Hehehe, maaf, mereka tidak untuk dimiliki oleh salah satu dari kalian. Sebagai mamah mereka, aku pun tidak bisa memiliki mereka selayaknya orang tua pada umumnya. Entah aku orang tua yang keberapa untuk mereka, atau orang ke berapa yang hampir merasa boleh memiliki mereka. Memang mereka memanggilku dengan sebutan agung itu, tapi sejatinya mereka bukan anak-anakku (yaiyalah,, apaan sih??), melainkan, mereka itu milik ummat, mereka aset besar dien ini.
Anak pertamaku sedang sibuk mengurus undang-undang dan peraturan, supervisi kepanitiaan dan dengan setia mem-back up kader-kadernya di lembaganya saat ini. Kata beberapa orang, dia yang paling mirip denganku. Karakter, pemikiran, dan.. penampilan (yang ini iya ga sih?)
Anak keduaku, tak kalah hebatnya. Dengan angkatan yang masih terbilang sangat belia, ia maju menjadi ketua sebuah kepanitiaan. Padahal tepat setahun sebelumnya, sang ketua adalah aku –yang berbeda lebih dari 1 angkatan. Ia sangat berani. Dan cerdas.
Anakku yang ketiga, ia sangat supel. Jaringannya luas. Tapi hijabnya sangat terjaga, insya Allah. Kompetensi dan kredibilitasnya dipercaya banyak orang. Kini ia sedang berjuang meng-upgrade dirinya untuk optimalisasi potensinya untuk ummat. Anakku yang ini, puitis sekali.
Anakku yang keempat, sangat dekat dengan anak pertamaku. Dia juga hebat. Fast learner dan gesit. Heboh, dan menyenangkan. Terbuka. Genuine. Ia kini sedang mengemban amanah besar sebagai steering committee sebuah kepanitiaan yang diketuai oleh anakku yang kedua. Akhir-akhir ini ia sangat rajin memakai rok. Cantik.
28 Oktober 2008