Monday, December 31, 2007
Monday, December 24, 2007
Yah, menurut saya, sifat kekanakan itu terkadang perlu. Tapi ingat ya, terkadang. Karena seperti kanak-kanak bisa berarti kita kembali 'polos', menyenangkan, bersih, dan memandang dunia dengan sederhana (seringkali kita harus cukup sederhana dalam berpikir memang). Umar bin Khatthab ra. pernah berkata, "Jadilah Kamu seperti anak kecil di hadapan istrimu", kepada para suami. Itu artinya, seorang pemimpin pun ada masanya untuk manja dan sedikit 'beristirahat' dengan menjadi anak-anak. Apalagi buat orang-orang yang kebagian peran 'dipimpin'? Karena, sepertinya, hal itu dimiliki dan dibutuhkan oleh semua orang.
Maksud tulisan ini??
Monday, December 17, 2007
bingung,, dan kaget
Hoaahhmm.. Beneran, ga ada yang harus kukerjakan. Alhamdulillah.. akhirny semester ini sebentar lagi berakhir. tinggal satu ujian lagi! Semester yang.. menurut beberapa temanku, di psikologi maupun di mipa, adalah 'semester neraka'. Tugas-tugas menggila, kepanitiaan, organisasi.. Hhff..
Alhamdulillah....
Aku ga tau harus nulis apa lagi. Amanah di suksesi selesai. Tinggal hari ini Grand Closing dan Evaluasi. Eh, satu lagi.. makan-makan panitia (hoho)
Akademis.. Tinggal 1 ujian lagi, Psikologi Komunitas. Membuat program pula! Alhamdulillah
Alhamdulillah..
Monday, December 3, 2007
Seikhlasnya Aja Deh..
Sunday, November 25, 2007
GRAND OPENING
Start: | Nov 26, '07 09:00a |
Suksesi Lembaga Kemahasiswaan fakultas
Dari Mana Datangnya...
Independensi
judul??
Thursday, November 15, 2007
Friday, October 26, 2007
Sungguh aku rindu sekolah. Teramat rindu. Sekolah, baik ketika aku menjadi siswa maupun setelah menjadi alumni, sangat kental akan nuansa ruhiyah. Sekolah, ya, sekolah, semua yang terkait dengan sekolah. Gedungnya, masjidnya, pagarnya, pakaian seragamnya, kegiatan-kegiatannya, pergaulannya, teman-teman waktu sekolah, bahkan ketika kami sudah sama-sama menjadi alumni. Hingga kini ruhiyahku sangat terbantu oleh semua yang terkait dengan ”kembali ke sekolah”.
Lebih kurang 2 bulan aku menghilang dari sekolah. Alasannya aku sedang fokus dengan da’wah komplek. Sempat terbersit aku akan fokus ke sana dan meninggalkan sekolah, karena di komplekku benar-benar ’tidak ada orang’ yang bisa fokus. Kami hanya bertiga, tapi 2 yang lain lebih sibuk daripada aku. Ya sudah.
Tapi nyatanya au butuh kembali ke sekolah. Aku rindu adik-adik yang pernah jadi mentee-ku. Aku rindu semangat itu, yang hanya kudapat dari sekolah. Ekstrimnya, astaghfirullah, aku tidak pernah merasa lebih baik daripada kondisiku saat masih sekolah (jadi siswa SMA). Ada yang bilang wajar, karena SMA itu kan masa-masa pembentukan. Dan kampus masa-masa penggojlokan dan pembebanan. Tapi menurutku harusnya aku lebih baik, karena bebannya jelas bertambah banyak dan berat.
Entah kenapa, kalau dilihat dari binaan, rasanya binaan di SMA lebih, lebih..apa ya, lebih lah! Lebih kondusif dan terjaga, lebih semangat, lebih kritis, lebih mantap ruhiyahnya, dan lebih afeksional. Beda banget sama di kampus atau di rumah. Ada banyak faktor sih... kondisi, pembiasaan lingkungan, iklim pergaulan, dll. Mmm.. Berarti bukan ’entah kenapa’ dong harusnya kata-kata di awal paragraf ini?
