Follow Us @farahzu

Monday, May 17, 2010

Suami-suami Jauh dari Istri

     Trans TV boleh lah punya tayangan Suami-suami Takut Istri. Tapi di sini saya punya cerita tentang para pria “single” (mereka mengaku demikian) yang senantiasa bercerita tentang istri masing-masing.
   
      Cerita bermula dari penugasan saya sebagai tim material SIMAK UI beberapa waktu lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara. Tahun sebelumnya saya mendapat kesempatan menjejakkan kaki di Borneo, tepatnya di Pontianak, Kalimantan Barat. Tahun lalu sih yang mengantar kami ke mana-mana (lokasi ujian, makan, jalan-jalan) adalah dari pihak Panitia Lokal dari Dinas Pendidikan setempat. Menjejak tepat di garis lintang 00 bola bumi, di Tugu Khatulistiwa. Menyeberangi sungai Kapuas yang sangat besar, menyambangi tempat budidaya lidah buaya, dan lain-lain. Tapi tahun ini kami (saya dan seorang dosen) diservis penuh oleh pihak BNI; ditraktir, diajak jalan-jalan, diberikan oleh-oleh, hummm…
   
      Nah. Ada 3 pegawai BNI yang setia mengantar kami. Ketiganya laki-laki, sudah menikah, dan semuanya tinggal jauh dari keluarga. Kebanyakan mereka orang Bugis, memiliki keluarga di Makassar, tapi ditugaskan di Kendari. Mereka bertiga, ditambah kepala cabangnya yang juga senasib yang ternyata beliau adalah tetangga saya di Bekasi dan di mana istrinya adalah teman ngaji ibu saya (betapa dunia ini sempit oy!!), selama dalam perjalanan di mobil, banyak bercerita. Seorang dari mereka lulusan UNHAS yang ternyata satu perguruan dengan saya, juga merupakan murid dari pelatih karate saya waktu di Makassar (pfiuh!). Yang lain mengaku lulusan UNGGAS (Universitas Gagal Unhas).
    
      Menurut cerita mereka, kalau sedang senggang di kantor, “pria-pria single” ini biasanya pergi ke mushalla, entah mungkin mereka berbagi rasa. Hehe.. berkumpul bersama teman senasib memang seringkali melegakan. Bahkan Minggu pagi pun mereka tetap bangun pagi dan berkumpul, main futsal bersama. Malam hari pun, siap-siap saja kalau ponsel berbunyi, karena bos (sang kepala cabang) sering meminta untuk ditemani (jangan berpikir yang macam-macam ya).
   
      Perbincangan-perbincangan kami menyimpulkan bahwa ternyata laki-laki itu lemah (terpengaruh oleh dominannya si ibu dosen yang agak menganut paham feminis). Coba deh perhatikan. Kalau istri meninggal, suami pasti butuh punya istri baru; untuk mengurus anak-anaknya, rumahnya, dan dirinya sendiri. Tapi kalau suami meninggal, istri biasanya tidak terlalu butuh untuk menikah lagi. Mengurus semuanya, sudah biasa, bisa sendiri. Untuk urusan mencari nafkah, tidak sulit juga bagi kebanyakan perempuan tokh? (logat keturunan Kerajaan Tolakki yang terpengaruh oleh bahasa penjajah—Belanda).
    
       Hhmmhhmm,,, terlepas dari setuju atau tidak setuju dengan paragraf di atas (saya kok setuju ya? ;D), saya cukup salut dengan suami-suami jauh dari istri tersebut. Mereka memang “mengaku” single, tapi selalu membawa-bawa istri dan anak mereka dalam obrolannya. Ah, memang, kasihan sekali mereka. Mereka –yang akhirnya mengaku lemah itu—ingin menghibur kami, banyak bercerita lucu, mungkin juga untuk menutupi nestapa kerinduan terhadap belahan jiwa dan anak-anak nun jauh di mata. Padahal, menurut mereka, kalau tidak kuat-kuat dengan agama sih, banyak sekali “godaan” yang mampir yang sebenarnya mereka berpeluang melakukannya karena jabatan mereka cukup teras. “Godaan”, ya, yang terkait dengan “wanita” laa… Melihat mereka, atau ketika mengingat mereka, doa yang terlintas hanya, “Semoga cepat ditarik kembali ke daerah masing-masing ya, bapak-bapak single…”

Dan, sebelum tulisan ini saya akhiri, iya ya, laki-laki itu ternyata lemah ;D
Hhe, buat para pria, piss ah! (^_^)v
Bekasi, 16 Mei (165) 2010

44 comments:

  1. ..... kenapa le? ngerasa? wkwkwkwkwkwk... piss!! ;D

    ReplyDelete
  2. emang farah sekarang kerja dimana?

    ReplyDelete
  3. jadi ngebayangin bokap aja..sama om-om yang dulu ke timor timur..salah satu alasan mreka mw bertahan hidup kan karena dirumah ad istri & anak yg nunggu...

