Follow Us @farahzu

Monday, December 29, 2008

Becak, Gaya Hidup Konsumtif?

4:35 PM 10 Comments
 
     Kalau dihitung-hitung, ongkos saya pulang dari Depok ke Bekasi tuh mahal juga lho... Lebih dari Rp15.000. Sekali jalan, hanya pulang, bukan bolak-balik ya! Setelah dihitung-hitung lagi,,, ternyata yang membuat mahal adalah ongkos becak dari depan buaran sampai depan pagar rumah. 5.000 rupiah, bayangkan, sama dengan ongkos bis kota dari Kp.Rambutan ke Bekasi, via Tol Cikunir (yang lebih mahal daripada via UKI)!
  
     Sebenarnya sih kalau jalan bisa-bisa aja... Tapi, males. heheh.. Saya pikir, "yah, kan seminggu sekali ini..." Lagi pula, setiap pulang ke rumah, bawaan saya selalu ga asoy buat diajak jalan kira-kira 1 km, berat luar biasa -maklum, anak kos, hhee-. Jadi, sekalian sudah kenal juga dengan abang-abang becak yang mangkal di buaran, ya sudah lah, becak aja, sekali-sekali (lagi).
   
    Bersyukur banget, ada motor. Jadi Rp5.000-nya bisa lebih produktif, lumayan, bensin seliter.. Jadi kalau sedang beraktivitas di sekitar Bekasi, motor-lah andalanku (serasa lebih macho ga siihh??) =)

    Kalau dibandingkan ojeg, menurut saya becak itu serba lebih.
  • Lebih inspiring!! Selalu ingin buat tulisan kalau sedang naik becak =)
  • Lebih nyaman karena sendirian,
  • Lebih aman dari fitnah -ga boncengan ama abangnya, apalagi kalo abangnya masih muda-,
  • Lebih ramah lingkungan,
  • Lebih terlihat sederhana karena digerakkan dengan tenaga manusia,
  • Lebih aseli budaya kita (iya ga ya?), terus,,,
  • Yah, betul, lebih mahal. Coba saja bandingkan. Tapi jangan bandingkan dengan tarif ojeg di UI ya, mahal soalnya.
     
    Jadi, becak = konsumtif??
    Dibilang iya, memang jelas iya, mahal bo,
    Tapi dibilang tidak, bisa juga. Coz becak itu membawa kesan tradisional dan bersahaja. Tapi, yah, niatkan saja kita bantu-bantu abangnya ya,,, sukur-sukur bisa ngasih lebih =)
               
       -Tunjukkan padaku, siapa di antara kalian yang masih banyak becak di rumahnya-
                                   Depok, 29 Desember 2008

Ritual Malam MInggu (Part 2), Cerita Sepasang Insan

4:08 PM 6 Comments
Ritual malam minggu,,, pekan lalu saat aku pulang, ibuku berbagi cerita lama tentang “sejarah hidupnya”, sambil menunggu pangeran berkuda putihnya (ayahku) pulang malam itu. Sejak kecil, remaja, hingga bertemu dengan ayah. Juga cerita tentang masa-masa awal mereka berumah tangga. Parah. Namun lucu. Dan cerita itu semakin memperbesar cintaku pada ayah, selalu. Dan kasihku pada ibuku. Sebenarnya cerita-cerita itu telah sangat sering kudengar sejak ku kecil, bahkan aku sampai hafal alur ceritanya. Namun selalu ada hal baru yang belum pernah kudengar. Padahal ceritanya itu-itu saja. Yah, pengalaman memang memberi terlalu banyak pelajaran dan kesan (experiential learning, David Kolb). Tak cukup diwariskan hanya melalui cerita.
Awalnya ibuku bercerita tentang bagaimana sulitnya menjadi menteri keuangan dan menteri dalam negeri sekaligus di masa-masa awal. Kugali lebih dalam terutama tentang menjadi menteri keuangan dalam sebuah republik bernama rumah tangga. Beliau juga membagi tips untuk menjadi menteri keuangan yang prestatif. Di mata suami, keluarga, dan yang terpenting di mata Allah. Berkali-kali beliau menekankan, jangan pernah lupa atau merasa berat untuk bersedekah. Harta yang kita sedekahkan adalah sejatinya harta yang kita punya. Allah tidak akan memiskinkan orang yang bersedekah. Bahkan Allah akan melipatgandakan rezeki untuknya. Tak lupa yang paling penting, Allah akan melimpahkan keberkahan dalam rezeki dan kehidupannya. Ternyata, inilah rahasia kelapangan hidup ayah dan ibuku.
Ritual malam minggu,,, pekan lalu aku mendapat banyak sekali pelajaran dari ibuku. Pekan ini saat aku pulang,,, giliran ayahku beraksi. Malam itu aku menggali banyak sekali kisah dan pelajaran dari “sejarah hidup” ayahku –malam itu permaisurinya sedang ada pengajian, salah satu cara menjadikannya bidadari abadi. Cerita tentang masa kecil hingga dewasanya yang telah menempa mental beliau menjadi sekuat baja namun berhati selembut sutera. Ayahku pahlawan. Untuk dirinya, keluarganya dulu, ibu dan adik tirinya, rekan-rekannya, bawahannya, hingga istrinya, dan anak-anaknya kini. Berbagai deraan yang menimpanya kian meringankan hatinya untuk senantiasa ikhlas dan tulus. Ikhlas, dan tulus.
Bekasi, 27 Desember 2008

Ritual Malam MInggu (Part 1)

4:06 PM 7 Comments

          Seperti biasa, akhir pekan ini aku pulang. Hehe, setelah sekian lama (tak pernah di semester ini) tak pernah pulang sebelum Sabtu maghrib, kali ini aku sampai rumah pukul 13.30. Kini “pusat keramaian” mulai pindah ke kamarku. Semua berkumpul di sana. Ngobrol, tentang apapun, sampai tertidur…
Ritual malam minggu,,, saat-saat itu adalah saat-saat khusus yang tidak pernah rela aku gantikan dengan agenda apapun. Kuusahakan sangat,, karena tidak ada waktu lagi (halah) selain itu. “Pusat keramaian” kembali ke tempat semula—kamar orang tuaku. Lagi-lagi, mengobrol, memijat, “menginjak”, bercanda, tawa, curhat, atau saling meledek dan menggoda,,, sampai tertidur…

Ritual malam minggu,,, meski sedikit waktu untuk itu,,, hanya beberapa jam, bagiku berarti sangat besar dan penting. Bagaimana tidak, maghrib baru sampai rumah, makan, mandi, shalat,, sampai kupikir aku tak perlu istirahat lagi, ritual malam minggu, lalu esok paginya beraktivitas kembali di luar rumah (tak jarang hampir seharian). Istirahat, ba’da subuh esok harinya sudah harus standby kembali di depan Tol Barat, kembali ke dunia nyata—kampus.
Ritual malam minggu,,, ini salah satu strategi “efektif”-ku. Terbatasnya waktu bersama keluarga sedangkan tipikal keluargaku adalah yang menjunjung tinggi kebersamaan keluarga, awalnya aku merasa sangat kesulitan membagi waktu, diri, dan konsentrasi. Konflik pun tak jarang terjadi karena aku hanya dianggap “numpang tidur” di rumah. Tapi seiring berjalannya waktu, aku belajar.
Ternyata kuncinya adalah efektif, kawan. Saat berada di rumah, kutanggalkan semua beban amanahku di luar, tugas-tugas kuliah, bahkan awalnya amanah tubuh dan pikiranku sendiri untuk istirahat. Keluarga juga amanah (sekalian belajar untuk keluargaku sendiri nanti, hehehe). Tidak seperti yang kudengar dari curhatan ibu-ibu yang “senasib” dengan ibuku karena anaknya sangat sibuk di luar.