Maaf Niy Udah Telat Banget
Aku tak tahan lagi untuk tak menulis! Hari ini, subhanallah, tanggal 9 oktober 2007/27 RAMADHAN 1428, bagiku luar biasa!
Gudang Wakil Rakyat, 091007
Astaghfirullah..tapi kata itu yang memang terlontar dan hanya itu yang terpikir, ketika menyaksikan sidang Paripurna DPR ke 10, 9 Oktober 2007 di gedung milik rakyat ini.
Haah.. lucu.. Sampai bingung bagian mana yang harus kuceritakan di sini. Rasanya mahasiswa jauh lebih tertib, cerdas, dan beretika dalam sidang-sidang dan forum-forumnya ketimbang anggota dewan yang ’beneran’ di negeri ini; Indonesia.
KESIMPULAN: Ketika berefleksi, rasanya semua yang terjadi dan menimpa negeri kita akhir-akhir ini sangat wajar terjadi (bila melihat kinerja para wakilnya di atas ’sini’).
Parahnya, semua fraksi, tidak terkecuali, MENYETUJUI RAPBN 2008 tsb untuk menjadi undang2. Memang sih pada pandangan fraksi2 ada yang mendukung 20% anggaran tsb karena itu amanat konstitusi. Kita (mahasiswa UI yang hadir) memberikan applause sebagai dukungan. Tapi lagi-lagi kami kecewa, karena ternyata itu merupakan ANSOR (angin sorga) yang tak kunjung datang ke dunia. Ujung2nya, tetep aja menyepakati. Walaupun banyak yang MENYETUJUI DENGAN CATATAN, atau DENGAN-dengan yang lainnya, tetep aja menyetujui. Emang yang kalian omongkan di podium ada yang mencatat dan ADA yang mau menindaklanjuti??? Ngomong aja terus. Mumpung sesinya sedang bernama pandangan umum fraksi-fraksi. Huh..
WAHAI RAKYAT INDONESIA!
Kalian tahu bagaimana kinerja wakil-wakil kalian di atas sana?? Dari 540 orang anggota DPR RI, hanya 80 orang yang menghadiri sidang paripurna! Itu pun setelah bayak yang telat dan mondar-mandir keluar-masuk ruang sidang. Itu pun, banyak yang telat (lagi), sibuk sama Hpnya, baca koran, dan NGOBROL!! Hoi! Emangnya rakyat ga kena imbas kemalasan kalian??
80 orang, tidak lebih banyak dari jumlah mahasiswa yang datang meninjau, maupun tidak lebih banyak dari jumlah wartawan yang hadir! Kalian boleh kecewa. Itu baru dari segi kehadiran. Yang lainnya, rasanya kebanyakan kalau saya ceritain semua di sini. Masih ada hal penting lainnya yang sangat ingin saya tulis.
-Semenjak reformasi, baru kali ini mahasiswa menggetarkan gedung DPR kembali (Randy BY, 2007)-
Kami –mahasiswa UI- hanya berjumlah 90an orang dengan kebanyakan maba 2007, dan hanya 50 orang yang boleh berada di tribun ruang sidang (padahal sebenarnya masyarakat bebas masuk dan melihat jalannya sidag, siapa pun). Di bulan Ramadhan, kalian bisa bayangkan sendiri. Hanya sedikit, namun semoga mereka adalah orang-orang pilihan.
Karena suatu hal, (takut blog ini dibaca intel), maka ada hal sangat menarik yang sayangnya tidak bisa saya ceritakan, padahal buat saya hal ini begitu berkesan dan sepertinya tidak akan terlupakan.
