Follow Us @farahzu

Saturday, February 27, 2010

Gitu aja kok repot…

10:23 AM 8 Comments

          Hmm,, jadi ingat Gus Dur? Ya, memang itu adalah kata-kata khas beliau. Walaupun dalam banyak hal saya sering bertentangan pendapat dengan beliau, saya sangat sepakat dengan kata-kata itu. “Gitu aja kok repot”.
          Pasalnya, saya sangat sering menemukan orang-orang yang bingung. Terutama dalam hal mengerjakan atau memulai sesuatu. Pekerjaan, tugas kuliah, membuat makalah, bahkan skripsi (hatchih!), amanah organisasi, dan sebagainya. Sering kali saya berpikir, padahal orang-orang yang bingung itu bukan orang-orang sembarangan. Mereka orang-orang cerdas dan terbiasa berpikir besar. Kenapa ya?
         Ehmmm… mungkin karena, kalau menurut saya nih ya, banyak orang yang menganggap suatu masalah itu sebagai sesuatu yang besar dan rumit. Akhirnya semuanya jadi terlihat rumit. Alur berpikir dalam membuat penyelesaian masalah tersebut pun jadi ikut-ikutan rumit. Masalah malah jadi makin rumit. Alih-alih selesai.
        Teman, coba deh melihat sesuatu dengan lebih sederhana. Kalau kata Sherina kecil, lihat segalanya lebih dekat, dan kau bisa menilai lebih bijaksana. Kalau ada masalah, jangan buru-buru berkata “Gawat!”, melainkan, coba tenang dulu, anggap saja masalah itu biasa, ujian yang selalu ada untuk membuat kita belajar. Lalu, sederhanakan masalahnya. Jangan berpikir yang susah-susah dulu.
         Gitu aja kok repot…
         Padahal banyak sekali masalah yang sebenarnya tidak rumit-rumit amat, asal kita mau bersabar untuk tidak menganggapnya rumit ketika di awal. Biasa saja. Pikirkan solusi dari yang terdekat, jangan terlalu jauh mencari inspirasi. Inspirasi itu ada di mana-mana kok, di sekitar kita pun banyak. Asal kita mau membuka hati dan pikiran untuk menjadi lebih peka.

Semua hal yang besar pasti tersusun dari hal-hal kecil
Perjalanan seribu langkah, harus dimulai dari satu langkah pertama
Maka, lakukan sekarang apa yang bisa kau lakukan sekarang juga
Gitu aja kok repot…

*habis menyelesaikan masalah yang
Kata orang rumit, tapi akhirnya mereka bilang,
“Eh, iya ya, gitu aja kok repot”  ^_^
26 Februari 2010

Thursday, February 25, 2010

Mengapa perempuan itu sering geer?

9:49 AM 53 Comments
           Mungkin tidak semua perempuan, tapi, begitulah (kebanyakan) perempuan. Dalam perjalanan yang indah di suatu Jumat pagi dengan seorang teman kosan, seperti normalnya perempuan, kami pun bercerita. Tentang… apapun. FYI, itu pertama kalinya kami jalan bareng. Tak heran pembicaraan pun menyerempet ke hal-hal yang sebenarnya wajar pada tugas perkembangan kami. Tapi dari keseluruhan pembicaraan dalam perjalanan selama 3-4 jam pagi itu, aku menyimpulkan, “Iya ya, perempuan tuh cepet banget geer”. Sedangkan temanku itu bilang, “Para pria tuh, demen banget bikin cewek geer”. Hahah…
Di suatu saat yang lain, ketika sedang berenang-renang di Pulau Air waktu JAT, saya, seorang teman perempuan, dan seorang lagi teman laki-laki mengobrol. Si teman laki-laki saya itu memang terkenal gombal, terutama di kalangan anak-anak BEM. Maka pada kesempatan kali itu, saya dan teman saya itu (sebut saja Hawa) mengutarakan isi hati kegerahan kami pada para ‘pria penggombal’, terutama dia.
“Kenapa sih, para pria itu suka sekali menggombal?” 
“Hah, gombal? Gombal gimana? Emangnya saya suka gombal ya??” heran temanku itu (sebut saja Idris, tapi bukan Idris BWB) balik bertanya. 
Saya dan Hawa pun berpandangan, ‘jah, bahkan si raja gombal ini tidak menyadari bahwa dirinya gombal’, lalu mengiyakan, 
“Iyaa!! Ga nyadar lagi!”. Idris semakin bingung, lalu saya memberi contoh salah satu kegombalannya yang pernah mengenai saya. Saya beruntung karena saya memang sudah tahu kalau dia itu memang gombal, jadi saya tidak geer. Idris kaget, 
“Loh, memangnya itu gombal ya? Saya ga bermaksud padahal. Serius deh, ga maksud. Masa sih kayak gitu aja dibilang gombal?”