                                                                                                                    Bekasi, 20 Desember 2008

Tuesday, December 9, 2008

Kurban Tahun Ini: Satu Hal

7:49 AM 19 Comments
Satu hal yang paling kukhawatirkan menjadi panitia kurban tiap tahun: keadilan. Katakanlah sapi 1 dijadikan 200 bungkus daging, atau 220 bila sapinya besar. Nah, aku takut tidak reliabel karena penghitungannya tidak menggunakan alat ukur yang ajeg (timbangan), melainkan diukur dengan mata dan hati (tidak selalu menjadi mata hati kan?). “Yak, sapi 1 200!” bergeraklah kami membuat 20 baris ke samping dan 10 baris ke belakang. Dibagi seadil mungkin pada tiap-tiap gundukan daging-daging itu.
Satu hal yang paling seru dalam bekerja jadi panitia kurban tiap tahun: adalah ketika seseorang telah berteriak, “Bungkus!!” yang diikuti oleh teriakan yang lain untuk meramaikan. Beberapa orang yang beristirahat sambil membuka-buka kantong plastik untuk memudahkan pembungkusan, langsung menyebar kantong-kantong itu,, diikuti dengan liarnya panitia yang lain (kebanyakan remaja putri, gadis-gadis yang sudah lewat dari remaja seperti aku dan beberapa teman, dan ibu-ibu) membungkusi daging-daging, mengikat, dan melemparnya ke satu arah yang pasti. Dengan berebut! Seru deh! Tak jarang beberapa panitia menarik plastik kosong yang sama, karena “crowded”-nya saat itu. Seru. Rebutan. Tertawa.
Satu hal yang tidak boleh lagi kulupakan dalam menjadi panitia kurban tahun depan: lepas cincin dari rumah! Kalau tidak, pasti darah-darah hewan itu akan nempel dan sangat sulit membersihkannya. Dan bodohnya, tahun ini aku lupa lagi!
Satu mata pelajaran yang selalu kami pelajari kembali saat jadi panitia kurban: biologi. Mencoba mengenali organ-organ dalam hewan yang masih utuh maupun yang telah tercabik-cabik oleh pisau dan golok panitia tim cacah-cincang (yang ini remaja putra, pria-pria dewasa muda awal seumurku, tukang becak, abang-abang, dan bapak-bapak).
Satu orang yang selalu mengagetkanku dengan bagian-bagian “aneh” hewan kurban: Mang Y…i! Selalu deh! Kadang dengan ekor sapi yang full rambut dan panjang (mengerikan), kadang dengan “organ-organ tertentu” yang menjijikkan, kadang dengan,,, banyak lah.
Satu hal paling menyebalkan untukku setiap jadi panitia kurban: asap rokok.
Satu hal yang paling terabaikan saat jadi panitia kurban: handphone
Satu hal yang selalu ada namun selalu berganti di panitia kurban setiap tahun: seragam panitia. Kali ini kaos hitam, bersablon, bagus. Tahun lalu merah. Tahun kemarinnya lagi biru dongker.
Satu hal yang dibolehkan khusus untukku tapi tidak yang lain: memakai sandal di antara barisan daging-daging saat yang lain bertelanjang kaki. Hihi, makanya pakai kaos kaki…
Satu hal yang paling dinikmati oleh para ABG putri yang jadi panitia kurban: mejeng, serasa selebritis setahun sekali. Saat kami bekerja, orang-orang yang berharap daging kurban telah berjejer sejak siang di luar pagar tali yang dibuat panitia untuk ketertiban. Dan mereka memandang terus ke arah kami (walaupun yang lebih masuk akal mereka memandangi daging-daging itu, bukan kami).
 Satu hal yang paling “mengganggu pikiranku” saat jadi panitia kurban tahun ini: penghitungan suara BEM UI. Haduh, entah, gelisah bangetzzs!!
Satu hal paling istimewa dalam kegiatan kurban tiap tahun: kumpul dengan teman-teman se-komplek! Setahun sekali nih…
Satu hikmah abadi dalam kegiatan kurban tiap tahun: kesyukuran. Alhamdulillah.

Thursday, November 13, 2008

Aku ingin kalian tumbuh kuat

6:59 PM 10 Comments
Bahwa mencintai tidak hanya berarti memberi. Mencintai juga berarti menumbuhkan, mengembangkan, dan menjadikannya kuat. Jazakallah atas pelajaran berharganya Om, bahwa mencintai tidak berarti selalu ada untuk menguatkan. Kadang, kala ia terjatuh, cinta membiarkannya belajar, bagaimana caranya bangun kembali.
Takut salah mendidik,
            Depok, 11 November 2008

Wednesday, November 12, 2008

Zona Nyaman; Jangan Pernah Kau Tinggalkan (Penting, baca sampai habis)

6:59 PM 20 Comments
*enak ya, jadi observer*
       Berawal dari kedatangan telat-ku di kelas pelatihan hari ini, Senin 10 November 2008. Yaaahh, 5 menit saja,, ngerasain juga akhirnya duduk di parking lot. Jadi observer. Tidak punya hak bicara. Alhamdulilah, pendengaran tidak perlu diatur haknya.
       Jadi observer. Meski kadang gatal untuk bicara, tapi aku merasakan keadaan psikologis yang sangaaaaaatt nyaman. Tak ada sedikitpun ancaman ataupun ketakutan. Juga tidak perlu merasa bersalah jika salah menjawab atau berpendapat. Atau ketika tidak tau sama sekali tentang jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan dosen. Nyaman,, Sebenar-benar nyaman.
      Tapi…aku tidak bisa mendapat sebanyak yang teman-teman lain dapatkan jika datang tepat waktu. Ilmu. Yeah, pelajaran. Soft skills. Kekuatan mental. Kelapangan dada. Sabar. Pengetahuan yang lebih mendalam dan komprehensif. Dan keterjagaan (keaktifan menghindarkan kita dari ngantuk, hehe..).
      Tapi (lagi), kondisi itu tidak nyaman! Itu sebabnya, sebagian besar peserta ajar (siswa, mahasiswa, hingga mutarabbi) menunduk dan menghindari tatapan pengajar ketika pertanyaannya terlontar. Sekali lagi, tidak nyaman. Dulu, aku yang belum tau “hukum umum” itu terjebak mata dosen karena tidak ikut menunduk saat dosen bertanya. Jadilah aku yang tatapannya “tertangkap” harus menjawab pertanyaan yang sesungguhnya aku sama sekali tidak tau jawabannya.
      Setiap kita punya zona nyamannya masing-masing. Sering, kita sangat enggan untuk meninggalkan zona itu. Ah, sudah nyaman. Yang penting gua senang. Hidup ngapain dibikin susah... Yah, biasanya seperti itu. Atau, ada ketakutan untuk menghadapi kenyataan-kenyataan yang ada di luar zona nyaman kita.
     Hhmm,, jadi ingat. Dulu waktu "kecil", waktu masih di legislatif mahasiswa fakultas, aku mendapat banyak sekali pelajaran tentang ini. Di fakultas (duh, malu nih mau ngaku) aku selalu uring-uringan.. Kalo lagi kesel sama POMDA atau bendum2 senat yang tentu saja tidak sebaik seperti sekarang terhadap bendum MPM, aku selalu melarikan diri menemui partner kerjaku yang lain: Emi, bendum FUSI. Haha, lucu rasanya. Kalo ada Mba Mira sang ketua BPM, p[ada beliau lah aku menumpahkan segalanya.
      Hingga akhirnya aku menemukan hal yang sangat menyenangkan. "Bermain-main" di tingkat UI. JAdi PJ Humas Pokja Pemilihan Rektor UI. Hwaaaa,,, aku baru benar-benar merasakan kenyamanan itu. Meski capek, tapi senang. Nyaman. Dan gerakku pun lebih sempurna (jauh lebih baik lah,,).
  Nah, setelah Pokja Pilrek berakhir dan aku menemukan bahwa "UI" itu menyenangkan,, setiap kali burn out dengan kerjaan di fakultas, aku melarikan diri. Bukan mencari orang lain. Tapi mencari fakultas lain (Haha,, kalo ingat payah banget dehh) yang membuatku nyaman. Biasanya aku "nongkrong" di mushola FKM. Menikmati nyamannya mushola indah itu sambil bermimpi fakultasku memiliki mushola serupa, Bertemu teman-teman yang luar biasa ramah dan menyenangkan sangat... Menyenangkan sekali...
     Tapi lama kelamaan, kupikir aku tidak bisa terus seperti itu. Lambat laun aku "semakin besar" dan menyadari, bahwa aku harus kuat di setiap situasi. Meski di legisltif dulu aku "digampar-gampar" ke sana kemari, lantas "kabur" menyelamatkan diri, kupikir, sudah saatnya aku dewasa. Berani menghadapi semua yang ada di hadapanku. Toh, semuanya juga pilihanku.
      Pilihanku untuk belajar lebih banyak di sana. Untuk lebih kuat dari yang lain. Pilihan untuk bertumbuh dengan optimal dan menjadi pribadi (dan kader da'wah) "tahan banting". Meski sulit, tapi pasti bisa! Kadang orang yang "mau" lebih bermanfaat daripada orang yang "mampu" (kata-kata indah penyemangat dari Cune). Bahwa, seperti pada cerita awalku di atas, tidak akan banyak yang bisa didapat bila kita terus berada dalam zona nyaman kita.
         Nah,, setelah kujalani dan kurenungkan kembali,,, Rasanya aku akan lelah kalau keluar dari zona nyamanku untuk menjalankan amanah-amanah ini. SAmpai kapan? Berharap "medan"-ku akan berubah? Kapan?? Akhirnyaaa... Kuputuskan bahwa aku tidak akan keluar dari zona nyamanku. Tapi aku akan belajar untuk meluaskan zona nyaman itu. Jadi apapun kondisinya, aku bisa terbiasa untuk nyaman, sekeras apapun, dan bekerja seoptimal saat aku merasa benar-benar nyaman.
   Yaaah, itulah mungkin, ladang amal yang Allah sediakan untukku. Ya Allah, luluskanlah hamba dhaif-Mu ini dalam ujian keimanan indah ini...

