Follow Us @farahzu

Tuesday, September 20, 2011

Learned Helplessness

Kalo gak salah dulu aku pernah nulis tentang learned helplessness. Tapi lupa, beneran pernah atau ngga. *doh..

Keadaan tidak berdaya, pasrah, yang dipelajari, akhirnya menetap jadi sikap dan perilaku. Mungkin karena tak kunjung ada perubahan dari keadaan itu. Yang paling mungkin, adalah karena putus asa. Ya sudah lah ya, usaha gak-usaha miskin-miskin juga, misalnya.

Akhirnya menjamurlah banyak pengemis di kota. Bahkan sudah menjadi sebuah profesi. Mirisnya, yang mengemis itu kebanyakan masih mampu bekerja. Hhhmm.. sayang sekali. Memang rezeki itu sudah ditetapkan, pilihan kitalah mau bagaimana mendapatkannya, dengan cara terhormat atau hanya duduk menengadahkan tangan, merendahkan diri di hadapan manusia.

Nah. Kenapa saya tiba-tiba nulis tentang ini?

Jadi gini, kemarin waktu di angkot pulang kerja, ada seorang laki-laki muda, kumal, kira-kira seusia saya atau lebih muda sedikit. Sehat. Dia masuk ke angkot seperti pengamen, hanya saja, di tangannya kosong, tanpa alat untuk teman ‘bermusik’. Dia mengucap salam, memohon belas kasihan, lalu, ‘saya hanya bisa berdoa, agar anda semua mendapatkan rezeki yang banyak’, dan seterusnya. Saya pikir itu baru intro. Karena beberapa kali saya juga mendapati ‘pengamen’ yang tanpa alat, hanya bernyanyi sambil bertepuk-tepuk tangan. Itu udah minimal banget kayaknya. Memang tidak untuk dinikmati oleh penumpang, tapi minimal (banget), ada yang dilakukan.

O,ow.. Anak muda ini, benar-benar ‘hanya punya’ doa. Selepas kata-kata yang saya pikir ‘intro’ itu, dia langsung menengadahkan tangannya, langsung meminta-minta. Hhhhfff… mau jadi apa… T_______________T

Saya kaget loh. Nih orang kok, ya, bisa-bisanyaaa masih mau hidup tapi malasnya ampun-ampunan.. Gak malu liat rekan-rekan ciliknya di jalanan masih berusaha mengamen, melatih kekompakan, agar ketika meminta, ‘gak minta-minta banget’.

Saya jadi mikir.
Ini cermin loh.
Cermin mental sebagian rakyat kita.
Pendidikankah kurangnya? Pasti.

Padahal saya baru saja berpikir, dengan himbauan penggunaan bbm non-subsidi, pemerintah sudah mulai menggunakan paradigma baru, bahwa masyarakat kita sudah banyak yang terdidik dan memiliki kesadaran, terlepas dari sudah efektif atau belum, paling tidak sudah memulai.

Uhm.. mungkin ini kompleksnya punya rakyat banyak banget. Yang terdidik banyak, yang belum terdidik banyak juga.

Sekarang bisa apa kita?

12 comments:

  1. Bisa nulis kayak farah...kamu lanjut profesi ya dek?

    ReplyDelete
  2. ha?? maksudnya ka? belum, aku belum lanjut profesi.. hehe.. masih belum mau dapet tugas n ujian-ujian *dasar pemalas. huuhuhu..

    ReplyDelete
  3. Fars jangan ikut2an jadi learned helplessness gitu dong. Jangan jadikan orang itu sebagai cerminan mental sebagian rakyat kita. Tanamkan ke diri bahwa hal itu hanyalah sebuah kasus yang sangat jarang. Lebih banyak pengamen2 di bis yang mau bekerja keras melatih suara dan musikalnya. Mereka hanya butuh kesempatan dan peluang.

    Bisa apa kita? Menciptakan peluang, membuka kesempatan. Jadilah pengusaha.

    Pesan sponsor:
    Ayo kita wujudkan "Satu Keluarga Satu Pengusaha"
    Klik http://rumahwirausaha.org/

    Hehe, maaf sambil ngiklan.

    ReplyDelete
  4. like this ka imaaaann!! d(^_^)b

    aku sih ga learned helplessness.. kan kubilang 'sebagian' kak.. bisa sebagian keciiiiilll, bisa sebagian kecil juga, tapi bisa jadi seperberapanya yang lumayan banyak. tidak hanya pengamen, pengemis juga menjamur banget loh..

    ReplyDelete
  5. Kykny skrg pengamen n pengemis tuh dah bkn lg skedar sebutan aja, itu mank dah jd job... XD

    ReplyDelete
  6. Klo saya rasa sih negeri ini sudah terlalu banyak menerima keluhan. Masalah yang harus dipecahkan adalah siapa yang mau membantu negeri ini menyelesaikan semua keluhan itu. Membangkitkan optimisme dianta serbuan informasi yang membangun pesimisme. (hmmm... kenapa tiba-tiba saya nulis begini ya? hmmm...)

    ReplyDelete
  7. @dex: iya kan dendy..udah kyk profesi -____-''
    @bangqu(arta).hehe..: betul!! btw,kykny bisa tuh bikin artikel sendiri :)

    ReplyDelete
  8. Aku pernah ketemu yang sulap sepanjang bekasi-pasar rebo loh, sambil senyum, dan believe it or not, ngasihnya jadi jauh lebih ikhlas dan gatega ngasih logam.

    Tapi ada juga yg cuma doa dan melotot, ngasih logam pun rasanya cuma untuk menyelamatkan diri dari pelototannya .__.

    ReplyDelete
  9. hehe.. ya begitulah. kalau mau, bisa. toh rezeki tidak akan tertukar.. makasih sharingnya yaa

    ReplyDelete
  10. orang mu'min itu selalu iffah (menjaga kehormatan) dari meminta-minta.. wallaahu a'lam

    hanyaaa kalo soal hati dan iman kita ga bisa nuduh (judge) yaaa

    ReplyDelete