Sumber: https://kertawirama.wordpress.com/2010/02/12/muhammad-yunus-inspirasi-membela-kaum-miskin/ |
Rating: | ★★★★★ |
Category: | Books |
Genre: | Business & Investing |
Author: | Muhammad Yunus |
Muhammad Yunus, 2008 (Cetakan ke-4)
Dibeli karena butuh kembalian untuk ongkos pulang, di toko buku (setengah bekas) dekat stasiun Pondok Cina, Depok. Buku ini seolah menyeimbangkan pikiran saya yang mulai kapitalis setelah baca dan terinspirasi buku Rich Dad Poor Dad sebelumnya. Hoho.. kedua buku ini klop banget saling melengkapinya.
Pernah tau tentang Grameen Bank dan Profesor Muhammad Yunus di Bangladesh? Bank yang memberikan kredit kepada kaum miskin, terutama perempuan, tanpa agunan apapun, namun dengan tingkat pengembalian hingga 98%. Dan itu sungguh membantu meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Bandingkan dengan orang-orang kaya yang lebih dipercaya oleh banyak bank dapat mengembalikan pinjaman besarnya, namun malah membawa kabur uangnya ke luar negeri -_-‘
Buku ini mengulasnya dari awal sekali, sejak Pakistan masih satu negara dengan India, lalu merdeka, lalu Bangladesh yang memerdekakan diri dari Pakistan, bagaimana awalnya kredit mikro untuk kaum paling miskin ini berjalan, bagaimana ditentang oleh adat, pemerintah, hingga dunia, bagaimana bertahan, hingga kini telah lebih dari 30 tahun meluas ke banyak negara dan banyak bidang, menguat.
Kepekaan sosial dan panggilan jiwa untuk membantu sesama menjadi dasar dalam perang kemiskinan yang membuat Prof. Yunus mendirikan Grameen Bank. Bahwa ilmu seharusnya dapat dimanfaatkan secara praktis untuk membangun kehidupan manusia. Beliau meyakini sifat dasar manusia yang baik (terutama jujur, amanah, pekerja keras, dan kreatif), dalam hal ini dalam mengembalikan pinjaman. Bahwa orang miskin tidak melulu karena mereka tidak mau usaha . Tidak selalu juga karena tidak punya keterampilan untuk mencari nafkah. Seringkali, yang mutlak mereka butuhkan hanya modal. Prof Yunus pertama sekali menemukan 42 keluarga berada di bawah garis kemiskinan, hanya karena tidak adanya uang sebesar USD 27 (bukan perkeluarga, melainkan USD27 untuk 42 keluarga) saja. ckckckckck...
Lalu mengapa perempuan? Prof Yunus menemukan bahwa perempuan, kalau punya uang, pasti akan mendahulukan kepentingan anak-anaknya, setelah itu baru kebutuhan rumah tangganya, setelah itu lagi, kalau masih ada, baru untuk dirinya sendiri. Ini sungguh bermakna besar dalam mengentaskan kemiskinan. Kaum miskin, terutama perempuan, selalu membayar pinjamannya dengan disiplin (hal yang sangat tidak diduga sebelumnya). Hal ini dikarenakan mereka tidak ada pilihan untuk tidak jujur. Mereka tidak mau ambil resiko untuk mangkir, dan, mungkin, jadi ‘buronan’ karena tidak bayar hutang.
Dari kisah Grameen ini saya juga menemukan insight (hikmah) tentang kemandirian dan kebulatan tekad untuk mencapai tujuan dan mempelajari bidang-bidang baru. Seorang profesor ekonomi dan beberapa mahasiswa fakultas ekonomi memulai kerja mereka dari bidang pertanian, lalu perikanan, kemudian tekstil, teknologi komunikasi, kesehatan, hingga bahkan kini, sekuritas; tanpa memahami apapun tentang bidang-bidang tersebut sebelumnya. Nothing is impossible, guys! Yang juga penting, bahwa bisnis yang bertujuan sosial ternyata benar-benar bisa berjalan. Yang kita perlukan adalah mendorong tumbuhnya para usahawan sosial dan investor sosial.
Grameen Bank juga mendidik anggotanya untuk resilien; untuk mampu bangkit kembali setelah terpuruk, dalam hal ini karena bencana alam besar yang sering melanda Bangladesh. Sebagai gambaran, dalam setahun Bangladesh bisa ditimpa 4 kali bencana alam. Mereka tidak depresi, melainkan bangkit dan memulai lagi segalanya. Resiliensi yang hebat.
Terakhir, seperti kata rasul saw, ‘khairunnaas, anfa-uhum linnaas’.. sebaik-baik manusia, adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya =)
Semangat berbuat!
Dalam rangka memaksa diri,
Depok, 29 Desember 2011
Baca Juga: Agar Bisa Melapangkan Hati; Harus Pintar-pintar Memilih