***
Teman, kita tidak akan bisa berkembang lebih baik bila terus berada di zona nyaman kita. Seperti teori 3 steps model dari Lewin, seseorang yang berada dalam kondisi “freeze” harus mengalami disekuilibrium untuk dapat moving/change, unfreeze…lalu refreeze, dengan tingkah laku baru yang lebih adaptif (haduh, maaf, gara-gara lagi kuliah Pelatihan)
Depok, 10 November 2008

Friday, November 7, 2008

kalimat majemuk

3:32 PM 7 Comments
Bismillah,, semoga berkah…
Aku jadi ingin nulis. Hilang rasa laparku, :D
Membaca tulisan seorang anak MIPA, membuatku menarik sebuah kesimpulan. Bukan kesimpulan sebenarnya, karena terlalu menggeneralisir. Bahwa,
Ternyata anak MIPA itu teramat sangat hebat dalam membuat kalimat majemuk. Setara maupun bertingkat. :p

Abis dari Teknik (lhoh, kok MIPA?)
Depok, 7 November 2008

Tuesday, November 4, 2008

Sebuah Klarifikasi Atas Blog Sebelumnya

6:40 PM 4 Comments
Ehm, ehm, sepertinya pada salah nangkep nih maksudku nulis di blog ini...
kata "mau" di judul tsb SAMA SEKALI TIDAK BERMAKSUD untuk "menawarkan" anak-anakku untuk kalian, atau siapapun... Kan sudah kubilang, mereka milik ummat =D

"mau" di sana, artinya, siapa yang mau punya anak sehebat anak-anakku?

begitchuuu... okai, okai?? mohon maaf kalo banyak yang jadi salah persepsi... Apalagi salah berharap =D maaf ya... tidak bermaksud menyinggung siapapun.

(tapi kalau ada yang emang beneran "xxx", boleh menghubungi saya)
^_^

Wednesday, October 29, 2008

Hey semua, aku punya anak-anak yang hebat. Mau?

3:03 PM 21 Comments
Hehehe, maaf, mereka tidak untuk dimiliki oleh salah satu dari kalian. Sebagai mamah mereka, aku pun tidak bisa memiliki mereka selayaknya orang tua pada umumnya. Entah aku orang tua yang keberapa untuk mereka, atau orang ke berapa yang hampir merasa boleh memiliki mereka. Memang mereka memanggilku dengan sebutan agung itu, tapi sejatinya mereka bukan anak-anakku (yaiyalah,, apaan sih??), melainkan, mereka itu milik ummat, mereka aset besar dien ini.
Anak pertamaku sedang sibuk mengurus undang-undang dan peraturan, supervisi kepanitiaan dan dengan setia mem-back up kader-kadernya di lembaganya saat ini. Kata beberapa orang, dia yang paling mirip denganku. Karakter, pemikiran, dan.. penampilan (yang ini iya ga sih?)
Anak keduaku, tak kalah hebatnya. Dengan angkatan yang masih terbilang sangat belia, ia maju menjadi ketua sebuah kepanitiaan. Padahal tepat setahun sebelumnya, sang ketua adalah aku –yang berbeda lebih dari 1 angkatan. Ia sangat berani. Dan cerdas.
Anakku yang ketiga, ia sangat supel. Jaringannya luas. Tapi hijabnya sangat terjaga, insya Allah. Kompetensi dan kredibilitasnya dipercaya banyak orang. Kini ia sedang berjuang meng-upgrade dirinya untuk optimalisasi potensinya untuk ummat. Anakku yang ini, puitis sekali.
Anakku yang keempat, sangat dekat dengan anak pertamaku. Dia juga hebat. Fast learner dan gesit. Heboh, dan menyenangkan. Terbuka. Genuine. Ia kini sedang mengemban amanah besar sebagai steering committee sebuah kepanitiaan yang diketuai oleh anakku yang kedua. Akhir-akhir ini ia sangat rajin memakai rok. Cantik.
28 Oktober 2008

Wednesday, October 22, 2008

Profesor Kehidupan

2:58 PM 6 Comments
Kenapa ada orang yang:
  1. menyenangkan, selalu membuat orang-orang di sekitarnya merasa nyaman, meski ia tidak melakukan apapun
  2. menyebalkan, meski tanpa melakukan apapun, selalu membuat orang di sekitarnya tidak nyaman
  3. menganggap dirinya hebat -meski tanpa bukti-
  4. membuat orang di sekitarnya merasa "bodoh" atau lebih rendah kapasitasnya
  5. sangat sabar menghadapi segala macam manusia yang ia temui dan ia layani dalam kehidupannya
  6. merasa nyaman dengan kekurangan yang sebenarnya bisa ia perbaiki
  7. memiliki inteligensi tinggi, tapi untuk penalaran isu-isu makro sangat lambat?
  8. sangat cerdas tapi tidak peka pada hal-hal sepele
  9. tulus meski tak pernah mendapat umpan balik positif dari orang lain
  10. tidak tulus meski tak pernah memberi kebaikan pada orang lain
  11. ???
karena aku anak psikologi, mungkin ada yang menganggap aneh dengan pertanyaan-pertanyaan ini. Padahal sih jawabannya, "Makanya, belajarlah psikologi" :D
-ehem, bukan itu jawabannya- 
Teori-teori mungkin bisa menjelaskan sebagiannya. Tapi ada beberapa yang tidak bisa dijangkau oleh teori-teori Psikologi Barat yang ada sekarang - yang dipelajari di kelas-kelas kami sekarang.
-siapa nih, yang mau berkontribusi untuk Psikologi Islam, bukan Psikologi Islami?-
Nah, orang-orang dengan karakteristik itu kutemui dalam hidupku. Ada yang menyenangkan, ada juga yang mengganggu. Dan belajarlah untuk memahami, menghadapi, dan bergaul dengan semua. Karakteristik yang kupertanyakan di atas bukan tipe-tipe kepribadian. Tapi beberapa yang kuanggap mencolok, aneh, dan tidak biasa.
-sebenernya tulisan ini mau bicara apa sih??-
-hanya ingin menulis-, dan -menyampaikan-
bahwa terlalu banyak pelajaran yang bisa kita ambil dalam kehidupan kita setiap harinya. Mengenali manusia-manusia salah satunya. Meski kau tidak belajar ilmu psikologi, tidak masalah. Belajarlah dari hidupmu, dari hidup orang lain, dan dari semesta. Dan jadilah PROFESOR KEHIDUPAN
"hikmah itu milik orang mu'min yang hilang. Di manapun ia menemukannya, ia berhak atasnya" (Al Hadits)