Ya. Dia tidak bermaksud. Menurutnya itu sangat biasa. Tapi bagi perempuan yang menerimanya, itu bisa jadi luar biasa. Karena, dia perempuan (?!@#@!??*&^%&((%). Perempuan itu mudah geer, gede rasa. Tersanjung. Lalu malu-malu kucing (halah, apa sih). Kenapa?
(ini sih hanya pemikiran saya saja, belum teruji secara ilmiah. Tapi alamiah ^_^)
Pertama, karena perempuan itu perasa. Dalam beberapa kasus, sangat perasa. Dikasih perhatian sedikit, berpikirnya bisa jauuuuuuhhhh ke sebab-sebab, alasan, latar belakang, pendahuluan, landasan teori, lalu dikaitkan dengan bukti-bukti di lapangan, analisis.… *kok, seperti skripsi ya?* Atau, kenapa gak begitu, kenapa dia begini… Kalau sudah begitu, ya itu, dia terindikasi geer. Padahal mungkin bagi yang memberi perhatian itu biasa saja. Seperti contoh Idris di atas.
Alasan kedua (menurut saya), karena perempuan itu teramat sangat cerdas dalam membuat hubungan-hubungan dan asosiasi. Apa yang ia dapatkan dari ‘orang lain’, dikaitkanlah dengan faktor situasi saat itu, kemarin, kemarin-kemarinnya lagi, dan seterusnya. Juga seringkali dihubungkan dengan takdir yang ia yakini, ‘tidak ada yang kebetulan di dunia ini, semua pasti sudah tertulis di dalam lauhul mahfuzh’. 
Ya, memang tidak ada yang namanya kebetulan. Tapi, ada begitu banyak alasan dan sebab yang bisa menjelaskan mengapa seseorang berbuat a, berbuat b, tidak berbuat c, dan seterusnya. Dan seringkali yang dipercaya oleh perempuan adalah bahwa semuanya terkait dengan dirinya. Selanjutnya dengan malu-malu ia bertanya pada dirinya sendiri, “apakah ini takdir?”
Seorang senior pernah mengomentari tulisan saya, “Seseorang mendengar apa yang dia rasakan", dan saya menambahkan, "dan apa yang ingin dia dengar”. Ha, begitulah mungkin.
*Saya sok tau bener ya… Akhir kata, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada para perempuan yang membaca dan yang merasa dirinya tidak seperti yang tertulis di sini. Tulisan ini hanya berdasarkan bincang-bincang dengan banyak perempuan yang saya kenal, jadi mungkin ada error dalam generalisasi. Peace! ^_^v *
                                                                                           24 Februari, 2010.

Andai di antara kita ada cinta

9:45 AM 8 Comments
Andai di antara kita ada cinta,
Jagalah cinta itu agar tetap diberkahi oleh Sang Maha Cinta
Andai di antara kita ada cinta,
Semoga hati-hati kita tidak lalai karenanya
Andai di antara kita ada cinta,
Ikhtiarkanlah agar cinta itu menjadi cinta yang dewasa;
yang menumbuhkan, mengembangkan, dan mengajarkan
Andai di antara kita ada cinta,
Semoga Allah menunjukkan jalan, kebaikan dan keburukannya.

Buat sobat-sobat seperjuangan,
Semoga persahabatan kita dikekalkan
sampai ke syurga
Karena Allah
24 Februari 2010

Sekolah Gratis Ala Orang Gila

9:43 AM 17 Comments
Ada yang pernah ke Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM) di terminal Depok, Jawa Barat? Ya, yang di sebelah MasTer (Masjid Terminal). Saya beberapa kali ke sana, untuk keperluan skripsi mewawancarai pengajar di sana. Sejak wawancara elisitasi (sebut saja wawancara awalan untuk menggali permasalahan yang ada) saya dengan seorang pengajar laki-laki yang sudah menikah, saya serasa  mengalami jalasah ruhi, wisata ruhani. Ternyata beberapa bulan setelahnya ketika saya melakukan wawancara kembali yang lebih serius untuk penelitian, jalasah ruhi yang saya alami lebih jauh dan lebih mendalam daripada sebelumnya.

Iter:    Kakak, selain di sini, kerja di mana?”
Itee:   Saya, ga di mana-mana lagi, di sini aja.”
Iter:    (sempat mengernyit sedikit) Lalu, penghasilannya Kak?
Itee:   (tersenyum tertawa, malah bertanya pada temannya) Dari mana ya Kak, penghasilannya? Nah kita juga bingung kalo ditanya penghasilannya dari mana. Ada aja rezeki mah