    ReplyDelete
  4. Jadi nyari orang mana kak? *gak nyambung gw

    ReplyDelete
  5. iiihhh aku bacanya sediiiihhh..

    bawa2...........>_<"

    ReplyDelete
  6. sy kira memang insting pria menjadi kuat untuk melindungi yg dicintainya... klo dicerita ini mereka bertahan untuk melindungi keluarganya... ketika yg ingin dilindungi hilang maka hilang juga kekuatan itu...

    ReplyDelete
  7. hehe..makanya kalo dinas anak istrinya dibawa juga. lumayan anaknya jadi bisa eksplorasi daerah baru juga.. :D
    *pengalamanpribadi*

    ReplyDelete
  8. tuh le... lelaki itu lemah... sabar yaa... :p

    ReplyDelete
  9. menurutku, perempuan memang tangguh, tapi tetep aja butuh laki2..

    ReplyDelete
  10. hehehe...
    intinya saling membutuhkan lah...
    belom pernah ketemu istri2 yg jauh dari suami sih...

    ReplyDelete
  11. di multiply incorporation kak, sebagai kontributor a.k.a blogger ;D

    ReplyDelete
  12. ........... berarti istri dan anak cukup memberi kekuatan untuk mereka bertahan ya le.. ;)

    ReplyDelete
  13. duh maappp... saya tidak bermaksud nona manis.. ini hanya kesepakatan kami waktu di sana, saya buat artikel tentang mereka, dan ibu dosen buat skenario untuk difilm-kan.. *ga yakin jadi juga sih. hehe..

    maaf ya tropicana..

    ReplyDelete
  14. ........... berarti istri dan anak cukup memberi kekuatan untuk mereka bertahan ya le.. ;)

    ReplyDelete
  15. berarti bener kan, hipotesis saya? *maksa
    Pis ah bung! ;D

    ReplyDelete
  16. dan istrinya juga bisa jalan-jalan. haha, sepakat ra!

    ReplyDelete
  17. akhir-akhir ini kelik seperti kehilangan kata-kata kalo komen di blog saya ;D

    ReplyDelete
  18. ya, memang, seperti laki-laki yang nampak kuat, tapi selalu butuh perempuan *teteeeuupp.. ^_^

    ReplyDelete
  19. ya memang, saling membutuhkan dan saling melengkapi. kalo ketemu istri-istri jauh dari suami sih saya sering, tapi ketemunya ga sambil jalan-jalan kayak cerita ini =p

    ReplyDelete
  20. wow berhasil! pencet apa tuh ra? ;p

    ReplyDelete
  21. Weits.. Ngajak perang niy..

    :D

    Jadi inget kisah khalifah Umar bin Khatab ra. yang mendengar keresahan perempuan yang ditinggalkan suaminya ke medan perang. Perempuan itu gak tahan ditinggal suaminya lebih dari 3 bulan. Makanya semenjak itu, setiap prajurit kekhalifahan yang berjihad dipulangkan setiap 3 bulan sekali.

    Dari kisah tersebut, saya kok berkesimpulan bahwa yang lemah tuh justru perempuan.. :D

    ReplyDelete
  22. berusaha mengurangi komen OOT dan geje Far...
    ^_^

    ReplyDelete
  23. wuaa... memangnya kalo 'hmm' itu jelas ya lik? ;D

    ReplyDelete
  24. yeeeiiii,,, bisanya ngebales.. iya deh, iya, sama-sama lemah *ngaku.
    tapi kesimpulan saya di atas kan berdasarkan pengakuan mereka ka iman... mewakili jenis mereka; laki-laki ;D

    ReplyDelete
  25. perempuan itu lemah karena mereka setia..
    laki-laki itu lemah karena mereka butuh kesetiaan..

    kata ibuku,kak..

    ReplyDelete
  26. wah, ibumu filosofis sekali. like this! ;p
    *salam ya..

    ReplyDelete
  27. Haha, ngaku juga..

    Kalau saya mah gak mau ngaku.. :D

    Yah, yang penting kita bisa menempatkan diri, kapan saatnya merasa lemah (ex: ketika menghadap Allah), dan kapan saatnya merasa kuat (ex:ketika menghadapi masalah).

    ReplyDelete
  28. like this!
    *ngalah aja ah, udah gede ;D

    ReplyDelete
  29. udah ahh.. sama2 membutuhkn kok :P

    ReplyDelete
  30. jadi farah ceritanya ngga lemah ni? ("karena laki2 itu ternyata lemah")..hihi..

    ReplyDelete
  31. Jd inget "gahar" mba rahma.hahahaha...inget masa muda.

    ReplyDelete
  32. tugas dines, siap ditempatkan di mana-mana. menyeramkan. hahaha

    ReplyDelete
  33. kenapa serem? kan enak jalan-jalan ;D

    ReplyDelete
  34. eke ma ogah jd PNS.., ga siap lahir batin

    --kek apaan--

    ReplyDelete
  35. ha? apa hubungannya dengan jadi pns?

    ReplyDelete