Thursday, October 9, 2008

mustalwaysbehappy

10:57 AM 6 Comments
         Setidaknya ada beberapa alasan yang membuatku berpikir bahwa, tidak ada satu hal pun yang dapat membuatku sedih atau mengalami emosi negatif lain (cemas, depresi, dsb) dengannya, selain hal tersebut juga bisa membuatku happy. Meski tidak berurutan, ini dia sebab-sebabnya:
1. Namaku Farah; which means “happy”
2. Kelompok mata kuliah KAUPku bernama, “KAUP GEMBIRA”. Jadi aku harus menjunjung tinggi nama, jargon, serta do’a kami tersebut.
3. Kelompok KAUP kami juga kebagian membahas konstruk Happiness dalam pembuatan alat ukur typical performance test. 
4. Dokter bilang, stres atau beban pikiran lainnya juga dapat memicu tumbuhnya jerawat! Jadi bukan hanya faktor jenis kulit dan makanan yang dikonsumsi saja yang jadi penyebab jerawat.
5. Masalah itu pasti akan selalu menyertai hidup kita. Karena, hidup hanyalah perpindahan dari satu masalah ke masalah yang lain. Jadi kalau tidak mau punya masalah, ya ga usah idup aja =)
Masalah itu salah satu karunia Allah, untuk kita agar senantiasa belajar dan bersyukur agar terhindar dari azab-Nya (QS:14:7). Selain itu, masalah menjaga kita agar tetap dekat dengan-Nya (jadi banyak mendekatkan diri dan berdo’a khaan? Hayo ngaku!).
Pemahaman dan keyakinan mengenai hal ini akan melapangkan dada, mendapat kemudahan dalam bermacam urusannya, dan dilancarkan kekakuan lidahnya. Aamiin.
6. Baik dan buruk, positif dan negatif, itu relatif. Tergantung dari sudut mana kita ‘ingin’ melihat dan menilainya--‘Ingin’, karena sebenarnya sudut pandang itu pilihan. Mau melihat dari sisi negatif, yo wis. Mau dari sisi positif, mangga. Saya sarankan, lihat ‘dulu’ dari sisi positif-- ‘Dulu’, karena yang baik adalah melihat dan menilai dari berbagai sisi, baik-buruknya, positif dan negatifnya. Sudut pandang yang positif dapat menaikkan kepercayaan diri maupun self esteem kita. Atau paling tidak membuat kita mengalami emosi positif. Ketika suasana hati sedang baik, kita lebih dapat menerima hal yang buruk dengan lapang dada.
Contoh: ketika sedang dipusingkan dengan KAUP, seorang teman dari FKM berkata, “KAUP, Kutukan Allah Untuk Psikologi”. Haha, mungkin telah banyak anak psikologi yang mengeluh dipusingkan (sesungguhnya jauh lebih dari sekedar ‘dipusingkan’) oleh si mata kuliah tercinta pada temanku itu. Ah, tapi, aku akan mengubahnya menjadi, “KAUP= Karunia Allah Untuk Psikologi” n_n
7. Ketika “dibantai” oleh dosen dan asdos terkait dengan laporan yang kami kumpulkan dengan penuh keterbatasan (waktu, referensi, psikomotor, dan kognitif), entah kenapa aku dan seorang temanku di kelompok KAUP GEMBIRA, menjadi teramat sangat bergairah untuk menaklukkan si cinta ini. Aku pernah berkata padanya, “Aku selalu berdoa biar KAUP kita dapet A”. Tapi kenyataannya laporan KAUP kami sangat sulit untuk bisa dibilang memuaskan. Kami pun akhirnya menyimpulkan, “Nah, mungkin inilah jalannya untuk dapet nilai A!”. ‘Dibantai’ abis-abisan, dicoret-coret setiap lembar laporan kami, lalu banyak feedback yang terdengar agak menyakitkan meski 89% feedback itu benar… Yah, mungkin inilah jalannya. Dan kami pun bergairah kembali. KAUP, kau benar-benar karunia!!!
And I’m happy!! ;D
Depok, Kota Perjuangan
7-8 Oktober 2008

Monday, October 6, 2008

Malam Terakhir

5:51 PM 6 Comments

--di Usia 20
Hoaahhmm, sedih rasanya. Sedih sekali. Makin banyak waktuku terbuang. Makin banyak tuntutan yang harus terpenuhi seiring dengan berjalannya usia. Tak boleh lagi berpikir seperti anak kecil, bahwa masih ada orang lain yang akan menyelesaikansemuanya. Aku hanya membantu. Tidak. Kini aku harus bisa menjadi pemeran utama dalam hidupku. Bukan lagi orang tuaku. Atau siapapun di luar diriku. Just my self.
Aku menyadarinya setahun lalu, saat tak bisa lagi memungkiri berjalannya waktu yang menuntunku ke gerbang usia berkepala 2. Tapi tetap saja kadang masih ada takut menghadapinya. Masih adaingin untuk memungkiri itu semua. Tak mempedulikan teori perkembangan Barat bahwa usiaku telah masuk dewasa muda, hanya menggunakan teori Mas Ito (Prof. Sarlito) bahwa di Indonesia, seseorang masih disebut remaja hingga usianya 24 tahun selama ia belum menikah. Padahal dalam Islam, ketika seseorang sudah baligh, maka ia sudah dikatakan dewasa. Dan ia harus dewasa.
Sebenarnya aku masih senang jadi anak-anak (kalau seseorang berinisial ‘I’ membaca tulisan ini, ia pasti menuduh, “dasar anak bungsu, manja”). Riang, penuh keceriaan. Ringan memandang hidup. Tak punya masalah berarti. Tapi,anak-anakjuga tak harus bertanggung jawabatas perbuatannya. Anak-anak juga tak mengenal BEM, makalah, KAUP, apalagi skripsi. “Apa itu?”, pasti itu komentar mereka mendengar kata-kata di atas. Tugas perkembangan mereka:bermain. Oh senangnya…
Sebagai manusia normal yang tidak memiliki gangguan psikis, alhamdulillah, aku tetap harus menghadapi semuanya. Tidak ada lari. Karena di depan ada rahmat dan surga Allah menanti dengan pintunya yang banyak. Aku mau masuk dari… Semua pintu!
Aku tidak mungkin menjadi pelayan di surga. Karena jelas, sampai saat ini aku masih hidup, sedangkan mereka adalahmanusia-manusia tak berdosa yang meninggal ketika masih kecil.Jadi aku ingin memiliki istana di sana. Dan aku tahu pasti–kau juga—surga beserta segala ‘fasilitas’ dan kenikmatannya tidaklah gratis. Hanya ketaqwaan dan amal shalih yang bisa jadi penebusnya.
Dan anak-anak? Tidak. Biarlah itu jatah mereka. Karena tidak diuji, mereka menjadi pelayan (tetep aja, di surga yang abadi, bo!). Namun hanya pelayan (meskipun di surga).
Selamat datang hari! Akusiap menyambut hidupku!!
Bekasi, 3 Oktober 2008

Friday, September 19, 2008

Aku Suka Dekat, Tapi Tidak Menempel

7:43 PM 2 Comments
Waktu kuliah Kepribadian I di semester 4, Mas Budi menganalisis tulisanku yang tampak sambung. Menurut beliau aku mudah dekat dengan orang lain. Ya, itu betul. Tapi belakangan ini aku baru sadar, ternyata kadang aku lebih senang sendiri. Beberapa orang menginterpretasikannya sebagai individualis.
         Ya, kalau berjalan aku lebih senang sendiri, kecuali menemukan teman perjalanan yang ‘seirama’ denganku.
         Di kosan, aku lebih suka menyelesaikan tugas-tugasku walau banyak godaan datang untuk mengobrol dengan tetangga-tetangga kamar. Dan aku jarang tergoda. Kaku memang. Tapi beberapa tahun belakangan ini aku mulai berusaha membaur –tetep, seperlunya. Awalnya aku kaget karena ternyata waktu sudah berlalu banyak sekali untuk mengobrol dan banyak pekerjaan yang terbengkalai. Semenjak itu, aku sangat hati-hati (kalo ngobrol, selalu liat jam dan komitmen dengan jadwal).
         Nah, mohon maaf sebelumnya kalau ada yang tersinggung…
Aku agak terganggu kalau kedekatan itu sampai jadi 'nempel' (ini versi-ku, silahkan kalau ada yang tidak setuju).
       Aku tidak suka selalu ditunggu, karena aku sebenarnya tidak suka menunggu. Wajarnya, orang yang selalu menunggu orang lain menyelesaikan pekerjaannya, juga ingin ditungguin ketika mereka menyelesaikan pekerjaan mereka. Dan sekali lagi, sebenarnya aku tidak suka menunggu (katanya aku tidaksabaran, tapi bagiku penempatan kata 'sabar' di sana tidak tepat). Bagiku, kalau sudah selesai, ya jalanlah lebih dulu. Agar detik-detik dan menit yang ada tidak terbuang percuma hanya untuk menunggu orang mengerjakan hal sama. Jadi tidak produktif kaann?? (orang mengerjakan hal yang sama...).
       Alasan lain kenapa aku tidak suka ditunggu untuk hal-hal sepele (seperti wudhu, pakai sepatu, atau merapikan jilbab) adalah, 'kok ga mandiri banget ya, gitu aja ditungguin?'
Sekali lagi, karena aku sebenarnya tidak suka menunggu untuk hal-hal seperti itu. Sayang waktunya. Dan, karena aku sangat menghargai sesuatu yang bernama WAKTU.

