Follow Us @farahzu

Thursday, December 29, 2011

Bank Kaum Miskin; Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan

7:28 AM 0 Comments
Sumber: https://kertawirama.wordpress.com/2010/02/12/muhammad-yunus-inspirasi-membela-kaum-miskin/

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Business & Investing
Author:Muhammad Yunus
Bank Kaum Miskin; Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan
Muhammad Yunus, 2008 (Cetakan ke-4)

Dibeli karena butuh kembalian untuk ongkos pulang, di toko buku (setengah bekas) dekat stasiun Pondok Cina, Depok. Buku ini seolah menyeimbangkan pikiran saya yang mulai kapitalis setelah baca dan terinspirasi buku Rich Dad Poor Dad sebelumnya. Hoho.. kedua buku ini klop banget saling melengkapinya.

Pernah tau tentang Grameen Bank dan Profesor Muhammad Yunus di Bangladesh? Bank yang memberikan kredit kepada kaum miskin, terutama perempuan, tanpa agunan apapun, namun dengan tingkat pengembalian hingga 98%. Dan itu sungguh membantu meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Bandingkan dengan orang-orang kaya yang lebih dipercaya oleh banyak bank dapat mengembalikan pinjaman besarnya, namun malah membawa kabur uangnya ke luar negeri -_-‘

Buku ini mengulasnya dari awal sekali, sejak Pakistan masih satu negara dengan India, lalu merdeka, lalu Bangladesh yang memerdekakan diri dari Pakistan, bagaimana awalnya kredit mikro untuk kaum paling miskin ini berjalan, bagaimana ditentang oleh adat, pemerintah, hingga dunia, bagaimana bertahan, hingga kini telah lebih dari 30 tahun meluas ke banyak negara dan banyak bidang, menguat.

Kepekaan sosial dan panggilan jiwa untuk membantu sesama menjadi dasar dalam perang kemiskinan yang membuat Prof. Yunus mendirikan Grameen Bank. Bahwa ilmu seharusnya dapat dimanfaatkan secara praktis untuk membangun kehidupan manusia. Beliau meyakini sifat dasar manusia yang baik (terutama jujur, amanah, pekerja keras, dan kreatif), dalam hal ini dalam mengembalikan pinjaman. Bahwa orang miskin tidak melulu karena mereka tidak mau usaha . Tidak selalu juga karena tidak punya keterampilan untuk mencari nafkah. Seringkali, yang mutlak mereka butuhkan hanya modal. Prof Yunus pertama sekali menemukan 42 keluarga berada di bawah garis kemiskinan, hanya karena tidak adanya uang sebesar USD 27 (bukan perkeluarga, melainkan USD27 untuk 42 keluarga) saja. ckckckckck...

Lalu mengapa perempuan? Prof Yunus menemukan bahwa perempuan, kalau punya uang, pasti akan mendahulukan kepentingan anak-anaknya, setelah itu baru kebutuhan rumah tangganya, setelah itu lagi, kalau masih ada, baru untuk dirinya sendiri. Ini sungguh bermakna besar dalam mengentaskan kemiskinan. Kaum miskin, terutama perempuan, selalu membayar pinjamannya dengan disiplin (hal yang sangat tidak diduga sebelumnya). Hal ini dikarenakan mereka tidak ada pilihan untuk tidak jujur. Mereka tidak mau ambil resiko untuk mangkir, dan, mungkin, jadi ‘buronan’ karena tidak bayar hutang.

Dari kisah Grameen ini saya juga menemukan insight (hikmah) tentang kemandirian dan kebulatan tekad untuk mencapai tujuan dan mempelajari bidang-bidang baru. Seorang profesor ekonomi dan beberapa mahasiswa fakultas ekonomi memulai kerja mereka dari bidang pertanian, lalu perikanan, kemudian tekstil, teknologi komunikasi, kesehatan, hingga bahkan kini, sekuritas; tanpa memahami apapun tentang bidang-bidang tersebut sebelumnya. Nothing is impossible, guys! Yang juga penting, bahwa bisnis yang bertujuan sosial ternyata benar-benar bisa berjalan. Yang kita perlukan adalah mendorong tumbuhnya para usahawan sosial dan investor sosial.

