbukti. Dan menegaskan kembali status kehalalannya. Tapi orang-orang tertentu bersikap, mending ga usah lah, ragu. Iya, menurut saya itu berlebihan. Kan sudah ada lembaga berwenang yang menyatakan kehalalannya. Ditegaskan kembali pula. Kalau menurut saya tanggung jawab kita ya sebatas memastikan ada fatwa halal. Soal apakah ada sesuatu di baliknya, itu bukan tanggung jawab kita. Bukan beban kita lagi. Nah itulah beratnya tanggung jawab lembaga tersebut. Bukan tanggung jawab kita.

Mungkin ada yang ingat cerita sahabat Nabi saw., Umar bin Khattab. Suatu ketika ada orang yang lewat di dekatnya, terkena air tampias dari genting sebuah rumah yang ada orang di atas genting tersebut. Orang itu bertanya, air apa ini yang mengenaiku? Sebelum dijawab, Umar berkata, “Hai pemilik rumah, tidak perlu kau beritahukan kepadanya”. Hal ini menandakan, si orang yang terkena air tersebut juga tidak perlu mencari tau asal air itu. Kecuali mencium baunya, melihat warnanya, meyakinkannya bukan najis, sepanjang itu saja. Maaf ya saya ga cantumin sumbernya, lupa.

Yaaa saya sih menghormati aja sikap orang yang pada akhirnya tetap menjaga dirinya dari hal yang menurut dia syubhat. Kalau belum ada fatwa ulama juga saya ga akan berani kok. Kalau sudah ada fatwa, ya berarti bukan syubhat dong. Tapi sekali lagi terserah, pilihan masing-masing. Asal jangan sampai terjerumus pada mengharamkan yang halal. Itu pilihan kok.

Lalu ada lagi orang-orang yang menyelesaikan isu tersebut (seolah-olah solusi) dengan ‘masakan rumah aja, lebih aman, pasti halalnya’. Kalau menurut saya itu ga nyambung. Berapa banyak sih orang makan di resto setiap waktu makan? Atau hanya kepengen jajan aja? Saya setuju sih masakan rumah memang aman, pasti halal, sehat. Tapi bagi saya dan orang-orang lain yang sering meninggalkan rumah karena hal penting atau pekerjaan, bahkan sampai berhari-hari, apakah mungkin masih bisa makan makanan rumah? Kalau sedang perjalanan, kan kita pasti cari tempat makan pada waktu makan tiba. Ga selalu bisa masak sendiri kan?

Udah. Mau menginfokan situasi dan kondisi lain aja bahwa masakan rumah ga selalu bisa menggantikan masakan restoran. Jadi  jangan buat kami (saya khususnya) merasa rendah diri karena sering makan di luar, sehingga seolah-olah menggampangkan urusan halal-haram. Tidak sama sekali. In sya Allah semoga istiqomah menjaga kehalalan apapun yang masuk ke perut saya dan keluarga.



Sanggup sejauh apa kau melangkah?

4:40 PM 2 Comments

Hasil gambar untuk pelari
sumber: ini
Sanggup sejauh apa kau melangkah? Jawabannya tergantung. Tergantung seberapa tinggi target atau cita-citamu. Orang bilang, gantungkan cita-citamu setinggi langit! Tentu saja biar kita semangat. Tapi banyak juga orang yang bilang, punya keinginan jangan tinggi-tinggi, kalau jatuh sakit. Yang pertama optimis. Yang kedua menyebut dirinya, realistis. Kamu yang mana?

Waktu baru masuk Kalla Group dulu, bos saya bertanya, “Mana yang Kamu pilih, target tinggi tidak tercapai, atau target rendah tercapai?” Saya memilih yang kedua, dengan catatan akan ada target-target lagi setelahnya. Karena tercapainya target pasti membuat kita senang dan termotivasi. Dan sekarang, setelah saya paham, setelah saya melihat simulasinya, dan setelah saya menyaksikan sendiri realitanya di kehidupan, saya tau, saya salah waktu itu.

Tetapkan tujuan dan target setinggi-tingginya. Ini akan menjadi energi besar yang mendorong usaha kita dalam mewujudkannya. Kita akan terdorong memanfaatkan semua sumber daya yang kita punya; tenaga, waktu, kesehatan, kecerdasan, finansial, jaringan, fasilitas, dan banyak lagi; atau mencari sumber-sumber dukungan lain yang kita butuhkan untuk mencapai tujuan itu. Sesusah apapun. Semustahil apapun kelihatannya. Kalaupun gagal mencapai bintang-bintang, paling nyangkutnya di lapisan atmosfir atau di awan-awan yang tinggi.

Bandingkan dengan target yang biasa-biasa saja. Karena tujuannya hanya segitu, ya pasti usahanya segitu-gitu saja. Tidak akan sama besaran usaha yang dikeluarkannya dengan usaha orang yang targetnya lebih tinggi. Kata siapa target rendah yang tercapai bikin kita termotivasi? (saya, tapi dulu)

Pada akhirnya, di waktu yang sama, di garis finish yang sama, kita akan lihat pencapaian keduanya. Kualitas diri keduanya. Meskipun target yang tinggi tidak selalu tercapai, tentu capaian yang telah diraih jauh lebih tinggi daripada si target rendah. Karena, usaha yang dikeluarkan juga sudah jauh melampaui si target rendah. Lebih jauh lagi, melampaui yang ga punya target. Ga percaya? Coba aja.


Yuk, bikin target-target terbaik dalam hidup kita! Hidup hanya sekali Saudara, sayang kalau ga maksimal.


inspired by:
Pak Syamril - KG Div. Head
KubikTraining
Business Performance Improvement