mereka bilang aku genuin

7:19 PM 3 Comments
        Entah kenapa aku sangat ekspresif. Kalau suka bilang suka, tidak suka bilang tidak suka. Senang, malu, terharu, lelah, kesal, dan apapun emosi yang kualami, semua tampak dan dengan mudah terbaca oleh orang-orang di sekitarku. Kuliah Konseling yang masih segar di kepala membuat beberapa orang menyebutku 'genuin'; artinya sangat sesuai antara perasaan dengan perilaku yang tampak (hal ini bisa jadi baik, bisa juga buruk). Mungkin tidak masalah kalau yang sering tampak adalah emosi positif. Tapi masalahnya, masa-masa KAUP dan skripsi seperti saat ini sangat efektif membuat emosi negatifku lebih dominan untuk muncul. Jadi,,, khususnya untuk teman-teman kelompok KAUP GEMBIRA-ku yang hebat, trims banget atas pengertian dan kesabaran kalian menghadapi aku yang sering keluar 'agresivitas'nya

--Buat temen2 fakultas psikologi UI yang belum dapat kuliah 'ini', jangan khawatir,
KAUP itu mendewasakan--

Monday, September 1, 2008

Mahasiswa Jagoan, Jangan Jadi Pocong

10:40 AM 4 Comments
(Tugas jadi mentor workshop menulis)
   
Menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan, aku mengubah halaman depan rumah tulisku, farahzu.multiply.com, yang sebenarnya sudah sangat menyenangkan bagiku. Tapi keputusan ini akhirnya kuambil karena kegembiraanku bertemu Ramadhan jauh melebihi cintaku pada site-ku itu. Mau bagaimana lagi, cinta dapat mengalahkan segalanya. Akhirnya ketika membuat beberapa bait kata pembuka, jari-jariku lahap menyantap ide-ide yang mengalir dalam otakku pada keyboard komputer, mengumpulkan mereka agar tak terserak lalu terbuang.
Menulis itu membutuhkan niat yang kuat. Mungkin beberapa dari kita merasa disulitkan oleh kurangnya ide yang menarik untuk dibuat tulisan. Padahal jika kita mau membuka indera kita lebih peka serta hati dan pikiran lebih dalam untuk mengamati dan mengambil hikmah, ide-ide brilian itu sebenarnya sangat banyak di sekitar kita. Bagaikan serpih-serpih roti yang kecil dan sering tak dianggap oleh manusia, yang ternyata dapat dinikmati dengan sangat oleh burung-burung. Semua tergantung sekuat apa niat kita untuk menulis dan sejauh mana kepekaan kita untuk mengambil pelajaran dari sekitar.
Tapi bila ada juga yang memang benci menulis, solusinya bukan memahamkan tentang hal-hal positif dari menulis. Seharusnya, obatnya adalah mencari hal-hal menyenangkan dalam menulis atau membangun rasa kebutuhan terhadap menulis; misalnya saja, mahasiswa pasti banyak menemui tugas-tugas menulis dalam kuliahnya, suka tidak suka, benci atau cinta.
Mahasiswa dan supir angkutan umum sama-sama bisa berdemonstrasi, bahkan merobohkan pagar gedung DPR/MPR yang kokoh dan kuat. Nyali mereka sama besar ketika berhadapan dengan jajaran aparat kepolisian. Ketika digertak atau disuruh mundur, mereka juga tidak begitu saja menurut kalau komando itu tidak datang dari pemimpin mereka. Perbedaannya, aksi mahasiswa selalu diawali dengan kajian kritis dan tinjauan berbagai bidang yang kemudian disosialisasikan melalui tulisan, sehingga argumentasi mereka lebih kuat. Masyarakat pun menaruh asa lebih besar pada mahasiswa karena aksi-aksi mereka pasti membawa kepentingan mereka lebih banyak. Bedanya lagi, aksi mahasiswa tidak hanya demonstrasi, tapi banyak juga melakukan pencerdasan pada masyarakat melalui tulisannya di media-media. Dalam konteks ini, malasnya mahasiswa melakukan aksi lewat tulisan bisa membekukan pergerakan mahasiswa itu sendiri.
            Dikarenakan menulis itu tidak mudah, maka mahasiswa harus tabah dan sabar dalam berlatih. Jangan pernah malu bila karya tulisan kita dianggap tidak layak untuk dipublish; melainkan katakan pada diri sendiri, tidak layak itu kan menurut kita, belum tentu menurut orang lain. Berlatih terus-menerus, minta masukan dari orang lain, publish dan biarkan orang lain membacanya. Lakukan tanpa bosan, hingga rasa malu itu sirna. Tanamkan dalam pikiran, bahwa membiarkan tulisan-tulisan kita tersimpan dan tersembunyi adalah tindakan berbahaya! Seberbahaya pocong yang muncul di siang hari di tengah keramaian manusia.
Depok, Ramadhan pagi hari,
1 September 2008/Ramadhan 1429

HUJAN GERIMIS (dalam logat aslinya, insya Allah)

10:18 AM 0 Comments
E, ujan gerimis aje,
Ikan teri diasinin
E, jangan menangis aje,
nYang pergi jangan dipikirin

E, ujan gerimis aje,
Ikan lele ada kumisnye
E, jangan menangis aje,
kalo boleh cari gantinye

Mengapa ujan gerimis aje,
Pergi berlayar ke Tanjung Cina
Mengapa Adek menangis aje,
Kalo memang jodoh ga kemana, hey, hey!!

E, ujan gerimis aje,
Ikan bawal diasinin
E, jangan menangis aje,
Bulan Syawal mau dikawinin
(“Mau dikawinin jangan nangis, bebedak yang banyak!”
“Yah, entar kayak celepuk dong!”)

Mengapa ujan gerimis aje,
Pergi berlayar ke Tanjung Cina
Mengapa Adek menangis aje,
Kalo memang jodoh ga kemana, hey, hey!!

Jalan-jalan ke Menado,
Jangan lupa membeli polong
Kalau niat mencari jodoh,
Cari yang item seperti saya
(ah, masa??!)

*kunci gagasan mengapa saya menulis lagu ini ada pada kata-kata yang di-bold. Tapi mohon maaf, hanya dapat dimengerti oleh akhwat-akhwat DPC Bekasi Timur yang tadi ikut daurah, hehehee..*
Bekasi, 31 Agustus 2008

Bajaj dan Bemo

10:14 AM 2 Comments
        Hari ini aku dan ibuku bertualang ke rumah uwak di dekat Stasiun Kota. Singkat cerita kami sampai di stasiun itu, lalu naik bemo. Hoy, subhanallah,,, banyak sekali yang kupikirkan kala itu. Terjebak sedikit macet di pusat perbelanjaan (WTC Mangga Dua dan sekitarnya), polusi udara dari kendaraan bermotor yang (na’udzubillah) kabarnya bisa menjadi penyebab autisme. Lalu supir bemo yang sangat piawai menemukan ruang-ruang kosong diantara mobil-mobil dan kendaraan lainnya (catt: bemo tersebut juga menyumbang polusi cukup besar untuk udara di Jakarta). Meliuk-liuk, salip kanan-kiri, lalu dengan mulus menghindari segala kemungkinan buruk; tabrakan. Hhhhaaaa,,, cukup stress saya, setelah sebelumnya di Bekasi saya “naik motor”.
            Pulangnya, kami memilih naik bajaj. Sebenarnya aku sangat ingin mencoba naik kancil, selain untuk mengurangi kontribusi pribadi pada polusi udara. Tapi sang kancil kosong tak jua melintas. Akhirnya bajaj yang beruntung itu melintas dan menawarkan jasa pada kami.
            Supir bajaj tak kalah luar biasa-nya!! Lebih parah bahkan. Polusinya apalagi. Sampai orang sering melontarkan tebakan, “Bajaj, rem-nya di mana hayo??”. Dan dengan agak basinya yang ditanya akan menjawab, “Di pundak abangnya!”. Tepat. 
            Saya tergelitik oleh satu hal. Hal apa yang mendorong bangsa kita dahulu untuk mengimpor bajaj dan bemo dari India? Ada yang tau???
Bekasi, 30 Agustus 2008

Hey, Don’t Call Me “Didong”!!

