Judul : Kim ji-yeong, Lahir Tahun 1982
Penulis : Cho Nam-joo
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 192 halaman
Tahun terbit : 2019
Buku ini adalah sebuah novel yang jadi Karya
Fiksi Terlaris 2019 di Gramedia, bahkan mengalahkan novel-novelnya Tere Liye (sumber). Ini adalah novel terjemahan dengan judul
yang saya tidak bisa membacanya hehehe, pakai huruf dan bahasa Korea soalnya.
Novel ini bercerita tentang seorang
perempuan di Korea Selatan yang mengalami gangguan psikologis, di mana gejalanya
baru muncul setelah ia dewasa, menikah, dan melahirkan anak. Pembaca dibawa untuk
mengikuti masa perkembangannya dari kecil hingga menjadi seorang ibu, yaitu pada saat
gangguan psikologis itu muncul. Kim Ji-yeong tumbuh dan besar di lingkungan
yang sangat patriarki. Patriarki di sini bukan hanya soal masalah nasab yang
juga lazim di dunia ini, melainkan sebuah budaya yang sangat mengutamakan laki-laki.
Dari pekerjaan, pendidikan, bahkan di keluarga. Jika seorang perempuan melahirkan
anak perempuan, ibu dan ibu mertuanya akan berusaha menghiburnya, ‘tidak
apa-apa’, atau ‘anak berikutnya mungkin laki-laki’. Seolah melahirkan anak
perempuan adalah sebuah aib atau kesalahan. Jaman jahiliyah banget ga sik...
Anak perempuan juga bekerja keras untuk
menyekolahkan kakak atau adik laki-lakinya, tapi tidak untuk diri mereka sendiri.
Kzl yak. Cukup mencengangkan buat saya terutama ketika mengingat kelahiran si
tokoh ini adalah tahun 1982, berarti saat ini ia baru berusia 38 tahun, which
is masa hidupnya tidak jauh berbeda dengan saya, masih di dekade yang sama.
Artinya, cerita ini bukan terjadi di masa lalu yang jauh, melainkan masa-masa
yang dekat dengan sekarang, di negara yang cukup maju, namun kenyataannya masih
seperti itu. Sebagai perempuan, gue sedih guys. Sekaligus bersyukur sih, hidup
di negara ini dengan memegang agama ini sebagai jalan hidup mati gue, yang juga
didukung oleh lingkungan yang memegang nilai-nilai yang sama. Alhamdulillahilladzii
bi ni’matihi tatimmushshaalihat. Ternyata di luaran sana di dunia ini ada
banyak sekali yang tidak seberuntung kita.
Buku ini menarik untuk dibaca bahkan bagi orang-orang yang bukan penggemar Korea seperti saya. Banyak pengetahuan dan pembelajaran yang baru saya dapat ketika membaca buku ini. Salah satunya adalah bahwa kita sebagai pribadi, sebagai teman, saudara, dan orang tua, perlu mengontrol lisan kita, karena kita sering kali tidak sadar ucapan kita yang bagaimana yang bisa melukai hati orang lain. Dan berhubung orang itu memiliki masa lalu dan preferensi yang berbeda-beda, bisa jadi luka kecil itu terbawa hingga dia dewasa dan menyebabkan keburukan baginya. Na’udzubillah, semoga kita dihindarkan dari menjadi sebab keburukan bagi orang lain. Aamiin…