Follow Us @farahzu

Wednesday, December 29, 2010

Manfaat; Nilai Di Balik Kemakmuran

     Sedang ingat dulu waktu mahasiswa (ehm); waktu membuat visi, misi, atau tagline buat kampanye, project, maupun lembaga. Seingat yang saya pernah terlibat, hampir semuanya diilhami oleh sebuah hadits yang sudah cukup populer,
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”
(HR Bukhari-Muslim)
Itu, wajar lah ya, namanya juga mahasiswa: sukarela, memang untuk belajar, memang untuk berkontribusi, memberi manfaat. Tidak berorientasi pada profit.
     Selanjutnya, setelah lulus dan mulai membaca beberapa profil perusahaan, saya sangat tertarik dalam mencermati visi, misi, dan nilai-nilai yang melandasinya. Ternyata kebanyakan perusahaan bukan bertujuan profit material semata lhoh. Seolah menemukan benang merah, saya menyimpulkan bahwa ternyata perusahaan-perusahaan besar itu memiliki visi untuk memberi manfaat bagi kehidupan manusia.
     Baiklah kita ambil contoh Panasonic (ideas for life). Mereka didasari oleh misi sebagai berikut:
Panasonic generates ideas for life… today and tomorrow. Through innovative thinking, we are commited to enriching people’s live around the world. (http://panasonic.co.id/web/tentangpanasonic/panasonicideasforlife)
      Atau Starbucks dengan misinya menyuguhkan secangkir kopi hebat kepada dunia. Bagi sang CEO, prinsip membangun sebuah perusahaan dengan jiwa sangat melekat dalam hati dan pikirannya. Prinsip ini yang membuat Howard Schultz, CEO Starbucks saat itu, sangat memperhatikan kesejahteraan pegawainya. Setiap pegawai, tetap maupun tidak tetap, berhak mendapat tanggungan kesehatan komprehensif, termasuk pasangannya.
      Terhadap petani yang meningkatkan standar kualitas, kepedulian lingkungan, sosial dan ekonomi, Starbucks menghadiahinya status ‘pemasok pilihan’ dan membayar kopinya dengan harga tertinggi. Dampaknya, petani Kolombia lebih suka menanam kopi daripada koka (bahan kokain yang merusak masyarakat). (sumber: Spiritual Company, Ary Ginanjar Agustian). Ckck.. mantap ya..?
     Jadi, tujuannya bukan untuk menjadi perusahaan yang terunggul atau menjadi yang terbesar… mungkin ambisi untuk itu ada, tapi tetap landasan utamanya adalah untuk ‘memberi’, bukan ‘menjadi’. Visi manfaat itulah yang mendorong inovasi terus-menerus sehingga perusahaan itu berkembang pesat. Lalu dipercaya oleh publik. Akhirnya trust juga yang membuat konsumen dan masyarakat jadi loyal.
     Visi manfaat itu juga yang mungkin mendorong para pegawainya untuk semangat bekerja: karena mereka menemukan makna dari pekerjaan mereka, bukan sebatas penggugur kewajiban. Visi manfaat adalah hal utama yang membuat perusahaan terus berkembang. Menjadi perusahaan terbesar? Itu hanya efek samping yang akan mengikuti dengan pasti. ^_^
    Dalam lingkup pribadi, menyitir kata-katanya Oki Setiana Dewi, ia menjadi lebih bermakna ketika mengubah prinsip hidupnya; dari menjadi yang terbaik, jadi 
melakukan yang terbaik
Menjadi yang terbaik, ia akan melakukan apa saja, termasuk bersaing ketat dan bisa saja saling 'senggol' dengan orang lain alih-alih saling membahu menghasilkan yang terbaik. Tapi melakukan yang terbaik, ia sama akan mengerahkan usaha terbaiknya, selain itu, ia juga dapat bersinergi dengan orang lain.
    Memang lebih meniadakan ke’aku’an, tapi akan lebih bernilai di mata Allah. Insya Allah.
Setiap perbuatan baik adalah sedekah (HR Bukhari, no.6021)

Inspired by:
Tim PSAU BBM (Bersama Beri Manfaat)
BEM UI 2009 (BEM Kita, Bergerak Bersama, Bermanfaat Bagi Semua)
Spiritual Company; Kecerdasan Spiritual Pembawa Sukses Kampiun Bisnis Dunia (Ary Ginanjar Agustian)