Ketika saya menanyakan mengenai pendanaan yayasan tersebut (yang awalnya rumah singgah),
Itee:   jadi gini Mba, kami di sini punya Big Boss, namanya ArRazaq, Allah Yang Maha Memberi Rezeki. Abis kita minta sama pemerintah ribet banget birokrasinya, ya udah lah, kita mah minta sama Allah aja.
Iter:    contohnya Kak?
Itee:   misalnya nih, kita pengen punya komputer nih, buat anak-anak biar pada belajar komputer. Ya udah, ayo kita shalat, berdoa, bangun malem, minta ama Allah, terus kita puasa sunnah besoknya. Eh besoknya ada aja gitu yang dateng, bawain komputer 10 unit, untuk belajar anak-anak.
Iter:    ……………………………………
Itee:   makanya kita alhamdulillah bisa sampe kayak gini, karena kita mintanya sama Allah aja. Pengen punya lahan, ruang kelas, tinggal berdoa, ada aja jalannya, tuh sampe kita punya kontainer sampe 2 tingkat, itu juga dapet. Kalo beli sendiri kan bisa berapa belas juta itu.
Iter:    ….. wah, subhanallah… kalau untuk kehidupan keluarga Kakak gimana?
Itee:   yaaa, sama, minta aja ama Allah. Misalnya nih, besok udah tanggal 5, belom punya uang buat bayar kontrakan, ya udah tinggal shalat, ngadu aja, minta aja sama Allah, ‘Ya Allah, besok udah tanggal 5 nih, belom ada duit buat bayar kontrakan’… eh dipanggil, ‘Kak X, ada yang nyari tuh’, ’‘Siapa?’, ‘Ga tau, bapak-bapak’. Pas saya temuin, ‘Iya Pak, ada apa?’ ‘Ini, mau ngasih ini bantuan’. Maksudnya uang. Trus saya masuk sebentar, pas saya keluar lagi, udah ga ada tuh bapak. Yaaa, alhamdulillah, cukup itu buat bayar kontrakan besoknya. ……………. Kakak saya kan juga suka dateng ke rumah, minta beras sama istri saya, saya bilang, ‘Kamu kalo kayak gini ga usah minta-minta izin lagi sama saya, saya udah rido’. Kita tuh Mba, subhanallah, masak nasi tuh paling berasnya cuma segelas aqua, itu cukup buat 3 hari mah.
Iter:    ………………………………… Kakak tinggalnya di mana?
Itee:   Saya, di Sawangan. Naik sepeda tiap hari. Pernah saya gini ya, ‘ya Allah, bukannya saya ngeluh, cuman, capek juga ya bolak-balik naik sepeda tiap hari dari Sawangan ke terminal’. Eh pas nyampe sini, ada yang ngasih, ‘X, nih pake, buat kamu’, menyodorkan kunci motor, Supra-X. Tuh, yang saya pake
Iter:    ……………………………………
Itee:   yaaa, saya mah cuman, ‘ya Allah, saya udah ngajar di sini hanya untuk mencari rido-Mu’, udah gitu aja. Dan saya yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.

Subhanallah, subhanallah…
Itu baru dari wawancara elisitasi. Ketika wawancara lebih lanjut, beliau bercerita tentang awal pendirian sekolah gratis itu.

Itee:   Awalnya ya dapet tentangan dari masyarakat, mereka bilang, ‘Mana mungkin hari gini ada yang mau diriin sekolah gratis, dari SD sampe SMA’. Yang lain bilang, ‘Hanya orang gila-lah yang mau mendirikan sekolah gratis dari SD sampe SMA’. Akhirnya saya apa, ya udah, ayo, kita praktekin orang gila bikin sekolah. Sekarang, pas kita udah jalan bagus kayak gini, baru, orang yang bilang gila itu sadar, dia malah mau gabung di sini, mau jadi pengurus di sini, ga kita terima. Kita bilang apa, ‘Jangan Pak, jangan gabung di sini, kita kan gila, Bapak kan waras. Jadi jangan gabung sama orang gila Pak’.

Dan sekarang, kalau teman-teman melihat betapa mapannya yayasan itu sekarang, mungkin akan berpikir seperti saya dulu, “Wah, ini mah udah pasti dapet bantuan tetap dari pemerintah”… Ternyata tidak, mereka mapan sekarang karena mereka tidka meminta pada manusia, mereka hanya meminta pada Yang Punya, Yang Maha Kaya, Ar-Razaq. Itu saja.
Meski membosankan,
pegal verbatim membawa banyak hikmah.
24 Februari 2010

OPTIMIST!

9:41 AM 4 Comments

A, “Wah, bunga mawar itu indah sekali… Sayang ia dikelilingi oleh semak belukar”
B melihat mawar yang sama, dari jendela yang sama,
“Wah, semak belukar itu jadi indah dengan adanya mawar cantik itu”…

Hai, namaku Jasmine. Di atas adalah potongan cerita temanku Fawaz saat kami bermain di pinggir kolam tadi siang. Sangat berkesan buatku. B tidak hanya bisa berpikir positif atas semua hal, tapi juga mampu memandang sesuatu dari sisi yang berbeda.

Uhmmm,, awalnya kami diajak menyelam ke dasar lautan, mencari sebanyak mungkin mutiara untuk ditukarkan dengan apapun yang kami mau nanti, yang puaaaliiinggg bagusss dan maaaahaaaalll sekalipun. ‘Dipersenjatai’ dengan berbagai macam fasilitas canggih, diberi tabung oksigen, juga baju selam anti gigitan hiu dan predator lainnya. Dunia dasar laut memang indah. Tapi kawan, jangan terlena ya… Meski ikan badut menggelitik penuh canda. Atau juga terumbu karang warna-warni yang bak melambai memanggil. Bahkan meski hiu menjinak mengajak bermain berkejaran. Karena jatah oksigenmu terbatas. Jangan terlena teman, karena jatahmu hidup pun, terbatas. 

Siang itu, Jasmine mulai eksis, mewujud aku. Begitu juga dengan Fikri, Shatila, Nur, Humaira, O’im, Anisa, Nisa, Fatih, Najma, Dzakiy, dan Dafa. Tadinya ada si Izatullah juga, tapi dia pulang lebih dulu. Semuanya, mewujud dalam diri pemuda-pemudi tangguh berusia 19 sampai 22 tahun ^_^

Lallluuu… kami bermain dengan kura-kura. Eits, ini sudah di darat, teman. Kura-kura boneka, hehe.. Di lempar-lempar. Seperti bermain bola panas, tapi bukan. Kami sedang belajar. Kami ditantang. Awalnya tantangan itu tampak sulit, tapi kami mencoba; musyawarah, kordinasi, mengubah strategi, belajar dari kesalahan, belajar memimpin, saling mengingatkan, dan membangun mimpi bersama. Sekali, dua kali, tiga kali, empat kali. Kali kelima (kata Fawaz sang Komandan ini terhitung c.e.p.a.t), kami berhasil melewati target! Yuhuuuw, Allahu akbar! Kulihat hampir semua melompat saat itu. Dan kami mengerti satu hal, ternyata keberhasilan itu indah ya..

