Namanya (ki-ka) Fadia, Reynaldi (Rey/Iyei), dan Tery. Fadia dan Tery adalah kakak-adik, sepupuan dengan Rey. Rey itu, awalnya, suliiiiittt banget disentuh. Boro-boro deh diajak main atau bercanda, disentuh aja susah! Tapi Fadia dan (terutama) Tery, mereka kebalikannya, supelnya minta ampun! Setelah Fadia dan Tery tinggal serumah dengan Rey dan nenek mereka, lambat laun Rey pun jadi serupa: supel, lincah, dan tidak malu-malu lagi. Mereka sering teriak memanggil kami, “Tanteeee!!!” dari rumah mereka. Awalnya mereka belum tahu namaku. Dan tahukah anda, dengan lucunya mereka bertanya padaku, “Tante, Tante,,, Tante namanya siapa??” Hhaaa..senang sekali ditanya begitu oleh anak-anak, di mana biasanya orang dewasa yang banyak bertanya pada anak kecil. Setiap aku pulang dan terdengar suara kunci pintu dibuka, dengan semangat kepala-kepala mungil mereka muncul menyibak gorden kamarnya yang berseberangan dengan pintu kami, dan berteriak memanggil (cadel), “Tante Falah, Tante Falah, Tante Falah…” terus berulang-ulang, sampai aku melambaikan tangan dan balik menyapa mereka, dan baru berhenti setelah aku masuk dan mengunci pintu. Tidak hanya aku, teman-temanku juga mengalami hal serupa.
Ya, semenjak tinggal di Depok, saya jadi sering menemukan anak-anak kecil yang supel. Tidak malu-malu, bahkan tidak jarang anak-anak kecil itu “menggoda” saya, (sebut saja) orang dewasa. Jadi tambah lucuuu….!! Anak-anak tetangga, cucu-cucu ibu, atau anak-anak kecil di sembarang tempat –di depok.
Suatu hari, saya berangkat agak siang ke kampus. Melewati pintu rumah ibu yang terbuka, dan sedang ramai dengan cucu-cucunya, mereka. Ketika aku keluar, mereka berteriak memanggil-manggilku sambil berebut mendatangi aku (haduh jadi enak), cium tangan, dan menarik-narik bajuku,
“Tante, Tante,,, Tante mau kemana?” Tery dan Fadia. Tampak sekali mereka baru habis mandi. Wangi dan berbedak. Rey yang sedang dipakaikan baju oleh oomnya, tak seperti biasanya, menyambutku dengan luar biasa heboh melebihi yang lain,
“Tante Falaaahhh!!!” uhm. Dia berlari ke arahku dengan bertelanjang dada dan membawa-bawa celana pendek (untung omnya sudah selesai memakaikan dalamnya). Lalu kupakaikan celananya itu, dan,
“Bajunya mana?” tanyaku. Dengan ‘sopan’nya, ia memerintahkan Tery –yang sebenarnya lebih tua untuk masuk mengambilkan bajunya,
“Ambil baju! Ambil baju di Om!!” Si Tery nurut aja lagi.. diambilkannyalah baju Rey, lalu aku pakaikan lagi. Beres, dia baru bertanya,
“Tante Falah mau kemana?” “Mau ke kampus” mereka paham kampus tidak ya?? Tanyaku dalam hati.
“Kampusnya di mana?”
“Di UI, nyeberang”, jelasku. “Tante berangkat yaa…!” mereka mengangguk, cium tangan. Kucium satu-satu. Masih sambil melambaikan tangan aku berjalan menuju pagar.
“Tanteeee!!!” Tery. Dia mengejarku, menarik tanganku sambil cengar-cengir.
‘Halah Tery…aku juga sebenarnya ingin di sini saja sama kalian’, pikirku.
Kembali berjongkok, ”Kenapa? Ikut yuk!” (pastinya) mereka menggeleng, lalu,
Sebenarnya,,, apa ya, yang membuat anak-anak kecil itu jadi punya kepercayaan diri yang tinggi seperti itu? Kalau dulu,, sepertinya jarang sekali ditemukan anak seperti itu. Mungkinkah karna bawaan genetis? Faktor didikan orang tua? Atau sosialisasi lingkungan?
Tapi rasanya malas sekali mengkaji berbagai kemungkinan itu dengan teori perkembangan.
Yah, hanya ingin bercerita, betapa menyenangkannya kehidupanku selama 4 tahun di