10:12 AM 4 Comments
Lagi seneng banget nih sama temen-temen di tim materi PMB.
Job desc hari I: mejeng
Job desc hari II: absen, jalan-jalan, makan, tidur, nge-net, dan, mejeng (juga)
            Tiba pukul 04.48 BBWI di kampus, telat 3 menit. Denda Rp1.000,00. Biarlah. Mengisi presensi, sarapan sedikit nasi goreng, “musyawarah” sebentar mau jalan ke mana, lalu melepas jaket kuning kebanggaan dan bersiap. Kami berangkat ke pasar subuh di Depok Town Square! Hya, pagi-pagi buta! Aku, Angel, Dedew, Nisa, Putri, Teri. La, la, la,,,
       Kami mengambil rute dari psiko—jembatan—hukum—menyebrang masjid UI—menyusuri danau UI—rektorat (sempat juga foto-foto)—FKM—gang senggol—Detos! Sampai di Detos matahari sudah mulai menyinari. Tapi tiba-tiba, eh, di depan sana, kok ada Anggun, Andin, dan seorang teman kami yang lain? O,ow,, Anggun sedang menemani temen-temen bidang konsumsi belanja snack buat panitia ternyata. Haha.. Mereka pun terbengong melihat kami satu tim malah jalan-jalan saat acara berlangsung =)
        Belanja kue-kue, makan, hhaaa, alhamdulillah… Terbayar sudah perut yang lapar karena diisi dengan tanggung tadi subuh. Atau jauhnya perjalanan kami menuju Detos. Setelah puas duduk, kami kembali ke kampus. Dduuuhh, sudah terang (sekitar pukul 6) begini kok maba-maba masih pada berkeliaran, belum sampai fakultas masing-masing. Jalan dengan santainya pula…
     Rute perjalanan pulang kami berbeda dengan saat berangkat. Entah apa pertimbangannya, kami memilih menelusuri jalur luar UI yang dilewati bis kuning. Eh, tapi tidak juga. Sampai balairung, kami berbelok dan menyusuri danau kembali dari sisi yang lain, menuju masjid UI. Masih foto-foto.. Di gerbang MUI, ada baliho bessaaarr banget. Kalau tidak salah isinya foto-foto tentang perjalanan Salam UI yang sebentar lagi milad 1 dekade. Nah, di baliho itu, kami melihat foto sesosok teman kami –sebut saja namanya Rizqi— banyak terpampang di sana. Hhuummm, kalau dia perempuan, sepertinya dia akan ikut jalan-jalan pagi bersama kami. Paham maksudnya? Ya, dia salah satu dari tim materi juga! Mapres Utama Psiko UI (huhuu,, ngiri deh).
            Saat itu hampir pukul setengah tujuh. Kemudian kami membuat jadwal kegiatan kami hari ini. Jam 8 kami akan naik sepeda keliling UI. Jam 10 saatnya kami bertugas. Ba’da zuhur, rencananya adalah ke salon, creambath bareng (haha…). Jam setengah 3 sore, baru kembali ke kampus, membuat yel bidang, lalu acara perkenalan panitia dan penutupan. Nah. (apa?)
            Kembali ke markas, kantin lama Fakultas Psikologi, kami duduk dan minum. Dan,,, tak lagi beranjak. Capek sekali!!! Boro-boro mau bersepeda jam 8, kami hanya bisa duduk, mengobrol (sambil menguasai meja konsumsi panitia, hehe..), beli dan baca koran, sedikit diskusi, dan menghabiskan kue yang tadi dibeli. Hhmm,, hingga sekitar jam 8 lewat, baru kami bubar. Ada yang ke student centre (tak lain untuk tidur), mushalla (juga untuk tidur), dan lab komputer pasca sarjana. Nge-net gratis… Aku memilih yang ketiga.
       Di hadapan “antar-jaringan” (internet maksudnya), luar biasa, godaan begitu besar! Di awal sih sempat ada niat, ‘browsing ah, cari bahan skripsi’. Tapi ketika di depan komputer, ‘males ah’. Rasa capek yang menutupi kakiku ternyata membuat otakku capek juga. Akhirnya kubuka multiply.com. Log in, dan bersenang-senang di “sana”. Sampai pukul 10. Rencana 1, gagal.
        Rencana 2 juga ternyata harus mengalami nasib serupa; gagal. Dan kembali kuhabiskan waktu di depan komputer (insya Allah banyak hikmah koq =)).
           Uummm, udah ah. Yang jelas, rencana bikin yel dst sih oke, dan yelnya menurut kami cukup lucu. Ummm,, tapi,,, malu ah ceritain-nya. Pokoknya, plis, don’t call me Didong!
Bekasi, 29 Agustus 2008

Manis

10:10 AM 0 Comments
(Menurut Saya Sih Ini Lucu, Bagaimana Menurut Anda?)
Apa yang terpikir oleh anda ketika mendengar atau membaca kata ini? Atau apa yang anda rasakan? Mungkn anda merasakan sesuatu yang menyenangkan (bisa dihubungkan dengan rasa di lidah, nyaman dipandang, atau kata-kata puitis dari seseorang). Mungkin juga ada yang membayangkan manis secara abstrak dimana bisa seperti cinta yang akhirnya tidak hanya manis di hati tapi juga diikuti berbagai rasa lainnya.
            Tapi kita tidak pernah jera pada cinta bila rasa manis itu hilang. Walau pahit, tetap saja banyak orang yang bertahan sampai cinta itu manis kembali. Memang kadang perlu perjuangan, tapi bukankah kata orang, cinta itu butuh pengorbanan? Bayangkan saja anda ingin minum teh manis, tapi gulanya habis sehingga anda harus membeli di warung yang lumayan jauh—dan ternyata warung itu juga kehabisan gula. Tapi anda benar-benar sedang ingin teh manis, tak bisa tidak.
            Ada 3 pilihan yang bisa anda ambil. Pertama, mencari gula di warung yang berbeda; mencampakkan teh dan mencari alternatifnya, yaitu sirup (yang sudah manis tanpa gula); atau setia pada teh hingga rasa manis itu terasa di lidah tanpa perlu tambahan gula!! Karena cinta itu hanya bisa dirasa. Ketika rasa cinta kita berkurang, bukan berarti kita harus mencari pengganti dari Dzat yang kita cintai. Tapi mungkin rasa kita yang salah. Lidah kita yang terlampau lemah untuk sekedar merasakan cinta.
            Karena cinta bukan sekedar tentang menuntut, tapi juga memberi!! Bila kau cinta, maka buktikanlah!!!
***
            Nah, ada yang sadar, apanya yang lucu? (Menurut saya sih ini lucu, bagaimana menurut anda?) =)                 
                                                       Depok, 27 Agustus 2008

Tuesday, August 26, 2008

Friday, August 22, 2008

Takdir Cinta

11:39 AM 2 Comments

Novel Cinta

Rating:


















★★★★
Category:Books
Genre: History
Author:Indra San Meazza
Penerbit : Mizan
Jumlah Hal. : vii + 409 halaman