Matahari meninggi, lapar pun mengganas karena zuhur sudah hampir 1 jam lalu lewat. Diawali dengan cerita Ja’far bin Abi Thalib yang bergaya bangsawan, diterima bak tamu agung saat hijrah oleh Raja Habasyah (Ethiopia yang dulu makmur) karena kemuliaan akhlaqnya. Akhlaq, da’wah Rasulullah saw yang telah dimulai jauh sebelum kenabiannya. Kita pun harusnya mengokohkan pondasi internal lebih dulu, lalu meluaskan risalah. Melayani, bukan minta dilayani. Organisasi da’wah, atau da’wah yang terorganisasi? Semua sepakat bahwa esensi kita adalah da’wah yang terorganisasi. Tapi kita sendiri sudah berdiri sebagai sebuah organisasi. Baiklah, transformasi, berjuang dengan hati (lhoh?) kita akan menjadi organisasi da’wah yang terorganisasi.

Melayani dan kelaparan. Kami bergantian saling menyuapi makan siang. Dengan tangan tanpa sendok, dengan menutup mata teman yang disuapi. Hihihi, seru. Awalnya sih pasti canggung, tapi lama-kelamaan, seiring rasa percaya pada saudara bahwa mereka hanya akan memberi hal yang baik dan bahwa mereka menyayangi kita, akhirnya, aku jadi merasa di sayang. Hehe… Untuk yang menyuapi pun, menyadari bahwa saudara kita pun manusia, sama berperasaan. Maka mereka menyuapi dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, memberikan minum, dan memilihkan yang terbaik. Trust and Respect, Dafa menyimpulkan. Kata komandan Fawaz, ya, di situlah intinya.

Lallluuu,,, yang terakhir, kami bermain…apa ya namanya? Butuh strategi-lah pokoknya. Dan butuh pemimpin. Sejauh mana kekuatan pemimpin. Sejauh mana ia mau mendengarkan bawahannya. Jangan terlalu otoriter. Jangan juga terlalu lemah (laissez faires). Moderatlah, karena Islam itu pertengahan.

Pulang. Dengan tekad baru. Yes! Kita bisa!!
HR KeRen hehehe…
21 Februari 2010.

Friday, February 19, 2010

Anak-anak Musikal

8:33 AM 9 Comments
Sabtu malam, menjelang isya. Saya menaiki bis menuju Bekasi Barat dari Jalan Baru Pasar Rebo. Memilih tempat duduk di bangku 3, duduk di pinggir. Di pojok sana ada seorang bapak dengan anak laki-lakinya yang masih kecil, kira-kira lewat sedikit dari 1 tahun, usianya. *Entah kenapa dari dulu saya selalu senang kalau melihat bapak-bapak jalan berdua saja bersama anaknya, ingat ayah. Tengah kami kosong.
Nah. Tak lama ada seorang ibu bersama putrinya yang berusia sekitar 4 tahun naik, mau duduk di sebelahku. Tadinya kalau ada yang mau duduk lagi, aku akan memberikan tempat yang tengah itu, agar aku tetap di pinggir. Kalau aku yang geser ke tengah, nanti dikira keluarga lagi… Ah, tapi, tidak tega ah. Ibu-ibu itu gemuk, putrinya juga gemuk, dan membawa tas ransel yang gemuk pula. Aku waktu itu hanya bawa diri dan tas selempang yang ringan, jadi, yah, “aku yang ringan” ini memilih untuk tidak mempersulit, bergeser ke tengah, ke sebelah bapak-bapak dan putranya tadi.
Aku sendiri bersama tas ringanku, di kananku bapak-bapak dan putranya, di kiriku ibu-ibu dan putrinya. Sempat berpikir iseng, sama saja, aku yang di tengah maupun ibu itu yang di tengah, bila di pojoknya bapak-bapak itu, pasti seperti keluarga. Dan benar saja, ibu-ibu di sebelahku bertanya, “Dengan putranya, Bu?” Wah. Kan? Oh bukan, saya belum punya anak. Belum nikah juga…
*maaf nih intronya kepanjangan.
Ya, anak laki-laki di pojok sana berdiri melihat ke luar jendela sambil terus bertanya apapun pada ayahnya yang menempelkan kepalanya ke bangku depan, meluaskan “wilayah kuasa” anaknya di belakangnya. Terus bertanya, terus bergerak-gerak. Ketika pengamen yang mantap beraksi, anak itu ikut ber.nya.nyi. Hafal sya’irnya. Dan yang membuatnya makin lucu, ia menggoyangkan tubuhnya seirama dengan lagu. Benar-benar se.i.ra.ma. Pas sekali.
Anak perempuan di sebelahku bertepuk-tepuk tangan menikmati lagu dari abang pengamen. Tapi ia kalah hafal dengan anak laki-laki di pojok itu. Aku yang memang sedari tadi diam (tapi kakiku bergerak-berak seiring musik), ibu, dan putrinya, terkesima dengan pria kecil itu. Ibu itu bahkan sempat memujinya. Satu lagu usai, ia merengek-rengek pada ayahnya, “Papa, lecean pah, lecean!!” Kata ayahnya, “Iya ntar, bayar (ongkos) aja belum”. Anak itu minta uang receh untuk pengamen yang menghiburnya! *pengamen yang menyanyikan lagu-lagu yang ia hafal.
Besoknya, ahad siang, saya kembali menaiki bis yang sama menuju Pasar Rebo. Ada anak bayi berusia sekitar 5 bulan, perempuan, putih, tembam, digendong neneknya. Lagi, ada pengamen yang bagus. Bayi perempuan itu mengangguk-anggukkan kepalanya seirama dengan lagu. Sekali lagi, se.i.ra.ma. Lucu sekali, padahal wajahnya sangat polos tanpa ekspresi apapun (kalau orang dewasa biasa disebut “cengo”), tapi mengikuti musik pengamen. Hiiiii,,, aku gemas, aku cubit pipinya yang gembil, dia memperhatikanku bingung, lalu melihat neneknya. Sang nenek tidak tau apa yang kulakukan di belakangnya (mencubit pipi sang cucu), jadi biasa saja.
Beberapa bulan yang lalu, seorang ayah, ibu, dan putra bungsunya yang belum 1 tahun naik di sebuah angkot yang ada tape atau radionya. Sang supir menyetel musik, dan bayi laki-laki yang seringkali kelebihan tenaga itu juga menggerak-gerakkan tanganya, menggangguk-anggukkan kepalanya seirama dengan musik itu. Lagi, se.i.ra.ma. Penumpang lain di angkot itu memperhatikan, lalu berkomentar, “Pak, anaknya sepertinya peka sekali dengan suara ya? Punya bakat musik nih pak…”
Aku, mendengar cerita itu dari sang ayah beberapa hari setelahnya, di Mahalum F.Psikologi UI. Ya, itu anaknya Pak Lili ^_^ Dan ingatan tentang itu membuat aku lebih memperhatikan anak kecil. Seperti cerita bis Rambutan-Bekasi Barat di atas.

