Follow Us @farahzu

Tuesday, November 8, 2011

Kaderisasi –Missing Link

Missing Link

Pertama dengar istilah ini adalah ketika membahas tentang teori asal-usul manusia. Tentang itu ya sudah lah ya, sudah masuk dalam kurikulum, ga usah dibahas.

Ada ‘sesuatu’ yang hilang. Sesuatu yang menghubungkan 2 hal besar atau lebih. Sesuatu yang penting. Yang dapat menjembatani 2 fakta atau lebih. Yang dapat menjelaskan bagaimana atau mengapa ada C padahal awalnya hanya A. Sesuatu banget *eh*

Pada suatu siang pada jam istirahat setelah makan, sambil bawa sikat gigi dan pastanya, saya mencolek adik kelas yang datang untuk sebuah keperluan. Akhirnya kami mengobrol cukup panjang. Tentang ‘zaman’ kami. Zaman menjabat, hehe..

Adik ini bercerita utamanya tentang sebuah program kerja yang telah ada sejak 5 kepengurusan sebelumnya. Alhamdulillaah proker ini bisa dibilang sukses di zaman saya. Sang adik terlibat di zaman saya, setelah saya, dan zamannya sekarang. Di zaman setelah saya, sasaran proker ini diubah.

Dan diikuti oleh zamannya sekarang. Dengan berbagai prahara (lebay) yang dialaminya di zamannya, ia bercerita dan kebingungan. Ternyata proker tersebut mengalami banyak penurunan, menyedihkan. Harusnya kan lebih baik dari tahun ke tahun.

Nah. Kuceritakanlah dari awal sejarahnya kenapa proker itu diadakan 5 tahun yang lalu. Intinya bahwa organisasi yang baik perlu kaderisasi yang baik untuk melanjutkan kiprahnya.

Seolah ada bunyi ‘triiingg!!’ di kepalanya, matanya membulat dan, ‘aha!’. Dia berhasil menemukan missing link-nya. Kenapa dulu bisa begitu dan kenapa sekarang hanya begini. Karena alasan mendasar itu tidak tersampaikan dengan baik pada orang-orang yang meneruskannya.

Maka, saya menyimpulkan beberapa hal. Pertama, kaderisasi itu penting. Agar organisasi tetap bisa berjalan dengan baik meskipun orang-orangnya telah berganti. Kedua, harus ada transfer of knowledge yang memadai dan intensif antara pendahulu dengan penerusnya. Agar organisasi bisa mencapai tujuan jangka panjangnya, tidak melulu memulai dari awal setiap kepengurusan berganti.

Ketiga, penerus harus merasa perlu dan harus lebih proaktif meminta transfer ilmu dan pengalaman dari pendahulunya, karena di pundaknyalah amanah itu sekarang. Poin kedua dan ketiga itu sesuai dengan bahasan Knowledge Management di bukunya Prof. Rhenald Kasali (Myelin, 2010). Bagus banget. Baca deh =)

Baca Juga: Myelin, Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan

2 comments:

  1. Yup... generasi sekarang sering menyepelekan sejarah, padahal filosofi dan berbagai aspek penyebab terjadinya sesuatu dan implikasinya akan kita temukan jika kita menelusuri sejarah... (khawatir kepada generasi sekarang yang kebanyakan ahistoris)

    ReplyDelete
  2. sepakat ka adil!

    belajar sejarah artinya mempelajari zaman.. untuk membangun masa depan.

    ReplyDelete