Kami sangat kecewa dengan seluruh fraksi yang ada. Terlepas dari kinerja mereka yang juga cukup mengecewakan. Akhirnya Bang Umar teriak dan meminta kesempatan berbicara kepada pimpinan sidang (yang semula sempat ’kuhujat’, tapi akhirnya aku dibuat terharu) untuk berbicara kepada semua hadirin. Pasukan pengaman langsung mengamankan Bang Umar – dan kami yang sudah dikondisikan untuk berada di baris tribun paling bawah. Tapi beliau terus berbicara ttg kekecewaan2 mahasiswa dan RAKYAT Indonesia atas anggota dewan. Pasukan pengaman masih menghalagi, hingga akhirnya pimpinan sidang yang bijaksana meminta pasukan tsb untuk membiarkan mahasiswa mengemukakan pendapatnya. Hoowh..so sweet.. halah..
Singkat cerita, mahasiswa berjaket kuning sudah merapatkan dan mengencangkan border. Dan dengan cepat spanduk berisi tuntutan REALISASIKAN ANGGARAN 20% UNTUK PENDIDIKAN yang sudah disiapkan dan diselundupkan untuk bisa masuk ke ruang sidang diedarkan ke barisan depan dan dikibarkan dengan tangan-tangan kami ke hadapan para anggota dewan. Namun bak para teroris yang membawa amunisi, pasukan pengaman itu langsung menarik-narik spanduk tsb agar tidak terpajang. (Apakah tidak ada diantara mereka yang mempunyai anak???) Spanduk berhasil dikibarkan dan sempat terbaca, namun hanya sebentar karena sekuriti sudah menarik-nariknya hingga sangat kacau dan akhirnya robek.
Beberapa tangan kami tak sanggup mempertahankan spanduk itu dan melepasnya. Tapi tanganku masih sangat kuat mencengkram kain tsb. Rasanya ingin sekali aku menggigit tangan-tangan perkasa para sekuriti itu. Tapi, ih, geuleuhh..
Mereka sangat kasar. Jilbab Resa ditarik-tarik, Nunu ngomel dan mereka membalas, atau Salman berusaha membela dengan ”Pak, perempuan tuh!” dan dengan tangannya. Hingga kami hampir bubar, Ivan Rusyd dan seorang teman kami yang lain masih dipukuli. Padahal mereka membawa suara rakyat! Padahal mereka yang memukuli pun rakyat!!! Dan nasib mereka yang sedang kami perjuangkan.. Ironis..
Mereka kasar sekali. Ya, kami memang melanggar TATA TERTIB SIDANG. Satu kali. Tapi teman-teman kami dihajar dan dipukuli. SBY-JK, berkali-kali melanggar KONSTITUSI, namun masih aman sentosa. Karena mereka pemimpin? Bodoh. Di kedalaman berapa kedudukan tata tertib sidang bila disandingkan dengan konstitusi???
Mereka kasar sekali. Padahal kami hanya bawa kain. Kain, ya, kain! Tanpa logam apa pun! Tanpa bahan kimia apa pun! Kami hanya ingin menyuarakan hati-hati kami yang teriris melihat hati-hati rakyat yang meringis. Tapi mereka menarik-narik dan merobeknya padahal kami diizinkan oleh pimpinan sidang dan anggota dewan yang ada! Padahal itu untuk mereka juga! Untuk anak-anak dan keturunan mereka juga!
Sejak di dalam hingga akhirnya kami keluar gedung tsb dari lt3, kami meneriakkan lagu-lagu perjuangan mahasiswa (totalitas perjuangan, katakan hitam adalah hitam katakan putih adalah putih, satu komando satu perjuangan, dan oo..ooo.. ala Islam cinta keadilann). Biar mereka mendengar! Biar mereka tahu! Biar rakyat menyaksikan! Bahwa kami, mahasiswa, tanpa intervensi pihak mana pun, akan senantiasa memperjuangkan nasib rakyat. Bahwa kami, mahasiswa, adalah segelintir manusia terdidik yang tidak hanya cerdas, tapi juga MEMILIKI HATI.