Friday, February 5, 2010

Cerita khadimat

9:08 AM 5 Comments
Sebenarnya khadimat yang diceritakan di sini bukan murni khadimat, hanya beberapa jam datang setiap hari untuk mencuci dan menyetrika baju, dan menyapu serta mengepel dan sedikit beres-beres.  Beberapa waktu lalu ibuku memberhentikan seorang khadimat dengan alasan dia terlalu perhitungan. Kalau dimintai tolong di luar “jobdesc”-nya di atas, ia seringkali menolak. Sangat tidak cocok dengan kebiasaan di rumahku yang “kalo ngeliat ada yang ga beres ya diberesin laa, siapapun itu”. Jadi, ia diberhentikan. Pas juga dengan waktu ibuku ditawari khadimat lain oleh tetangga, yang available untuk menginap. Padahal, kalau aku sih, sudah cukup puas dengan “kinerja” mbak yang pertama, dan tidak terlalu bermasalah dengan sifat perhitungannya itu. Ketika di keluargaku mulai muncul wacana untuk mengganti khadimat, yang aku pikirkan adalah, “ntar, mbak yang baru nyucinya sebersih mbak ini gak ya?” atau, “ntar, mbak yang baru kerjanya segesit mbak yang ini gak ya??” Dan aku masih belum rela kalau harus berbagi kamar dengan orang lain (berhubung kamar di rumahku ngepas, ada 3). Tapi berhubung aku tidak ikut memutuskan, ya sudah lah. *Cuma bisa berharap.
            Jengjeeeennggg!! Ketika aku pulang ke rumah di akhir pekan (waktu itu aku masih kos), ibuku mengeluh lagi, “Haduh de, mbak ini masih anak-anak bangeeett, belum bisa apa-apaaa…” Sebenarnya tidak juga anak-anak, 17 tahun umurnya. Dan sudah menikah. Sepertinya dia sama sekali tidak pernah (apalagi dibiasakan) kerja di keluarganya. Karena benar, belum bisa apa-apa. Masih ibuku yang mencuci. Waktu aku pulang pun, aku mendengar ibuku memanggilnya, “Mbaaak, sini, ibu ajarin ngebilas!” ckckckckckckck… membilas pakaian saja belum bisa…itupun mencuci dengan mesin… repotlah lagi ibuku mengajari anak ini…
            Khadimat yang ini sangat penurut, kalau makan pun terima apa yang ada di lemari. Tapi mungkin karena tidak dibiasakan kerja, jadinya sangat tidak punya kepekaan, apalagi inisiatif, hanya tunggu perintah. Mba, nyapu dulu ya. Mba, abis itu ngepel ya. Jangan lupa baju kotornya direndam dulu. Dan seterusnya. Kalau tidak, ya dia akan diam a.k.a bengong. Pfiuhh.. sekali waktu, ibuku sedang menggoreng tempe di dapur, dengan ada dia di situ juga. Lalu ibuku meninggalkan gorengannya ke meja makan menemani ayahku, dengan berpikir, ‘ah, ada dia, masa sih ga nengok-nengok…’ humm.. tau apa yang terjadi selanjutnya? Tempe itu gosong! Dengan dia masih saja asik makan di dekatnya. Ibuku, “Ya ampuuuunnnn, sampe gosong giniiii…?!” Dan, saudara-saudara, tahukah apa yang dia katakan pada ibuku? Jawabannya hanya, “Ibu mah kalau goreng tempe ditinggal sih…”
?!!@#$@$@%$#%&$*$&*$*#(*@&!!!??!!?!!@#$@$@%$#%&$*$&*$*#(*@&!!!??!!$
Tepat. Tak lama ia juga diberhentikan. Ibuku capek mengajarinya, masih terlalu belum bisa apa-apa. Dan ketika ibuku akan mengatakannya, ia lebih dulu minta izin mau pulang kampung. Hhee… ibuku langsung senang, “Oh, ya udah, gapapa” =)
Mungkin, kitanya ga seneng, dianya juga udah ga betah kali disuruh kerja. =D