Novel religius ini mengandung begitu banyak pelajaran dan pengetahuan tentang sejarah Islam dan aliran syi’ah yang berkembang hingga kini. Novel ini mengambil latar pada zaman kekuasaan Dinasti Abbasiyah di abad 13 Masehi.
Awalnya saya mengira buku ini akan banyak bercerita tentang kisah cinta tokohnya –seperti yang tertera di deskripsi judul novel ini. Namun yang saya temukan tidak demikian; sangat sedikit kisah cinta yang diangkat. Cerita didominasi dengan kisah-kisah heroik 2 orang pemuda prajurit kerajaan Abbasiyah yang mati-matian berusaha mempertahankan kehormatan agamanya dan tetap tegaknya pemerintahan Islam di tengah serangan bangsa Mongol yang berambisi menguasai negeri Islam dengan kejamnya. Hingga pada akhirnya pemerintahan Islam di Baghdad itu runtuh karena serangan dari pihak luar dan tusukan pengkhianatan dari dalam.
Novel ini cukup bagus sebagai pembangun jiwa (kalo katanya mba Asma Nadia) dan penyeimbang novel Kang Abik yang terbit sebelumnya (kalo ini katanya Teri). Pelajaran besar yang sangat mencolok dalam novel ini, bahwa seorang pemimpin selayaknya adalah orang yang paling pusing memikirkan kesejahteraan rakyat dan kemajuan serta stabilitas negerinya. Selain itu pemimpin juga sewajarnya menjadi contoh terbaik untuk orang-orang di bawah kepemimpinannya, menjadi contoh kezuhudan, kecerdasan, dan bebas dari dominasi siapapun; meski ia memiliki banyak harta dan hidup dengan pelayanan serba mewah di istana. Pelajaran berharga yang tak kalah penting adalah bahwa pengkhianatan itu tidak akan membawa manfaat sedikitpun, bahkan mudharat yang sangat besar untuk dirinya sendiri –selain yang pasti dapat menghancurkan hal-hal besar seperti kerajaan yang telah berdiri ratusan tahun.
Oh iya, satu lagi. Bahwa kesetiaan tertinggi selayaknya hanya dipersembahkan untuk Allah semata. Maka kau akan selamat, karena tidak semua “pemimpin” mampu memimpin dengan baik dan memikirkan kebaikan untuk ummatnya. Wallahu a’lam bi shawab.
Depok, 21 Agustus 2008

Baca Juga: Fotografi Hati

Sumber Gambar: https://www.goodreads.com/book/show/6146603-takdir-cinta

Profil Kader Partai Keadilan Sejahtera (buku lama, tapi oke)

11:30 AM 0 Comments

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Nonfiction
Author:Departemen Kaderisasi DPP PK Sejahtera
Penerbit : Harakatuna Publishing
Jumlah Hal. : xii + 158 halaman

Haha, mulai nih, ngomongin tentang “kader PARTAI”. Suka-suka saya dong, ini kan blog saya x}
Penulis dan penyusun buku ini (Dept. Kaderisasi) rasanya diisi oleh orang-orang yang memiliki basis kompetensi psikologi =} Karena selain memuat ciri-ciri kader tangguh dambaan ummat dan penjelasannya, buku ini juga dilengkapi dengan indikator-indikator dari ciri-ciri tersebut (hingga sangat operasional dan konkret) dan kuisioner (salah satu alat ukur kalo di psikologi) keadaan dan kualitas diri pembacanya saat ini, apakah sudah cukup memenuhi kriteria dari ciri-ciri kader yang dibahas. Tak hanya sampai mengenali kualitas diri, buku ini juga menyediakan tips-tips untuk mengembangakan dan meningkatkan kualitas diri anda. OIYA, sebenarnya buku ini mengemukakan ciri-ciri kader da’wah yang baik, dari dan dimanapun ia bergerak. Not only party. Atau, ciri-ciri muslim yang baik dan lebih dicintai Allah: kuat (ruhiy, jasadiy, fikry, maaly), dan banyak membawa manfaat bagi manusia.
Buku yang sangat baik tentang pengembangan kepribadian muslim.
Bekasi, 10 Agustus 2008


Jaringan Gelap Freemasonry- Sejarah dan Perkembangannya Hingga ke Indonesia

11:20 AM 0 Comments

jaringan gelap freemasonry







Rating:

















★★★
Category:Books
Genre: Nonfiction
Author:A. D. El Marzdedeq. DIM. AV
Penerbit : Syaamil
Jumlah Hal. : vii + 409 halaman

Freemasonry –gerakan besar yang sangat berpengaruh di dunia itu—berarti “kumpulan tukang-tukang batu bebas”. Hayo,, apa hubungannya dengan konspirasi Yahudi Internasional??
Bercerita sangat komprehensif tentang gerakan Freemasonry, mulai dari sejarah singkat Bani Israil dan suku Yahudi, asal mula freemasonry, hingga perkembangannya di Indonesia. Sangat cocok untuk yang masih bingung tentang sejarah dan perjalanan bangsa Yahudi, hingga konspirasi-konspirasi jahatnya yang berada di balik segala kekacauan di dunia saat ini.
Gaya penyampaian buku ini lugas, jelas, dan rinci, seakan sengaja untuk menghindari mispersepsi dan misinterpretasi. Tak heran buku kecil ini dapat memuat begitu banyak informasi. Dalam penyajiannya, penulis juga menyertakan referensi-referensi dari sumbernya langsung, yaitu kitab-kitab dan perkataan imam-imam Yahudi, notulensi konferensi Yahudi sedunia, dan lain-lain. Buku ini juga disertai dengan simbol-simbol Yahudi dan Freemasonry yang ternyata sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah lambang trisula yang kta anak-anak psikologi berasal dari bahasa Yunani “psyche” yang berarti “jiwa”.
Buku ini menarik untuk dibaca karena memberi informasi yang cukup komprehensif dan penting mengenai bahaya jaringan Freemasonry, sekaligus meningkatkan kewaspadaan kita –umat beragama, bukan hanya Islam!—yang menjadi sasaran empuk para freemason. Bahwa freemasonry berada di sekeliling kita …
Bekasi, 9 Agustus 2008

Baca Juga: Giving Feedback with Respect

Sumber gambar: https://parasitaqidah.wordpress.com/jaringan-gelap-freemasonry/

Wednesday, August 13, 2008

Saksikan, Bahwa Aku Seorang Muslim

5:19 PM 3 Comments
salim fillah

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Nonfiction
Author:Salim A. Fillah
Penerbit : Pro-U Media
Jumlah Hal. : 392 halaman
Tahun Terbit : 2007

Hal pertama yang membuatku betah berlama-lama membaca buku ini adalah bahasa sastranya yang sangat kental. Nyastra, indah, reflektif, filosofis, renungan-renungannya dalam, namun ringan dan menyenangkan. Baca deh (lhoh?). Luwes, sarat referensi namun tidak memusingkan/membosankan.

Membahas bagaimana seorang muslim yang kaffah membentuk dirinya melalui tahapan-tahapan. Mulai dari membersihkan aqidah, memperkuatnya, membentuk pribadi dan jati diri muslim, membangun keluarga islami yang barakah, hingga peran dan kontribusi seorang muslim dalam masyarakat dan kehidupan bernegara.

Ya, karena menjadi muslim tidak cukup hanya dengan berjenggot, celana ngatung, atau jilbab saja (ini pun masih banyak yang belum Allah lapangkan). Tidak juga hanya shalat dan duduk berdzikir di dalam masjid. Tapi menjadi muslim juga berarti menjadi tokoh dalam masyarakat karena akhlaq dan kemanfaatannya untuk ummat, memimpin perusahaan-perusahaan besar yang sukses dan banyak membuka lapangan kerja, hingga mengisi relung-relung kosaong dalam jiwa ummat yang butuh keteladanan dan pelayanan dari pemimpinnya.

