Follow Us @farahzu

Wednesday, October 29, 2008

Hey semua, aku punya anak-anak yang hebat. Mau?

3:03 PM 21 Comments
Hehehe, maaf, mereka tidak untuk dimiliki oleh salah satu dari kalian. Sebagai mamah mereka, aku pun tidak bisa memiliki mereka selayaknya orang tua pada umumnya. Entah aku orang tua yang keberapa untuk mereka, atau orang ke berapa yang hampir merasa boleh memiliki mereka. Memang mereka memanggilku dengan sebutan agung itu, tapi sejatinya mereka bukan anak-anakku (yaiyalah,, apaan sih??), melainkan, mereka itu milik ummat, mereka aset besar dien ini.
Anak pertamaku sedang sibuk mengurus undang-undang dan peraturan, supervisi kepanitiaan dan dengan setia mem-back up kader-kadernya di lembaganya saat ini. Kata beberapa orang, dia yang paling mirip denganku. Karakter, pemikiran, dan.. penampilan (yang ini iya ga sih?)
Anak keduaku, tak kalah hebatnya. Dengan angkatan yang masih terbilang sangat belia, ia maju menjadi ketua sebuah kepanitiaan. Padahal tepat setahun sebelumnya, sang ketua adalah aku –yang berbeda lebih dari 1 angkatan. Ia sangat berani. Dan cerdas.
Anakku yang ketiga, ia sangat supel. Jaringannya luas. Tapi hijabnya sangat terjaga, insya Allah. Kompetensi dan kredibilitasnya dipercaya banyak orang. Kini ia sedang berjuang meng-upgrade dirinya untuk optimalisasi potensinya untuk ummat. Anakku yang ini, puitis sekali.
Anakku yang keempat, sangat dekat dengan anak pertamaku. Dia juga hebat. Fast learner dan gesit. Heboh, dan menyenangkan. Terbuka. Genuine. Ia kini sedang mengemban amanah besar sebagai steering committee sebuah kepanitiaan yang diketuai oleh anakku yang kedua. Akhir-akhir ini ia sangat rajin memakai rok. Cantik.
28 Oktober 2008

Wednesday, October 22, 2008

Profesor Kehidupan

2:58 PM 6 Comments
Kenapa ada orang yang:
  1. menyenangkan, selalu membuat orang-orang di sekitarnya merasa nyaman, meski ia tidak melakukan apapun
  2. menyebalkan, meski tanpa melakukan apapun, selalu membuat orang di sekitarnya tidak nyaman
  3. menganggap dirinya hebat -meski tanpa bukti-
  4. membuat orang di sekitarnya merasa "bodoh" atau lebih rendah kapasitasnya
  5. sangat sabar menghadapi segala macam manusia yang ia temui dan ia layani dalam kehidupannya
  6. merasa nyaman dengan kekurangan yang sebenarnya bisa ia perbaiki
  7. memiliki inteligensi tinggi, tapi untuk penalaran isu-isu makro sangat lambat?
  8. sangat cerdas tapi tidak peka pada hal-hal sepele
  9. tulus meski tak pernah mendapat umpan balik positif dari orang lain
  10. tidak tulus meski tak pernah memberi kebaikan pada orang lain
  11. ???
karena aku anak psikologi, mungkin ada yang menganggap aneh dengan pertanyaan-pertanyaan ini. Padahal sih jawabannya, "Makanya, belajarlah psikologi" :D
-ehem, bukan itu jawabannya- 
Teori-teori mungkin bisa menjelaskan sebagiannya. Tapi ada beberapa yang tidak bisa dijangkau oleh teori-teori Psikologi Barat yang ada sekarang - yang dipelajari di kelas-kelas kami sekarang.
-siapa nih, yang mau berkontribusi untuk Psikologi Islam, bukan Psikologi Islami?-
Nah, orang-orang dengan karakteristik itu kutemui dalam hidupku. Ada yang menyenangkan, ada juga yang mengganggu. Dan belajarlah untuk memahami, menghadapi, dan bergaul dengan semua. Karakteristik yang kupertanyakan di atas bukan tipe-tipe kepribadian. Tapi beberapa yang kuanggap mencolok, aneh, dan tidak biasa.
-sebenernya tulisan ini mau bicara apa sih??-
-hanya ingin menulis-, dan -menyampaikan-
bahwa terlalu banyak pelajaran yang bisa kita ambil dalam kehidupan kita setiap harinya. Mengenali manusia-manusia salah satunya. Meski kau tidak belajar ilmu psikologi, tidak masalah. Belajarlah dari hidupmu, dari hidup orang lain, dan dari semesta. Dan jadilah PROFESOR KEHIDUPAN
"hikmah itu milik orang mu'min yang hilang. Di manapun ia menemukannya, ia berhak atasnya" (Al Hadits)