11 comments:

  1. Baguuuusss....
    Aku suka waktu baca profile tentang google, setiap ruang kerja ada kulkas sama lemari jajan, suasananya engga formal banget. Memprioritaskan kemakmuran dan kesejahteraan.. good!

    kesimpulan:
    nitip QN - http://multiply.com/mail/message/laptopmini:notes:113

    ReplyDelete
  2. mmmmmH.... kenapa kelik? ngerti ga? *takut belibet

    ReplyDelete
  3. yap. profit bukan yang utama, hanya 'efek samping' yang akan mengikuti dengan pasti. insya Allah..

    btw, saya ga ngerti nih fatih.. apa hubungannya sama QN itu? ^__^

    ReplyDelete
  4. hahaha... emang sengaja dibikin ngga nyambung... judulnya aja promosi :D

    ReplyDelete
  5. eeeeerrrrrrrr......

    kalo begitu saya mengerti. ^_^

    ReplyDelete
  6. Saya pernah ikut training tentang Compensation and Benefit (jadi tim teknis sih... :))
    Disitu dijelaskan bahwa kompensasi terhadap pegawai dan konsumen, tidak hanya berbentuk materil yang dapat dilihat langsung (seperti gaji, harga murah, pelayanan prima, dsb), tapi juga bisa berbentuk imateril (seperti suasana kerja nyaman, kesejahteraan pegawai lahir bathin, CSR, dsb). Dengan kata lain, semua ini bisa didesain.

    Di situ juga dijelaskan bahwa kompensasi imateril tuh sebenarnya sesuatu yang dihitung dan dimasukkan dalam ongkos produksi. Hanya saja, pengemasan yang bagus akan membuat kompensasi imateril tuh terdengar lebih humanis, sehingga nama perusahaan pun akan terdongkrak. Hal inilah yang sekarang sedang ngetrend di dunia marketing perusahaan-perusahaan besar dunia.

    Jadi, jangan sampai lah kita terjebak marketing perusahaan-perusahaan tersebut. Tujuan utama dan satu-satunya dari perusahaan tersebut adalah mencari laba. Soal visi kebermanfaatan, kesejahteraan pegawai, Costumer Social Responsibilities, dsb, itu hanyalah desain dari Compensation Benefit yang sudah mereka perhitungkan. Spiritual Company - terutama perusahaan dari barat yang menganut ideologi materialisme - itu cuma kemasan belaka.

    ReplyDelete
  7. eerrrrrr ga sepenuhnya setuju ah ka.. terdengar kapitalis sekali...

    hehe... tp, JKFS yaa

    ReplyDelete
  8. Emang kapitalis banget. Perusahaan-perusahaan yang fars sebut diatas, lahir dari rahim-rahim kapitalis. Hanya saja, melihat kebangkitan spiritual masyarakat di negara barat sana, mereka membungkus kapitalismenya dengan sistem yang terlihat humanis. Padahal biaya untuk pembuatan topeng spiritual dan humanis company, sudah diperhitungkan dalam ongkos produksi.

    Saya komen gini karena kayaknya fars kagum banget ama perusahaan-perusahaan yang fars tulis di atas.

    ReplyDelete
  9. O iya, saya jadi inget pelajaran sejarah di jaman Belanda. Ketika itu ada pergantian sistem politik oleh negara penjajah Belanda. Sistem ini kalo gak salah namanya politik balas jasa. Negara penjajah Belanda mulai memberikan kesempatan kepada penduduk pribumi untuk mengenyam bangku sekolah, memperbaiki infrastruktur, dsb yang intinya meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Untuk apa?

    Pada saat itu negara Belanda mengalami kemunduran dalam ekonomi mereka. Banyak barang produksi mereka yang tidak laku di pasaran. Untuk menyalurkan barang-barang tersebut, maka Belanda menggunakan Indonesia sebagai pasar yang bisa mereka monopoli. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan ekonomi bangsa Indonesia, semakin besar bangsa ini menyerap barang produksi negara penjajah Belanda.

    Itulah salah satu contoh kapitalisme yang menggunakan topeng humanis. Sejarah berulang.

    ReplyDelete
  10. wow... makasih ka iman..

    mungkin iya... tapi masalahnya saya menemukan banyak sekali perusahaan yg demikian kak (di buku itu). Mereka banyak yang tidak tumbuh dalam masyarakat kapitalis juga kok...

    ReplyDelete