Buku ini sangat bagus untuk dibaca dan perlu untuk dimiliki. Percaya deh, worth it koq, ga puas kalo cuma baca sekali dari pinjeman doang…
Miliki, baca, temukan banyak makna dan gagasan, dan amalkan. Hingga anda akan dapat berucap dengan bangga,
“Wasyhad, bi annaa muslimuun…”
Bekasi, 9 Agustus 2008

Baca Juga: Zona Nyaman; Jangan Pernah Kau Tinggalkan

Sumber gambar: https://www.blibli.com/pro-u-media-saksikan-bahwa-aku-seorang-muslim-by-salim-a-fillah-buku-agama-MTA.0318531.htm/?a_blibid=5832a16dd3058&action=login

Belajar MENULIS Kembali (Bukan Mengetik Yaa…)

5:10 PM 4 Comments
Khususnya para mahasiswa yang demen banget pacaran ama komputer atau laptop. Hayo ngaku, berapa sering kalian menulis dengan menggunakan kertas dan pulpen/pensil??
Saya menemukan fenomena menarik tahun-tahun belakangan ini. Sejak menjamurnya laptop dan komputer hingga seperti kacang goreng karena saking banyaknya, mahasiswa jadi sangat jarang menulis (note: harfiah ya, bukan mengetik!).
Mengerjakan tugas harian, makalah, penelitian, or else, ga ada lagi tuh yang bikin coret-coretan dulu di kertas, baru di ketik. Yang ada sekarang, apa yang terlintas di otak, segera dituangkan via ketikan, langsung jadi di kompi. Ga usah deh ngerjain makalah, curhat aja mesti di kompi. Jadilah e-diary/buku harian dalam bentuk softcopy. Dan beredarlah potongan-potongan hati itu di internet. Via blog. =]
Serius, kalo saya nih, kalo lagi gudah atau senang dan ingin mengungkapnya dengan kata-kata, yang saya lakukan adalah membuka laptop dan mencari file “MyBlogsS”. Dan menarilah jari-jari saya menyanyikan lantunan hati dan pikiran. Di atas laptop itu. Saya juga sangat yakin, tidak sedikit mahasiswa (baik teman saya maupun calon teman) serupa.
Dan, buku catatan saya hanya ada 1 buah. Isinya macam-macam (saking sayangnya punya banyak buku catatan, orang jarang dipake =D); mulai dari catatan kuliah, rapat-rapat BEM+Kemaha/Kesma+PMB+SMA, catatan PDPT, sampai ‘things to do’ yang mendesak untuk ditulis (biasanya ditulis waktu nunggu bis kuning). Selain itu ada juga catatan-catatan kalo ikut pengajian/seminar/pelatihan, hingga catatan hati yang mendesak saat ga nemu My Luvly Cocom (Compaq Computer) untuk menulisnya, eh, mengetiknya (si cinta kutitip ibu kos waktu mau pulang, biar aman).
Hey teman-teman, kalian bagaimana?
Bekasi, 9 Agustus 2008

Bingung, Apa Sih Enaknya Jadi Raja??

5:05 PM 6 Comments
-khususnya raja yang hanya kepala negara, bukan kepala pemerintahan-
Hidup mewah. Ga perlu repot-repot usaha. Semua serba dilayani. Lantas.. ngapain aja ya?? Tanpa usaha pun kaya raya. Semua kebutuhan terpenuhi. Mau apa pun, langsung tersedia di hadapan. Sekilas, asik kali ya.. ga ada capek, sedih, bingung menghadapi masalah..Yang ada hanya senang, puas terlayani.
–Mungkin juga ada yang berpikir, itu mah tinggal ibadah dan belajar aja..—
BETE. Sebuah kata yang mewakili rasaku. Seminggu ini baru mengalami “simulasi” seperti di atas. Semua dilayanin. Mau minum diambilin. Waktunya makan disamperin. Cuma kebutuhan yang sangat-sangat pribadi aja yang bisa sendiri. Serius, bete banget.
Ketika banyak gerak menjadi hal yang dilarang (ugh!!), tidur menjadi konsekuensi (bukan pilihan, karena keniscayaan).
-jadi ingat sesuatu-
Bukankah banyak gerak (contoh: olahraga) bisa membantu sekresi hormon endorfin yang membawa rasa senang? Lalu kalau diam, dari mana “senang” itu?
–Maaf yah, kurang jelas gagasannya =}—
9 Agustus 2008

Thursday, July 24, 2008

Sahabat, Beri tahu Aku, Apa Artinya Dewasa? (PART II)

10:44 AM 18 Comments
Ini adalah kata-kata dari Bung Ketua sebuah Karang Taruna,
“Dalam Islam dewasa adalah mukallaf yaitu orang yang sudah akil baligh. Tapi secara psikologis dewasa adalah tanggung jawab.”
(0219211xxxx)

Kalau digabungkan, harusnya orang yang sudah aqil baligh memiliki tanggung jawab semua. Ya nggak? Berikutnya dari partner aku yang paling baik,
“Shahabiyah aku pun tak terlalu tahu apa itu dewasa. Namun, subjektifku menyatakan, bahwa yang mampu memadukan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya”
(0219863xxxx)

Memadukan 3 potensi manusia. Untuk apa ya,, untuk menjadi manusia seutuhnya kali yaa.. Nah, kalau yang ini adalah kata-kata seorang akhwat shalihah dari MIPA,
“Mmm.. Bagiku dewasa adalah paham peran dan memerankannya dengan baik”
(0219108xxxx)

Peran. Karna tiap-tiap kita memiliki lebih dari sebuah peran. Mainkan itu sebaik-baiknya. Penuh totalitas. Kalau menurut anak Hukum,
“Dewasa itu artinya sudah cakap dalam melakukan perbuatan hukum =) maksudnya sudah cukup umur, mampu membedakan mana yang benar/baik&salah/tidak baik, tidak berada di bawah pengampuan dan mampu bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya.”
(0219217xxxx)

Subhanallah, ada teorinya… Sekarang mari kita simak kata-kata seorang akhwat tangguh yang jadi garda depan dalam memperjuangkan nasib ribuan maba 2008,
“Ketika kita bisa memposisikan diri sesuai dengan kondisinya. Dapat berpikir dengan matang dan dapat me-manage emosi.”
(0219475xxxx)

Ini dia. Manajemen emosi. Anda sudah? Saya masih ble’e nih…
Naaahh,, kalau yang ini, dalam tulisan ini, ia usianya paling muda. Lebih muda dari-ku. Tapi,, baca deh, 
Dewasa itu…
Matang dalam merasa
Cerdas dalam berpikir
Teguh dalam bersikap

Dewasa itu…
Saat kita mampu menangguk hikmah
dalam kondisi berkesukaran serta menjauh dari keluh kesah…

Dewasa itu…
Ibarat pejalan kaki,
Ketika ia jatuh terperosok maka dengan bersegera bangkit berdiri,
 tidak menangis meratapi luka yang menganga,
Melainkan mencari penyembuhnya

Dewasa itu,
Kala seseorang dilimpahkan ujian,
 lalu bertambah-tambahlah keyakinannya
akan pertolongan Sang Robbul Izzati…

Silahkan pilih versi mana yang kakakku suka!
Karena…
Dewasa itu…
Ketika kita mampu memilih
tanpa melibatkan siapapun selain diri sendiri…
Wallahu a’lam
(081539272xxx)

Memaksaku untuk kembali bercermin… Dan pada akhirnya memilih. Salah satunya kah, atau semuanya? Itu juga pilihan.

And now, it’s time to my lovely “teacher of life,
Menurut ana dewasa tu kalo kita benar2 memahami hakikat kita sebagai makhliq Allah, dari sini semua berawal. Kita akan punya pandangan yang jauh, memapu menempatkan sesuatu pada tempatnya, bisa melihat sesuatu dari segala sisi. So, dewasa tu bukan masalah umur tapi masalah iman. Makanya sahabat/sahabiyah pada muda tapi sudah dewasa, mereka tidak pernah ikut training kepribadian kan? Tapi ke-IMANan kepada Allah dan Rasul-Nya yang bikin dewasa
(081908846xxx)
Hiks, hiks,, sangat fundamental. Menyentuh sisi terdalam kalbuku..

Kalau disimpulkan menurut orang-orang hebat ini, dewasa itu mencakup sangat banyak aspek. Karena menjadi dewasa itu tidak mudah. Orang sering bilang, “tua itu pasti, tapi dewasa itu pilihan”
(padahal sih nggak juga, kalau umurnya ga sampai tua?? J hehe..)

Nah, bagaimana menurut anda, mau memilih salah satunya, memilih semuanya, tidak setuju, atau ingin menambahkan??
Dengan hormat saya persilahkan…
Karena setiap masukan dari anda sangatlah berarti J