Monday, February 1, 2010

JAT (Pulau Pramuka, 25, 26, 27 Januari 2010)

8:13 AM 31 Comments
Akan tiada lagi kini tawamu
‘tuk hapuskan semua sepi di hati
Ada cerita tentang masa yang indah
saat kita berduka,
saat kita tertawa…

“Ka Farah, apa ya, yang membuat kesan orang beda-beda tentang BEM UI 2009?”, seorang adikku bertanya, “ada yang ngerasa berkesan banget, kehilangan banget, tapi ada juga yang biasa aja… kenapa ya?” Jawabku, “Keterlibatan, Mi”, sebut saja namanya Mimi. Jujur, sebenarnya jawaban itu baru saja aku dapatkan tepat sedetik setelah pertanyaan itu diajukan. Maksudku adalah menekankan sebuah kedewasaan, bahwa kenyamanan itu sejatinya kita sendiri yang menciptakan, bukan diberikan oleh orang lain, rekan kerja maupun atasan kita.

Dear BEMers, sedikit yang dapat kusampaikan malam itu, jelas tidak dapat mewakili semua kesan tentangmu setahun ini. Namun apa daya semua terbatas oleh waktu, BPH yang lain menunggu giliran. Sebenarnya di luar itu pun aku sudah kehabisan kata-kata… dan pastinya tersedak oleh isak.

Hey, kuharap setelah hari ini kita semua semakin dewasa dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Meski kita akan menjalaninya masing-masing, namun aku sangat berharap bekal yang telah kita kumpulkan selama setahun kemarin dapat bermanfaat untuk selanjutnya. Dan lagi, jangan pernah membandingkan suasana baru nanti dengan kenangan indah kita yang telah lalu. Karna itu sungguh menyakitkan bagi “orang-orang baru”-mu. Percayalah. Buka hati dan pikiran seluas-luasnya, maka kau akan menemukan kenyamanan di manapun kau berada.

Humh, sedih sekali aku malam itu, teman… Tidak, tidak hanya malam itu, hingga keesokan harinya, bahkan hingga hari ini. Aku merasa sangat, sangat kehilangan kalian.

Ingat, tahun ini perjalanan kita lengkap sudah. Dari gunung di tengah tahun sampai ke laut di akhir tahun. Tiga hari terakhir kebersamaan kita memang so wonderful, unforgettable, sangat berkesan. Gila, berkesan abis! Sejak sebelum hari-H keberangkatan, bahkan H-1 jam kita masih dirisaukan oleh kabar cuaca. Meski pihak berwenang seperti BMG menyatakan perjalanan kita akan aman, namun getir itu tetap menyertai, apalagi banyak sahabat kita yang tidak diizinkan ikut oleh orang tuanya karna masalah cuaca. Bahkan, karna sedikit keterlambatan saja, di tengah arus ombak yang mulai meninggi kapal kita harus menepi ke pulau Pari dan menunggu ditarik oleh kapal berikutnya yang lebih kecil dan kosong muatan. Fiiuhhh,, alhamdulillah selamat sampai Pramuka…
Kebanyakan kita baru pertama kali naik kapal, termasuk aku. Takut mabuk laut, pastinya. Gak lucu dong, masa ibunya anak-anak ikutan mabuk dan tepar, alih-alih menangani yang sakit atau mabuk… Sebelum hari-H, banyak-banyak cari info tentang bagaimana mencegah mabuk laut. Dari wajib sarapan, antimo, hingga koyo penutup pusar. Alhamdulillah sampai akhir tidak ada peserta yang mabuk laut, paling hanya pusing sedikit dan bisa diatasi (dengan tidur).

Perjalanan di kapal menghabiskan 3 jam lebih, saking lamanya, aku ingat, setiap terlihat pulau yang agak besar, kita semua bertanya antusias, “Itu bukan, pulaunya?”. Hum, lapar pula. Sampai dermaga, bawaan yang berat membuat selera foto kami hilang dan berpikir, “Ah, foto-fotonya nanti ajah, masih lama ini”. Kemudian bergerak menuju mess yang telah disiapkan oleh tim (sebut saja EO) SIGMA B UI, gabungan anak-anak biologi yang menaruh minat pada laut dan seisinya. Istirahat, beres-beres sebentar, shalat, lalu berkumpul lagi, pembukaan, lalu briefing dan pengenalan alat-alat untuk snorkling keesokan harinya oleh mentor kelompok, dari SIGMA juga.

