Follow Us @farahzu

Tuesday, December 14, 2010

ruang-ruang hati

Tadi saya naik bis. Ketemu orang yang mirip banget sama Mas Pur. Mas Pur itu karyawan di fakultas saya, dulu sempat kerja bareng, waktu beliau masih jadi staf kemahasiswaan fakultas dan saya di Dept. Kemahasiswaan bem fakultas. Kami pernah jadi single fighter di waktu yang bersamaan, mengurus hal yang sama, urgen pula. Akhirnya jadilah kami merasa sehati waktu itu, merasa teraniaya. *lebay.
Hingga karena satu dan lain hal, beliau dipindahkan ke bagian humas fakultas. Aku dan terutama deputiku, sedih pisan menerima kenyataan bahwa bukan beliau lagi yang menjadi partner kami membantu mahasiswa. Setiap papasan, kami jadi melankolis dan, mungkin lebay, berkaca-kaca.
Di kemahasiswaan, Mas Pur digantikan oleh Pak Lili. Kalau aku sedih Mas Pur dipindah, beliau selalu bilang, ‘Pak Lili juga baik kok’. Aku tahu Pak Lili baik, tapi kan Pak Lili bukan Mas Pur (bocah banget deh mikirnya).
Nah. Setelah itu, aku magang di mahalum (kemahasiswaan dan hubungan alumni) psikologi. Kerja bareng langsung sama Pak Lili selama hampir 1 tahun. Ya, Pak Lili memang bukan Mas Pur, tapi aku bersyukur pernah mengenal dan bekerja dengan beliau. Seperti dengan Mas Pur.
***
Dulu waktu SMA, aku punya mentor. Mentor pertama yang bertahan setelah beberapa mentor sebelumnya bingung karena sistem yang belum rapi. Beliau lembuuuttt sekali. Cantik dan baik hati. Tidak pernah marah. Hingga suatu saat, ia harus digantikan karena jadwal kuliahnya tidak memungkinkan untuk bolak-balik ke SMA. Kami pun bersedih. Lalu inisiatif mencari mentor baru. Dapat.
Mentor yang ini, beda banget sama yang sebelumnya! Beliau tegas, tidak lembut dan bikin ikhwan naksir seperti mentor sebelumnya, dan, galak. Beberapa bulan pertama, aku masih berpikir, “Aku masih akan mentoring, tapi mentorku yang pertama tak kan pernah bisa tergantikan di hati kami”.
Waktu pun berjalan. Ternyata, akupun mencintai mbak yang ini, seperti apa adanya dia. Yang sama sekali berbeda dengan ‘mbak ideal’ mentorku sebelumnya. Waktu pula yang membawa hatiku menyimpulkan, “Mbak ini mengambil tempat yang lain di hatiku, dengan caranya sendiri”.
***
Teman, bahwa ternyata hati kita punya banyak ruang, sudahkah kita menyadari? Ada banyak orang di sekitar yang kita sayang atau sukai. Coba perhatikan, apakah mereka semua sama dan setipe dalam sifat dan karakternya? Apakah mereka semua memperlakukan kita dengan cara yang seragam?
Karena hati kita punya banyak ruang, tidakkah seharusnya kita menjauhkan prasangka terhadap orang lain yang belum kita kenal baik? Tidak juga membandingkan dengan orang yang sudah-sudah. Mereka ternyata bisa menempati ruang-ruang itu dengan cara mereka masing-masing, yang berbeda. Karena hati kita punya banyak ruang, bukankah seharusnya meluaskan pandang dan hati agar tidak sesak? ^_^ 

8 comments:

  1. hmmm... kok jd mikir... ruangan2 itu bisa dikontakin gak yah...? (mohon jangan ditanggapi...)

    ReplyDelete
  2. begitu pun dengan diri kita, bagi yang lain, semestinya..

    ReplyDelete
  3. Sudut pandang yang bagus. Ternyata hatipun memiliki memori.. :)

    ReplyDelete
  4. wah, sudut pandang ka ims malah lebih menarik. hehe

    ReplyDelete
  5. Saya emang menarik, makanya laku..
    He2

    ReplyDelete
  6. alhamdulillaah.. akhirnya ya kak.. ^_^v

    ReplyDelete