Inilah perjuangan
Walaupun sangat minim
Biarkan hati-hati kami tetap ikhlas berjuang
dan tulisan-tulisan serta cerita-cerita kami mencerdaskan yang lain
Agar rakyat kami bisa tersenyum
dan bernapas lega
melihat cerahnya masa depan anak-anak mereka,
Anak-anak Bangsa Ini
Thursday, October 4, 2007
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya DUA PULUH PERSEN dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Senat Akademik / Dewan Pendidik
Merumuskan dan mengawasi penerapan norma dan ketentuan akademik satuan pendidikan.
|
Satuan Pendidikan
Organ BHP yang melaksanakan pendidikan
|
Dewan Audit
|
MWA
(pendiri, masyarakat, unsur siswa/mahasiswa)
|
Thursday, September 27, 2007
Oh iya, nulis aja ah. Soal Indonesia vs Malaysia, atau sebaliknya.
Dulu Malaysia belajar pada Indonesia. Tapi kini terbalik. Rauf, sobatku, sedang ada di sana untuk belajar
Malaysia kini begitu maju. Dan Indonesiaku, huff..kalian tau sendiri. Dulu Malay mendapatkan kemerdekaannya dari hibah. Bagiku tetap saja, masih di bawah penjajah. Buktinya, jadi negara persemakmuran Inggris. Nah, kita, walaupun merebut kemerdekaan dengan berdarah-darah, yang penting sebenarnya merdeka.
Tapi, bagaimana dengan masa depan kita? Malay sudah mengambil langkah-langkah besar untuk maju, berlari malah. Tapi rasa-rasanya kita sekarang masih saja berjalan santai (kalau tidak mau dibilang merangkak, menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan pada bayi ). Padahal seharusnya kita punya mentalitas untuk maju yang lebih kuat dari mereka. Karena dulu kita telah terbiasa berjuang keras. Dan tidak demikian halnya mereka. Lantas, Tanya Kenapa??
Faktor-faktor apa aja ya, yang kira-kira jadi penyebab kemunduran demi kemunduran yang kita alami kini (bandingkan dengan mereka)?
- pemerintah Malaysia lebih peduli pendidikan anak-anak bangsanya dibandingkan kita
- pemimpinnya benar-benar bisa memimpin, punya wibawa, dan dihormati rakyatnya.
- orang-orang Malaysia bangga dengan budayanya sendiri, yang jelas lebih baik dari kita
- ...hmm.. palagi ya??
Rauf pernah cerita, katanya dia baru bangga jadi orang Indonesia, justru setelah ia keluar dari negeri ini. Aku juga, baru bangga sama Bekasi setelah tinggal di Depok. Duh!
Lalu, kita bisa apa ya, teman-teman??
Thursday, August 23, 2007
BELAJAR MEMBERI, INISIATIF,,,ATAU BELAJAR INISIATIF UNTUK MEMBERI LEBIH DULU...
Jadi panitia bidang acara PSAU (ospek fakultas) 2 hari kemarin mengajariku banyak hal. Tapi yang ingin kuangkat di sini hanya beberapa, yah, sesuai dengan judul tulisan ini lah..
Selalu, saat para feedbacker memberi evaluasi, aku berpikir, apakah yang mereka katakan (dan omelkan) pada para maba sudah mereka lakukan? Apalagi para komdis yang hanya bantu memberi stressor dengan suaranya yang na’udzubillah.. hanya menjalankan tugas mereka kah? Harusnya setiap kata yang keluar dari mulut-mulut mereka sudah mereka lakukan dulu sebelumnya. Kabura maqtan ’indallaahi antaquuluu maa laa ta’maluun...
