Follow Us @farahzu

Monday, January 18, 2010

cerita pengamen

Pengamen Profesional

         Mungkin ada yang telah membaca status saya di facebook beberapa hari lalu, mengenai pengamen. Pengamen yang saya ceritakan di status itu sering saya jumpai di bis jurusan Bekasi (Barat)-Kp. Rambutan via tol CIkunir pagi hari. Membawa gitar, dan harmonika yang dengan suatu alat dapat tersampir di bahunya. Suaranya pas-pasan menurut saya, tapi ketepatan nadanya bagus banget! Kerasa seninya. Diam-diam aku menikmati.. dan selalu mematikan mp3 ketika ia mulai beraksi. Ketika ia selesai “manggung ” dan menyebarkan kantong uang, ia selalu menyertakan kata-kata, “ya, bagi anda yang masih memiliki jiwa seni dan sosialnya…” untuk ngasih gitu… Tampaknya ia sadar bahwa performance-nya juga bernilai seni. Heheh..

        Ada lagi. Yang ini jauh lebih dulu aku temui, rutin manggung di bis yang sama, tapi arah Bekasi dan sore hari. Tidak seorang diri, melainkan sekelompok. Yang ini mangkal di jalan baru Pasar Rebo, setia menemani penantian ngetem si abang supir dengan lagu-lagu anyar selama lebih dari 4 tahun. Aku yang jarang nonton TV jadi terbantu untuk tetap tau lagu apa saja yang sedang in. Lumayan, buat gaul. Hehe..

        Dalam kelompok mereka, ada gitaris dan vokalis, pemain biola, gendang, dan,, apalagi ya? Rame deh. Setiap manggung biasanya 4 orang. Saya tuh ingin sekali bisa main biola, tapi belum kesampaian, jadilah saya sudah sangat senang bila melihat orang bermain biola, memperhatikannya, dan berpikir, “kapan nih aku bisa belajar biola??”. Beberapa kali si pengamen yang main biola memergoki saya sedang memperhatikan permainan biolanya. Sekali lagi, permainan biolanya. Bukan orangnya. Sungguh. Tapi yang terjadi adalah, dia geer, merasa diperhatiin, dan jadi senyum-senyum sambil ngeliatin saya. Duh. Males deh jadinya…

        Nah, yang paling menarik dan membuat saya sangat senang dengan kelompok pengamen ini adalah ketika suatu saat saya menyadari bahwa posisi orang dan alat musik yang dimainkan tidak selalu sama. Bergilir. Misalnya hari ini si A main gitar mencakup vokalis, si B main gendang, si C gitar juga, dan si D biola. Besoknya, si A main gendang, si B gitar, si C biola, dan si D gitar dan vokal. Dan seterusnya, bergilir. Waow! Saya sangat takjub akan hal ini. Jadi semua anggota bisa main di posisi apa saja.

         Selain memang mereka mengamen dengan sepenuh hati ingin menghibur, iklim pembelajarannya sangat kental. Saya suka. (*Maksud??)

         Kedua pengamen di atas, dan mungkin ada juga pengamen-pengamen lain, benar-benar membuat saya menghargai mereka. Hidup di jalan dan mengangsurkan kantong permen untuk menerima uang bukanlah mengharapkan belas kasihan orang lain, seperti minta-minta yang terselubung dengan cuap-cuap asal. Mereka benar-benar berusaha untuk menghibur pendengarnya. Leher mereka berkeringat-bercucuran dan uratnya pun nampak ketika bernyanyi. Uang-uang yang akhirnya mengalir ke kantong mereka pun saya yakin, merupakan apresiasi orang-orang atas usahanya menghibur mereka. Bukan karena kasihan. Salut. Padahal yang tidak bersusah payah agar penampilan mereka bagus pun, tetap mendapat uang dari orang-orang yang kasihan. Tapi mereka tidak.

          Mereka memilih untuk jadi terhormat, meskipun mereka pengamen jalanan.
Bagi saya, mereka pengamen profesional.

Semakin sering naik bis,
14 Januari 2010

10 comments:

  1. Mereka punya cara menghargai hidup ya far, mereka juga beruntung -seberuntung kamu bertemu mereka- bertemu dengan mu..

    ReplyDelete
  2. Pengen juga main biola, tapi gitar aja remed mulu >,

    ReplyDelete
  3. ah nurul, kamu bisa aja.. hehee,, beruntung ada yang menikmati kerja-kerja mereka ya?

    ReplyDelete
  4. kan belum tentu biola lebih susah daripada gitar Ga... eh, yuk, belajar ama oneng...

    ReplyDelete
  5. saya juga pernah nemu pengamen professional.. keren

    ReplyDelete
  6. Apanya yg keren? merekanya? atw tulisan saya? hehehe.. Ya,tdk salah kan ungkapan profesional itu utk mrk?

    ReplyDelete
  7. iya.. semuanya yang keren, tulisannya juga *biar seneng :D

    dulu sering mondar-mandir Magetan - Surabaya.. berbagai macam pengamen pernah kutemui, ada yg serius, sekedar kecrek-kecrek, suara maksain, dan ternyata ada juga yang hobi.. ya hobi.. mereka ngamen lebih sekedar melampiaskan hobi, dan akan lebih tepat jika kita sebut mereka sebagai seniman jalanan.

    Ada dari mereka yang emang orang tajir, ada yang kecukupan, ada yg pas-pasan, ada yang kekurangan. Namun jiwa seni mereka sungguh professional dan menghibur...
    Biasanya langsung nyiapin selembaran seribu kalo ngeliat mereka mulai beraksi...

    ReplyDelete
  8. wow...kenapa ya saya jarang, atau bahkan ngga pernah ketemu tipe "pengamen2 profesional" yg seperti ini?
    pasti nya akan sangat mengubah pandangan saya terhadap pengamen2 yg -sepertinya- kebanyakan hanya malas saja.

    thx for sharing.

    ReplyDelete
  9. m u n g k i n .....
    naiknya angkot mulu kali... hehee,, biasanya tuh yang bagus-bagus di bis kota..

    ReplyDelete