Follow Us @farahzu

Friday, October 19, 2018

Liburan Kami Mudik Aja (dulu)

Halo Assalamualaikum! Fulanahnya ada?

Ehehehe.. apa kabar teman-teman? Mudah-mudahan pada kangen ya sama saya *eh. Iya langsung saja, saya mau bahas tentang perjalanan mudik saya minggu lalu. Spoilernya sudah ada di IG Story saya waktu itu, kesannya kayak liburan kemana gitu ya, padahal mah mudik aja hehehe. Lokasinya di Desa Pasirtamiang, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis. Dekat sekali dari Prancis (prapatan Ciamis), tinggal belok terus naik ke Gunung Sawal. Tahun 2010 juga saya sudah pernah posting tentang jalan ke kampung sama teman-teman bph bem UI waktu itu. Ini link-nya. Tapi jelas saja yang sekarang ceritanya berbeda yhaa...

Baca Juga: Cerita Mudik si Abege

Mudik kali ini spesial, soalnya saya cuma berdua sama suami, tanpa ada agenda khusus sebagaimana biasanya kita mudik: idul fithri, idul adha, musim liburan. Alhamdulillah akhirnya suami dapat cuti 2 hari, dan memang doi sudah lelah sekali, pengen ke kampung katanya. Ini kampungnya ibu saya. Jadi lumayan menghemat ga sewa penginapan kan. Hahaha..

Kami naik Bus Budiman dari Bekasi. Baru masuk Tol Bekasi Timur udah macet aja subhanallah. Jangan tanya bagaimana Cikarang. Normalnya perjalanan ke sana tuh 5 jam, tapi itu hanya bisa didapat oleh ortu saya yang kalo berangkat jam 5 pagi naik mobil sendiri (eh berdua) dan ga berenti-berenti, jam 10 biasanya udah selonjoran di sana. Selain itu, wassalam. Kemarin total perjalanan saya 7,5 jam. Padahal bukan musim mudik.. 

Begitu udah dekat langsung nelfon bibi di sana, pas sampe nasinya belum mateng :D Alhamdulillah dimasakin. Sebenernya, Ibu saya bilang ga enak ke sana kalau ga sama beliau, ga ada yang masakin, soalnya biasa bawa bahan makanan dari rumah buat diolah di sana. Saya pun bekal kebab dari rumah untuk di jalan, tapi berniat juga sih mau bawa nuget dari rumah dan beli telor di warung sana untuk bertahan hidup. Fyi, dari rumah yang letaknya di kaki gunung itu, pasar itu hanya ada di Rajapolah, Tasik. Kira-kira 2,5km dengan kontur jalanan pegunungan. Ada motor sih, tapi kayaknya ribet karena pasar di sana tidak sama dengan pasar di kota sini. Dan ga banyak yang jualan kayak di kota. Yah namanya juga desa kan... Tapi alhamdulillah semua dimudahkan, dan saya dibuat lupa mau bawa nuget.

Setelah dibeliin telor di warung sama Bi Ecin (gak pake ‘m’ ya!), kami pun langsung metik-metik sayuran untuk dimasak dan bikin sambel. Dan nyerok ikan di empang (yang ini saya ga ikutan) buat lauknya. Ga jadi goreng telor. Alhamdulillah ga jadi bawa nuget, kalau bawa mungkin diketawain sama ayam-ayam di kandang, 
Yaelah Far itu ayam generasi aki-nini gue, baru mau lo makan sekarang?


ciamis
Gunung Sawal 
ikan-ikan yang masih kecil gini sayang
kalau langsung digoreng 
pohon pepaya kecil aja udah berbuah banyak ma sya Allah
tau kan mana yang genjer dan mana yang kangkung?

tomat biasa dan tomat cheri
daun genjer. my love.
langsung nyiangin bayam 
setelah jadi
itu SD-nya ibuku




keliatan ga jalannya nanjak?
 Kalau sayur-sayuran di kebun belakang rumah alhamdulillah banyak tinggal metik, lauknya gimana? Alhamdulillah ternyata bisa tinggal nyerok ikan aja dari empang. Mau motong ayam ga berani, punya babe. Wkwkwkwk... kami lagi ga pengen repot aja siiiy...

Sebagaimana di desa, lepas maghrib di sana hampir tak ada lagi kehidupan, kecuali di mushola-mushola. Saya dan suami keluar jalan-jalan ke Rajapolah naik motor, lewat jalanan yang tiada penerangan sama sekali, kecuali lampu motor kami, dan bulan sabit yang menggantung di langit gelap *tsaaahh.  Setelah isya, benar-benar masuk rumah semua kayaknya. Mungkin mengamalkan sunnah nabi shallallaahu alaihi wasallam, tidak banyak berbicara setelah isya, dan beranjak tidur segera. Biar bisa bangun dini hari. Ehehee, husnuzhan.

In sya Allah sehat lah kalau tinggal di sana. Secara makanan jelas lebih segar, tidak banyak diolah, kecuali micin (emang orang sini kayak ga bisa idup tanpa micin... dibilang jangan pake micin, diganti *oyco :D). Terus juga selain makanan, di sana terbiasa bergerak cepat kayak orang turun bukit. Ya emang nurunin gunung sih hahaha, atau nanjak. Kalau ga biasa ya ucapkan selamat berjuang lah pada betismu. 

Terus, air juga langsung dari mata air di gunung, bersiiiihh, dingiiiinn, dan kalau diminum kayak ada manis-manisnya (ini serius, bukan iklan). Udara juga pastinya, bersih. Jarang kendaraan, kalaupun ada, pohonannya jauh lebih banyak, in sya Allah bisa mencegah polusi. Tapi di sana ga ada yang ngangkut sampah, jadi penduduk biasanya langsung buang sampah organik ke empang biar dimakan ikan-ikan dan terurai di air. Orang sana ga merasa bersalah kalau buang makanan, karena diniatin buat sedekah ke ikan :D Kalau non-organik? Biasanya menggali tanah di rumah masing-masing, buat tempat membakar sampah hahaha polusi juga dong :D yaaa 'ala kulli hal, masih lebih bersih lah daripada udara Jabodetabek hihihi...

Hari pertama kami datang, hari kedua kami jalan-jalan, hari ketiga kami pulang pagi. Antara puas dan ga puas sih. Cepet banget.. tapi puasnya terutama setelah berhasil ke Galunggung sih. Sama quality time berduanya. Hehehe.. 

Alhamdulillaahilladzii bini’matihi tatimmushshaalihat. 

No comments:

Post a Comment