Follow Us @farahzu

Wednesday, January 28, 2009

Mereka Tahu Aku (Masih) Mahasiswa

7:33 AM 7 Comments
-dinas pertama, dinas luar kota ^.^-
”Ibu Farah,,,”
”Jadi, Bu, urutan buku yang kecil di bawah, lalu,,,,”

     Subhanallah, pengalaman berharga luar biasa. Dari awal memang tidak sampai sangat panik, tapi tetap saja muncul bayangan-bayangan seram terintimidasi. Aku tidak boleh bersikap dan terlihat seperti mahasiswa, pikirku sejak beberapa hari yang lalu. Tepat pada pagi hari pertama,
”Kebodohan yang yakin akan mengalahkan kepandaian yang ragu-ragu. Keyakinan membuat kita mengupayakan yang terbaik, keraguan mengabaikan bahkan kemampuan terbaik”
sahabatku tersayang mengirim sms demikian. Tepat pagi hari pertama, saat di dalam perjalanan menuju sekolah pertama. Yah, YAKIN. Aku Bisa. Allah akan menolong.
      Di sekolah pertama, aku diperlakukan layaknya, apa yah, seorang tamu ”agak” agung yang baru datang dari kerajaan seberang hendak memberikan ”pencerahan” pada masalah pelik yang melanda masyarakat *hidih, lebai luar biasa*. Yang jelas hal ini membuatku makin merasa yakin, aku bisa ”menaklukkan” mereka. Mereka; guru-guru dan ketidakyakinanku sendiri. Alhamdulillah, sekolah pertama, beres. Ngobrol dengan guru BK, katanya dengan mudah beliau menebak aku mahasiswa. Kepala sekolah lain yang datang, langsung mengasosiasikan aku dengan anaknya yang baru saja lulus kuliah. Berarti usiaku tidak jauh berbeda dengan anaknya (a.k.a, mahasiswa).
      Sekolah kedua, aku dijemput oleh wakil kepala sekolah dan disambut tetap dengan panggilan ’ibu’. Tapi seorang guru di sana, ketika aku sedang sendiri mengurusi berkas-berkas, menghampiriku dan mengajakku ngobrol. Ternyata sejak awal aku turun dari mobil, beliau langsung menebak, ”Ah, ini mah mahasiswa, lagi penelitian kali”... (hohohhhoo,,,skripsiku belum sampai bab 3 sodara-sodarah!!). Padahal aku sudah mengusahakan agar aku terlihat jauh lebih dewasa untuk hari itu! Huhuhuhuuu...
      Sekolah ketiga, esok paginya, aku dijemput oleh seorang guru yang sepertinya memiliki posisi penting di sekolah tersebut. Sepanjang perjalanan, seperti umumnya, kami mengobrol. Beliau banyak bertanya. Awalnya, ”Ibu, dari dinas atau dari universitas?”

Kujawab, ”Universitas. UI”. Kupikir, ’ada kemungkinan aku dianggap psikolog dari UI’.

Blablablaaa, beliau bertanya lagi, ”Ibu tinggal di mana?”
Waktu kujawab Bekasi, ia bertanya lagi, ”Kalau ke kampus, kuliah, dari Bekasi??”

Dalam pikirku, ’o,ow,, dia tau aku mahasiswa. Ah, masih ada kemungkinan kan, dia menyangka aku mahasiswa S2...’

Ternyata beliau bertanya lagi, ”Semester berapa?”
NNAHH!! Ya sudahlah, aku memang masih mahasiswa, sedewasa apapun penampilanku saat itu. *MANA MUNGKIN S2 SAMPAI ADA 8 SEMESTER???*

Monday, January 5, 2009

TETETETEEEETTTT….DHUARR!!- sebuah tinjauan atas fenomena dunia

8:11 AM 1 Comments
-Bekasi, 1 Januari 2009-

Ramai nian malam tahun baru 2009. Suara terompet yang menurutku -maaf- sulit untuk dibilang merdu ‘menghiasi’ jalan depan rumahku. Banyak sekali kendaraan berlalu-lalang, bising sekali. Nonton teve; jalan-jalan penuh,, Ancol dan Taman Mini juga penuhh,,, Seluruh dunia penuuhh!!! Semua bersuka cita merayakan datangnya tahun baru.
Satu hal yang menggelitik benak saya, “TAHU gak ya mereka akan penderitaan rakyat Palestina di saat yang sama???” Hampir semua program berita di semua saluran televisi menyiarkan kabar duka tersebut. Saya asumsikan, mereka tahu.
Nah, pertanyaan berikutnya adalah, “kok bisa ya, mereka masih bersenang-senang bersuka ria di tengah penderitaan ratusan manusia lain di Palestina??”
Asumsi saya berikutnya, sedikit analisis fenomena tersebut berdasarkan teori, afeksi (emosi, perasaan, hati) mereka mungkin belum tersentuh.
Mereka tahu, ya, mereka tahu, secara kognitif (pikiran, pengetahuan). Kognitif mereka telah tersentuh. Tapi mungkin afektifnya belum, baru sekedar ‘kasihan, parah banget’, dll. Sedangkan menurut 3 steps model/change theory dari Lewin, perilaku baru yang menetap dapat dibentuk bila melibatkan afeksi/perasaan seseorang.
Misalnya, saya sih yakin sekali orang yang merokok itu tahu tentang bahaya rokok. Tapi mengapa mereka tidak berhenti merokok? Karena, belum ada suatu peristiwa traumatis/insightful yang “mengguncang” afeksi mereka mengenai bahaya rokok. Kalau ada orang terdekat yang ia kasihi meninggal gara-gara jadi konsumen asap rokoknya, kemungkinan besar ia akan menjauhi rokok.
So, kenapa afeksi mereka belum tersentuh?
Mungkin, yang menderita itu rakyat Palestina. Jauuuhhh sekali dari tempat mereka. Atau, yang terluka hanya “rakyat Palestina”. Bukan siapa-siapa, jadi tidak ada hubungan dengan mereka.
Lain halnya, untuk orang-orang yang merasa bahwa “rakyat Palestina” adalah saudara-saudara yang mereka cintai, bagaikan satu tubuh bahkan. Mereka akan bergerak. Pasti.