Kalau ada maba yang tidak mengumpulkan essay karena belum sempat ngeprint, atau ga ada rental yang buka or alasan-alasan lainnya yang sebenarnya masuk akal –tapi tetap tidak bisa dibenarkan—mereka akan bilang, ”Kamu ga punya temen yang punya printer?” Kalau mereka bilang ’nggak’ yang sebenernya wajar karena mereka belum banyak kenal sebagai satu angkatan –tapi tetap tidak bisa dibenarkan juga,, kasian juga ya?? Memang begitu. Ada yang tau alasan logis kenapa mereka berkata-kata demikian??
Karena..
Pada sesi itu berlaku LOS (Level of Stress) 3
Trus, nyambungnya dengan judul? Ya, bahwa kita sebagai da'i (bagi yang merasa) dan manusia yang punya kehidupan sosial, memiliki inisiatif untuk memberi lebih dulu menjadi nilai lebih --tapi harusnya semua orang punya itu.
Saat menghadapi suatu keadaan, seorang yang matang (menurut saya) harusnya tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi juga sesamanya. Kenapa? Karena ia tidak hidup untuk dirinya sendiri, melainkan untuk manusia seluruhnya. Eh, tapi tetap diniatkan karena ALLAH. Karena ia paham kenapa ia diciptakan dan kini berada di dunia yang fana. Pernah kepikir ga, kalo dunia ini fana dan akan ada dunia lain yang kekal, kenapa kita harus mampir dulu di kefanaan kalo ga ada maksud dan tujuannya?
Balik lagi, ia paham kalau hidup adalah memberi manfaat pada manusia dan semesta. Minimal untuk orang-orang di sekitarnya.
Maka bagi yang tidak memberi manfaat,,,
ke laut aja
Belajar Memberi, Inisiatif, Atau Belajar Inisiatif untuk Memberi Lebih Dulu...
Monday, August 13, 2007
Tidak Perlu Menjadi Dia
keren yah..
KELUARGA BARUKU..
Siapa hayoo?? Bukan cuma temen2 di politik. Lebih dari itu. Keluarga BBM, Bersama Beri Manfaat. Di mana saling support dan mengingatkan kental terasa di dalamnya. Entah bagaimana, seperti otomatis, kami lekat satu sama lain, saling memberi semangat, dan tentu saja, MANFAAT.
Padahal tanpa proses pembentukan kelompok dari Tuckman, maupun teori integrative model. Tanpa storming, dan semoga juga tanpa adjourning. Aamin..semoga terus berlanjut hingga termasuk persaudaraan orang2 beriman di akhirat kelak. Aamin.. Karena tujuan kami bersama jelas: memberi manfaat dan membawa kebaikan. Dan kami punya landasan ideologi yang jelas. Bukan sekedar mencari eksistensi.
Ghozali yang konseptor abbizz, heggy yang lincah dan cerdas, adi yang ga pernah pelit pulsa dan suka bangunin lail, dian yang selalu memberi dorongan dari belakang, dahlia yang super tahan, jarwo yang super duper tenang, ade yang selalu mengagetkan dengan BERSAMA, harry yang selalu include walaupun banyak agenda, anggun yang slalu berusaha berkontribusi, ika yang pendiam namun konkret, dan anin yang perfeksionis dan rada nancebb, syedi yang slalu ceria... dan aku yang cerewet dan panikan...
Terima kasih untuk semuanya..
BBM tetap berjuang
Mengungkap kebenaran, dan keadilan!
Walaupun hanya dari rumah,
Bekasi, 17 Juli 2007
Legislative?? Goodbye!!
Semoga Allah mengabulkan doa yang implisit dalam kata-kata di atas. Huff..post power syndrome. Enak aja. Aku girang malah lepas dari ‚power’ itu. Sekarang tidak ada lagi alasan untuk mengeluh, karena aku sudah mendapatkan yang kuinginkan. FUSI, departemen politik.
Tapi subhanallah ya..adaa aja ujiannya. Semoga itu tandanya Allah sayang aku dan tak pernah mau meninggalkanku. Aamin.
”Berkelana mencari keadilan dan kebenaran yg ternyata susah (atau mungkin ga ada?)”