Grameen Bank juga mendidik anggotanya untuk resilien; untuk mampu bangkit kembali setelah terpuruk, dalam hal ini karena bencana alam besar yang sering melanda Bangladesh. Sebagai gambaran, dalam setahun Bangladesh bisa ditimpa 4 kali bencana alam. Mereka tidak depresi, melainkan bangkit dan memulai lagi segalanya. Resiliensi yang hebat.

Terakhir, seperti kata rasul saw, ‘khairunnaas, anfa-uhum linnaas’.. sebaik-baik manusia, adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya =)

Semangat berbuat!

Dalam rangka memaksa diri,
Depok, 29 Desember 2011

Baca Juga: Agar Bisa Melapangkan Hati; Harus Pintar-pintar Memilih

Rich Dad Poor Dad

7:12 AM 0 Comments

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Business & Investing
Author:Robert T. Kiyosaki
Rich Dad Poor Dad, Robert T. Kiyosaki, 2011 (Cetakan ke-27)

Pertama kali mendengar dan tertarik membaca buku ini ketika saya kelas 3 SMA, dipromosikan oleh tutor NF saya. Katanya bagus banget. Tapi baru saya temukan sendiri, beli, dan baca, baru sekarang-sekarang ini, sekitar 6 tahun kemudian. Hehe.

Buku ini tentang uang. Tentang apa yang diajarkan orang tua yang kaya kepada anaknya –tentang uang—yang tidak diajarkan oleh orang miskin dan kelas menengah pada anak mereka.

Kebanyakan orang tua (yang tidak kaya) menyuruh anaknya untuk rajin belajar, menjadi yang terpintar di kelas, masuk ke sekolah lanjutan favorit, universitas ternama, agar kelak mendapat pekerjaan yang baik dan menjamin hidup mereka kelak. Pertanyaannya, apakah dengan penghasilan besar seseorang lantas menjadi kaya? Kenyataannya tidak selalu. Saya pribadi menemukan orang-orang yang gajinya besar, tapi yang dinikmatinya tak seberapa, karena habis untuk membayar hutang dan cicilan-cicilan. Mengapa banyak orang yang bekerja keras, tapi tetap saja banyak hutang? Lalu mengapa orang kaya mudah sekali untuk melipatgandakan kekayaan mereka?

Beberapa hal yang bisa disarikan dari buku ini (sekaligus poin-poin yang bisa menarik rasa penasaran, hhe) diantaranya sebagai berikut:

- Orang kaya tidak bekerja untuk uang; uangnya bekerja untuk mereka.
- Orang kaya menambah aset, bukan liabilitas (kewajiban, seperti hutang dan sebagainya). Di sini pentingnya memahami pelajaran akuntansi.
- Orang kaya melek, memiliki kecerdasan finansial, sadar akan apa yang sedang terjadi di dunia, pandai melihat peluang, dan sadar hukum.
- Orang kaya berani mengambil resiko, terutama dalam berinvestasi.
- Orang kaya mengajarkan bisnis sedini mungkin pada anak-anaknya.

Setelah membaca buku ini, saya langsung heboh berkonsultasi dengan kawan yang telah lebih dulu melek finansial dan memulai berinvestasi (gaji kami tidak jauh beda tapi dia sudah punya beberapa reksa dana. Huhu.. ). Lalu konsultasi pada teman yang seorang financial planner, dan bertanya-tanya tentang bisnis kawan yang sedang berkembang, apakah butuh sedikit tambahan modal. Hehe. Tapi karena satu dan lain hal, saya memutuskan belum melakukannya sekarang. *duh.dasar. masih kelas menengah banget. Haha..

Ah ya, saya jadi ingat kata ayah dan kakak saya, orang-orang mah kalau mau sesuatu tapi ga punya uang, cicil. Di keluarga saya, kalau mau sesuatu dan punya uang, beli. Kalau ga punya uang, cicing! *diem aja, hehehe..

NB: meski penting, buku ini cukup kapitalis. Untungnya saya mendapat penyeimbangnya di review setelah ini. Cekidot.

Dalam rangka memaksa diri,
Depok subuh hari,
29 Desember 2011

Baca Juga: Belajar Renang, Belajar Hidup

Sumber Gambar: http://www.arifahwulansari.com/2012/02/resume-buku-rich-dad-poor-dad.html