Thursday, October 9, 2008

mustalwaysbehappy

10:57 AM 6 Comments
         Setidaknya ada beberapa alasan yang membuatku berpikir bahwa, tidak ada satu hal pun yang dapat membuatku sedih atau mengalami emosi negatif lain (cemas, depresi, dsb) dengannya, selain hal tersebut juga bisa membuatku happy. Meski tidak berurutan, ini dia sebab-sebabnya:
1. Namaku Farah; which means “happy”
2. Kelompok mata kuliah KAUPku bernama, “KAUP GEMBIRA”. Jadi aku harus menjunjung tinggi nama, jargon, serta do’a kami tersebut.
3. Kelompok KAUP kami juga kebagian membahas konstruk Happiness dalam pembuatan alat ukur typical performance test. 
4. Dokter bilang, stres atau beban pikiran lainnya juga dapat memicu tumbuhnya jerawat! Jadi bukan hanya faktor jenis kulit dan makanan yang dikonsumsi saja yang jadi penyebab jerawat.
5. Masalah itu pasti akan selalu menyertai hidup kita. Karena, hidup hanyalah perpindahan dari satu masalah ke masalah yang lain. Jadi kalau tidak mau punya masalah, ya ga usah idup aja =)
Masalah itu salah satu karunia Allah, untuk kita agar senantiasa belajar dan bersyukur agar terhindar dari azab-Nya (QS:14:7). Selain itu, masalah menjaga kita agar tetap dekat dengan-Nya (jadi banyak mendekatkan diri dan berdo’a khaan? Hayo ngaku!).
Pemahaman dan keyakinan mengenai hal ini akan melapangkan dada, mendapat kemudahan dalam bermacam urusannya, dan dilancarkan kekakuan lidahnya. Aamiin.
6. Baik dan buruk, positif dan negatif, itu relatif. Tergantung dari sudut mana kita ‘ingin’ melihat dan menilainya--‘Ingin’, karena sebenarnya sudut pandang itu pilihan. Mau melihat dari sisi negatif, yo wis. Mau dari sisi positif, mangga. Saya sarankan, lihat ‘dulu’ dari sisi positif-- ‘Dulu’, karena yang baik adalah melihat dan menilai dari berbagai sisi, baik-buruknya, positif dan negatifnya. Sudut pandang yang positif dapat menaikkan kepercayaan diri maupun self esteem kita. Atau paling tidak membuat kita mengalami emosi positif. Ketika suasana hati sedang baik, kita lebih dapat menerima hal yang buruk dengan lapang dada.
Contoh: ketika sedang dipusingkan dengan KAUP, seorang teman dari FKM berkata, “KAUP, Kutukan Allah Untuk Psikologi”. Haha, mungkin telah banyak anak psikologi yang mengeluh dipusingkan (sesungguhnya jauh lebih dari sekedar ‘dipusingkan’) oleh si mata kuliah tercinta pada temanku itu. Ah, tapi, aku akan mengubahnya menjadi, “KAUP= Karunia Allah Untuk Psikologi” n_n
7. Ketika “dibantai” oleh dosen dan asdos terkait dengan laporan yang kami kumpulkan dengan penuh keterbatasan (waktu, referensi, psikomotor, dan kognitif), entah kenapa aku dan seorang temanku di kelompok KAUP GEMBIRA, menjadi teramat sangat bergairah untuk menaklukkan si cinta ini. Aku pernah berkata padanya, “Aku selalu berdoa biar KAUP kita dapet A”. Tapi kenyataannya laporan KAUP kami sangat sulit untuk bisa dibilang memuaskan. Kami pun akhirnya menyimpulkan, “Nah, mungkin inilah jalannya untuk dapet nilai A!”. ‘Dibantai’ abis-abisan, dicoret-coret setiap lembar laporan kami, lalu banyak feedback yang terdengar agak menyakitkan meski 89% feedback itu benar… Yah, mungkin inilah jalannya. Dan kami pun bergairah kembali. KAUP, kau benar-benar karunia!!!
And I’m happy!! ;D
Depok, Kota Perjuangan
7-8 Oktober 2008

