Tipe kepribadian ekstrovert dan introvert pastinya sudah akrab sekali di telinga kita ya, karena pembagiannya cukup sederhana dan mudah dipahami oleh orang awam sekalipun. Eh, tapi pengertian introvert dan ekstrovert ada banyak lho. Kita bahas yang awam diketahui saja ya, karena pokok bahasan ini bukan pada definisi-definisi kok. Hehehe..
sumber gambar |
Menurut salah satu kakeknya ilmu psikologi, Carl Jung (1920), orang ekstrovert mendapat energi/gairah dari interaksi sosial; itulah mengapa kepribadian ekstrovert biasanya dipahami sebagai kepribadian yang terbuka dan senang bergaul. Sedangkan orang introvert mendapatkan energi dari menyendiri. Biasa dipahami, orang introvert cenderung tertutup dan lebih suka menyendiri (sumber: link).
Apa iya begitu? Let’s cekidot!
Oh ya, bagaimana pula kedua tipe ini ketika bersosialisasi dan bekerja sama dengan orang lain? Kita bahas lewat cerita ya.
Meskipun nampak ceria dan termasuk mudah bergaul, saya ini orang yang introvert. Saya bisa bersosialisasi dengan siapa saja, memulai pembicaraan dengan orang baru, suka bercanda, bahkan usil. Tapi iya, saya introvert. Di mana introvertnya?
Salah satunya, bahwa saya mengeluarkan energi untuk melakukan hal-hal tersebut. Ada masanya saya terlibat dalam sebuah project yang sangat intens bersama tim. Berkumpul sejak pagi-pagi sekali, sampai lewat tengah malam bersama orang-orang. Karena saya mengeluarkan energi untuk itu, tentu saja ada batas habisnya dong. Saya yang bisa bersikap sangat proper di pagi hingga sore hari, mulai sewot ketika sudah tengah malam tapi orang-orang di sekeliling saya masih bisa bercanda dengan berisiknya di sela-sela pekerjaan. Cuma ke teman kanan-kiri sih sewotnya, ga sampe semua tau.
Iya,
saya sewot dan uring-uringan sekali saat itu. Rasanya mau nangis karena saking
capeknya, pengen pergi aja dari situ, saya lelah, saya ingin mereka serius agar
pekerjaan cepat selesai dan saya bisa istirahat untuk mengisi kembali energi
saya.
Nah,
di sini bedanya dengan orang ekstrovert. Bagi orang ekstro, melihat saya yang
uring-uringan saat itu pasti kesal. Dan mereka akan bilang, jangan gitu lah, sabar, kita semua juga
capek. Jadi jangan merusak suasana
lah gitu kali ya maksudnya.
%@#&^%#&^@%*@^&@^$!&^@$^@#^(@&#*@#&@??!!!
Sedangkan
orang intro kalau mau nyolot akan bilang, ya
kalau lo capek ya serius lah biar cepet selesai, bisa cepet istirahat, jangan
malah haha hihi! Bete kan?
Kenapa bisa begitu? Kalau orang introvert udah dijelasin di atas ya, mereka bukan ga bisa atau ga suka bersosialisasi, bukan ga bisa asik; tapi karena orang introvert mengeluarkan energi untuk itu. Sedangkan orang ekstrovert, mendapatkan energinya dari interaksi sosial. Jadi pada saat energi untuk bersosialisasi si introvert mulai habis, dia perlu ruang untuk dirinya sendiri agar energinya kembali terisi dan siap berinteraksi kembali.
Orang ekstrovert sebaliknya. Ketika mereka lelah berpikir dan bekerja sendiri (karena kerjaannya kan masing-masing), bertemu banyak orang dan bercanda dengan mereka merupakan aktivitas charging-nya yang bisa membantu mereka tetap normal.
Jadi
buat kita semua yang senantiasa harus/perlu berinteraksi dengan orang lain,
pandai-pandailah mengenali diri sendiri, dan bijak-bijaklah menentukan respon
yang tepat terhadap orang lain. Jangan sampai aktivitas charging kita malah makin menghabiskan energi orang lain yang
sedang ia irit-irit. Temukanlah cara agar dalam tim kita semuanya win, semuanya
menang dan tidak ada yang dirugikan, sehingga kerja tim berlangsung kondusif
dan produktif.
Tidak
hanya untuk tim kerja ya, tim di rumah tangga juga sama! Cara mudahnya kalau
kita awam dan ga tau pasangan kita tipenya apa, tanya aja: Kalau lagi begini
kamu maunya aku bagaimana?
Jadi
pengen sharing kan Gaes, boleh ga? Pernah suatu kali, di hari Ahad yang semua orang
Indonesia tau itu adalah hari libur, suami saya dapat pekerjaan yang sangat
pelik dan menuntut konsentrasi tinggi. Sebagai istri yang baik, saya ingin
mendukung suami saya dengan memberinya ruang dan tidak mengganggunya. Saya
mengerjakan banyak hal di ruangan lain, termasuk dapur dan membuat makanan/minuman
yang saya harap bisa membantunya. Karena saya pikir, kalau saya sedang serius
kerja, maunya digituin. Jangan diganggu.
Tapi
ternyata tetoooott! Dia malah memanggil saya, minta ditemenin. Ditemeninnya
menurut saya aneh; saya boleh ambil apapun (handphone, buku, bahkan mungkin
adonan di dapur) yang penting saya ada di satu ruangan dengan dia yang sedang
kerja itu. Bahkan dia membolehkan saya nyanyi kenceng-kenceng di situ! Mak, ini bukan gua banget. Yeah fyi,
suami saya ekstrovert. (Hhmmm tapi mungkin juga dia ambivert sih).
Begitulah gambarannya. Empati boleh, tapi jangan pukul rata bahwa kebutuhan orang lain itu sama dengan kebutuhan kita ya! Daripada salah respon, mending komunikasikan saja, tanya orang yang bersangkutan, maunya apa.
Mudah-mudahan bermanfaat ya!
Catatan: Artikel ini ditulis pada bulan Juli 2018
No comments:
Post a Comment