Pembagian kelompok, aku dapat kelompok 1. Ada Adit-P&K, Rohli-P&K, Nanda-Waka, Eva-Kesma, dan Zaky-BWB. Sekitar jam setengah 5 sore ada waktu kosong. Aku, Eva, Zaky, Adit, Rohli, dan Fajar-Kremas memanfaatkannya dengan berjalan-jalan ke dermaga, menunggu sunset. Mengambil beberapa foto berlatar laut dan matahari senja, lalu jalan, jalan, jalan, hingga akhirnya kami menemukan suatu tempat beberapa puluh meter dari dermaga yang cukup indah, lautnya bening, dan ada semacam gazebo yang menambah kesan eksotis tempat itu (halah, agak lebay). Fajar dan Rohli melompat dan berenang di laut itu, yah, setinggi perut lah airnya, dengan ombak yang lumayan tenang. Sempat juga merekam Rohli yang membuat adegan orang bunuh diri tapi pas lompat teriaknya Allahu Akbar. Hehee,, agak aneh ya?

Semakin gelap, kami berenam pulang ke mess dengan bertualang, menjadi Bolang (bocah ilang) menyusuri pinggir pantai, berharap dapat menemukan mess kami kembali. Sengaja kami tidak mengambil jalan yang sama dengan berangkat, ‘kan lagi jadi bolang ^_^ alhamdulillah kami selamat!

Malamnya saat performance, kelompok yang lain lucu dan seru-seru. Tapi kelompok kami (berniat) serius dengan menampilkan tari saman (seadanya). Padahal waktu latihan di mushola udah bagus tuh… tapi sepertinya karena keberadaan “seorang oknum”, konsentrasi penonton terpecah dengan tawa.. hiaaaahh… ah, tapi, alhamdulillah waktu voting di akhir yang milih kelompok kami cukup banyak juga kok. Hehee..

Esok paginya, gerimis! Nah lho! Kita kan mau snorkling,,, terancam butek deh airnya kalo ujan… tapi alhamdulillah ketika kami mulai jalan ke tengah laut, langit cerah. Subhanallaah, laut luar biasa bangeettt!! Melewati hutan mangrove, mulai berenang melihat ke bawah air, kita disambut oleh karang-karang, kemudian “dihadang” hutan lamun yang gemulai menari-nari mengikut ombak. Terus ke tengah, ikan-ikan mulai banyak berlalu-lalang, muncul-sembunyi dari balik karang. Aku bertemu Nemo, si ikan kelonpis (di pulau itu ada nama jalan Ikan Kelonpis, kurasa asalnya dari clown fish) yang ternyata kecil sekali, hanya sebesar 1 buku jari kelingkingku! Lalu kelompokku bertemu dengan bantal raja, yang masih saudaraan sama bintang laut. Bantal raja ini, Cuma kelompokku lhoh yang nemuin!! Jadi asoy,, hehhhee…

Lallluuu… kami sempat juga makan anggur laut. Tapi jangan bayangkan rasanya senikmat anggur darat deh. Karna buahnya sangat kecil (meskipun bergerombol) dan kadar garam air laut di situ juga lumayan, jadi yang terasa di lidah hanya asinnya. Pfiuh… Bulu babi, ketemu juga dong… alhamdulillah ketemunya bukan yang ganas. Warnanya hitam, menempel pada batu-batu, dan ternyata durinya panjang-panjang! Lumayan gatel dan sakit lah kalo sampai nempel. Kalau bulu babi yang warna-warni malah bahaya! Meski ukurannya lebih kecil, tapi kalau nyengat bisa lah, bikin manusia yang kena meriang panas-dingin.. Teeruus… ketemu apa lagi yaa? Oh iya, ketemu fotografer underwater! Yang tak lain adalah anak SIGMA juga,, tapi senang bisa foto dan berpose di bawah laut. Hehee.. Ah, banyak lah yang ditemuin, tapi lupaa… dan 2 jam di laut lewat tanpa terasa…

Setelah pulang kembali ke darat, kita diajak jalan-jalan. Dijelaskan tentang mangrove yang ada di pulau itu, lalu kita ke penangkaran penyu. Di sana, ada seekor penyu yang seumuran sama aku dan BPH umumnya, sekitar awal 20 tahun, yang menjadi primadona. Bukan karna keindahan tempurungnya, melainkan justru karna ia mengalami cacat tubuh. Hemmm.. taukah, dia merasa. Dia marah ketika kita bergerombol mengelilingi “bak pribadinya”. Dia berenang keliling bak sambil mengepak-ngepakkan kaki depannya ke arah kita hingga membentur-bentur pinggir bak. Dia juga punya rasa. Dia juga ingin dihargai dan dianggap sama dengan yang lainnya…

Pakaian yang basah mulai mengering, baru mulai… Tujuh bidadari (sebut saja begitu) yang terdiri dari aku, Eva, Mimi dan Tika -PSDM, Erika-P&K, Fariz dan Wulan –Sosmas memisahkan diri dan berjalan menuju dermaga, tempat Rohli dan Fajar berenang sore hari sebelumnya. Aku dan Eva yang sudah tahu kedalamannya berniat berenang juga di sana, di laut lepas. Tapi… kok ombaknya lebih tinggi dan tidak tenang ya..? Dan ketika kami nyebur, kok, sedada?? Waaaw, ternyata masih sisa pasang semalam.. Kami berenang menuju karang di depan sana dengan susah payah, karna ombaknya lumayan ganas bo! Jadi makin tertantang… Tak lama, Wulan dan Tika ikutan nyebur juga… Sisanya, fotoin kami yaahh!! ^_^

Kami bersih-bersih di masjid yang indah di dekat dermaga, mencuci muka dengan sabun, shalat, dan memakai sunblock kembali, tanpa berganti pakaian. Berlari-lari kami mengejar rombongan BEMers yang sudah akan naik kapal untuk petualangan berikutnya: Pulau Air!