Monday, October 6, 2008

Malam Terakhir

5:51 PM 6 Comments

--di Usia 20
Hoaahhmm, sedih rasanya. Sedih sekali. Makin banyak waktuku terbuang. Makin banyak tuntutan yang harus terpenuhi seiring dengan berjalannya usia. Tak boleh lagi berpikir seperti anak kecil, bahwa masih ada orang lain yang akan menyelesaikansemuanya. Aku hanya membantu. Tidak. Kini aku harus bisa menjadi pemeran utama dalam hidupku. Bukan lagi orang tuaku. Atau siapapun di luar diriku. Just my self.
Aku menyadarinya setahun lalu, saat tak bisa lagi memungkiri berjalannya waktu yang menuntunku ke gerbang usia berkepala 2. Tapi tetap saja kadang masih ada takut menghadapinya. Masih adaingin untuk memungkiri itu semua. Tak mempedulikan teori perkembangan Barat bahwa usiaku telah masuk dewasa muda, hanya menggunakan teori Mas Ito (Prof. Sarlito) bahwa di Indonesia, seseorang masih disebut remaja hingga usianya 24 tahun selama ia belum menikah. Padahal dalam Islam, ketika seseorang sudah baligh, maka ia sudah dikatakan dewasa. Dan ia harus dewasa.
Sebenarnya aku masih senang jadi anak-anak (kalau seseorang berinisial ‘I’ membaca tulisan ini, ia pasti menuduh, “dasar anak bungsu, manja”). Riang, penuh keceriaan. Ringan memandang hidup. Tak punya masalah berarti. Tapi,anak-anakjuga tak harus bertanggung jawabatas perbuatannya. Anak-anak juga tak mengenal BEM, makalah, KAUP, apalagi skripsi. “Apa itu?”, pasti itu komentar mereka mendengar kata-kata di atas. Tugas perkembangan mereka:bermain. Oh senangnya…
Sebagai manusia normal yang tidak memiliki gangguan psikis, alhamdulillah, aku tetap harus menghadapi semuanya. Tidak ada lari. Karena di depan ada rahmat dan surga Allah menanti dengan pintunya yang banyak. Aku mau masuk dari… Semua pintu!
Aku tidak mungkin menjadi pelayan di surga. Karena jelas, sampai saat ini aku masih hidup, sedangkan mereka adalahmanusia-manusia tak berdosa yang meninggal ketika masih kecil.Jadi aku ingin memiliki istana di sana. Dan aku tahu pasti–kau juga—surga beserta segala ‘fasilitas’ dan kenikmatannya tidaklah gratis. Hanya ketaqwaan dan amal shalih yang bisa jadi penebusnya.
Dan anak-anak? Tidak. Biarlah itu jatah mereka. Karena tidak diuji, mereka menjadi pelayan (tetep aja, di surga yang abadi, bo!). Namun hanya pelayan (meskipun di surga).
Selamat datang hari! Akusiap menyambut hidupku!!
Bekasi, 3 Oktober 2008