Ya, semua manusia itu unik, tapi tetap saja ada nilai2 universal bagi manusia di belahan bumi manapun ia berada. Kebenaran dan keadilan, misalnya. Mereka sulit ditemukan? Ya, karena jelas sekarang zamannya sedang seperti apa. Tapi PASTI ADA. Karena mereka –kebenaran dan keadilan—bersumber dari Dzat Yang Maha Benar dan Maha Adil. Rasanya semua orang yang sadar (beriman) pasti menyadari hal itu. So, sudah jelas.
”Sindrom IRMAN dan idealisme”
Kumohoonn.. sadarlah, saudaraku. Lihatlah ke dalam dirimu sendiri. Tak pernah kah kau berintrospeksi? Sudah berapa usiamu terbuang kini? Dirimu berkontribusi dalam penyebaran virus-virus yang melemahkan itu. Lalu idealisme. Yang menjadi pertanyan selanjutnya bagiku justru, masihkah kau miliki idealisme itu???
Sungguh, ketika aku bilang, sebenernya saya ga peduli nt mw percaya/ga sama FUSI dan orang2nya. Tapi hak ummat yg dibebankan ke nt tetap wajib ditunaikan. Sebenarnya, aku sangat peduli padamu. Karena kau saudaraku. Terserah, justru yang aku tidak peduli adalah, tergabung dalam jamaah manakah engkau. Salafi, silahkan. Tarbiyah, monggo. HMI, no problem. Aku tidak akan meributkan hal itu. Selama kau masih beraqidah dengan lurus dan bersih. Kau saudaraku. Tanpa peduli apakah kau sudi menjadi saudaraku atau tidak.
Menjadi fasilitator lukis anak-anak jalanan, menyadarkanku akan sebuah realitas. Awalnya aku hampir merubah skema yang telah lebih dulu ada dalam pikiranku, bahwa aku jadi akan mendampingi anak-anak jalanan yang selama ini selalu kuiringi dengan ‚kasihan’..
Tapi kemarin, anak-anak itu bersih. Rapi. Terawat. Berpakaian dengan sangat layak. Bahkan beberapa berkacamata cukup bagus. Makanya kupikir, pesertanya bukan anak jalanan. Hanya komunitas-komunitas pengembangan anak, misalnya.
Akhirnya aku yakin kembali setelah ’dicerahkan’ mba Wiwit. Bahwa mereka memang anak jalanan. Tapi..(ini dia yang ditunggu) mereka tidak pure hidup di jalanan. Hanya bekerja di jalan. Biasanya mereka masih punya orang tua. Hanya ’dimanfaatkan’ oleh ortunya untuk ikut mencari nafkah (demikian akhirnya aku menyimpulkan sendiri). Anak-anak yang benar-benar hidup di jalan, memang masih ada. Tapi tinggal sedikit. Tapi masih ada.
Mereka, anak-anak dari SOS Desa Taruna yang kudampingi, lebih cerdas dari yang kukira sebelumnya. Lebih terdidik. Maklum, rata-rata berusia 8-14 tahun, dan termasuk beruntung bisa sekolah. Dan mereka menampakkan karakter aslinya: anak-anak. Anak-anak –dan remaja (sangat) awal—yang sewajarnya memang sangat suka bermain dan menjadikan apapun sebagai mainan. Mereka masih saling berkejaran dan saling mencorengkan cat ke wajah temannya saat melukis. Atau mengeluarkan candaan-candaan yang lazim ditemukan pada anak seusianya.
Anak-anak malang. Seharusnya mereka asyik bermain dan sibuk belajar seperti anak-anak lain seusianya. Bukan malah terjun ke kehidupan nyata orang dewasa yang sangat berbeda dengan dunia anak-anak mereka: keras, penuh perjuangan.
”Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara...” (sepertinya pernah dengar dan hafal..atau sekedar khayalku?)
Seperti di warung kopi (??)
14 Juli 2007