Ketika kapal belum (hampir) merapat ke dermaga Pulau Air, anak-anak SIGMA mulai berloncatan dari atas kapal, ke laut. Dalamnya, katanya sih sekitar 3 meter. Keren dan asik sekali kelihatannya. Disusul anak-anak BEM yang memang bisa berenang dan mengambang. Aku bisa berenang, tapi tidak bisa water-trap jadi tidak bisa mengambang di satu titik. Tapi udah keburu mupeng, aku titipkan kacamataku, memakai jaket pelampung, masker dan snorkel, lalu ikut melompat. Hyeeeii!! Tapi di sini ada sebuah pengalaman traumatis, aku mencederai temanku yang melompat lebih dulu, beberapa detik sebelumku. Kupikir aku akan tercebur di sebelah kanannya, tapi ternyata aku tepat di atasnya, hingga ia yang belakangan kutahu sudah siap muncul kembali ke permukaan untuk mengambil napas tertindih olehku di dalam air, dan mengalami cedera. Maafkan aku sobat, sama sekali tidak sengaja… aku benar-benar merasa berdosa atas itu…

Ketika di laut itu, aku ingin berenang merapat ke pantai, tapi ternyata aku terlalu cepat merapat ke dermaga sehingga aku hampir saja terkena duri bulu babi yang sangat banyak menempel di situ. Aku yang memang panikan sempat panik parah melihat duri-duri hitam tajam itu di dekatku, lalu aku langsung menjauh sebisaku. Pfiuh, alhamdulillah selamaatt… lumayanlah, sampai snorkelku kemasukan air laut dan terminum, yang ternyata lebih asin daripada air laut di Pramuka! Parah beuutt.. Sampai di pantai, tak lama aku berenang kembali menuju pulau seberang yang terlihat dekat, dengan satu-satunya gaya katak yang kubisa tanpa memakai pelampung. Sampai di tengah aku ngos-ngosan dan hampir tenggelam (ternyata jauh bo!), tapi alhamdulillah aku bisa menguasai keadaan sehingga dapat memutar arah kembali ke pulau Air.. Hhh.. gak lagi-lagi deh.

Ternyata pantai di pulau itu sama sekali tidak landai. Cepat sekali turunnya. Jadi, demi keselamatan, aku selalu mengenakan jaket pelampung. Jadi ga keren (hahaa), tapi biarlah, siang itu aku menganggap diriku tidak bisa berenang hingga harus pakai pelampung kemana-mana. Hiks. Menyakitkan.

Lomba tarik tambang di dalam air dengan pijakan kaki berupa pasir yang njeblos ternyata susah banget! Jangankan di air, di darat saja aku belum pernah ikut tarik tambang. Dan sampai menulis ini, telapak tanganku masih luka-luka. Kemungkinan besar karna tambang itu (lenjeh banget ye…?).

Malamnya, saat para staf dan panitia (BWB) tukar kado, BPH berkumpul merencanakan performance untuk terakhir kalinya. Singkat cerita, setelah nonton “film dokumenter” BEM UI 2009, ada sesi renungan dari ketua kami, Tiko. Hiks, hiks,, basah deh ni muka, sedih dan sangat haru… dilanjutkan dengan ucapan terima kasih dan permohonan maaf dari setiap BPH kepada semua BEMers terutama staf masing-masing, diiringi lagu Semua Tentang Kita-nya Peter Pan. Sedddddiiiihhh banget… betapa ini kenyataan, kita akan berpisah. Ditutup dengan BPH menyanyikan reff lagu Ingatlah Hari Ini-nya Project Pop, kami masih menangis, saling memeluk haru, memaafkan dan berterima kasih satu sama lain. Terutama sama staf-staf PSDM yang perempuan, tumpah deh semua air mata. PSDMers yang cowok, cuma ngeliatin aja, ikut haru, tapi tak mungkin ikut berpeluk kan? Hehee.. lalu kami semua berlari menuju dermaga.

Gelap. Gerimis. Angin laut membadai. Lagi-lagi Tiko berkontemplasi sebentar tentang kebersamaan kita setahun kemarin, berdoa agar kita semua bisa berjumpa lagi di surga kelak. Keluarga, hingga ke surga. Lalu meminta seseorang untuk berbagi kesan, Bintang-Danus si PO Bedah Kampus. Tiga tahun ikut BEM UI, baru kali ini dia merasa begitu kehilangan. Jadi sedih. Tapi senang juga, berarti bermakna.

Tiba-tiba dari belakang kita ada teriakan, “BEM UI DUA RIBU SEMBILAAAANNN !!!” diikuti dengan munculnya kembang api warna-warni. Banyak. Semua terpana. Bertepuk tangan. Menyanyikan Mars BEM UI di kegelapan malam, sekali, dua kali, belum juga selesai. Pesta kembang api di dinginnya dermaga melengkapi keharuan kita malam itu…

Indah
Menutup akhir kebersamaan struktural kita
Harap,
Semoga kita dikumpulkan kembali di dalam
Surga-Nya
_________________________________________________________________________
Kamu sangat berarti istimewa di hati, slamanya rasa ini
Jika tua nanti kita t’lah hidup masing-masing,
Ingatlah hari ini