Follow Us @farahzu

Wednesday, January 13, 2010

tentang sebaik-baik perempuan

Akhir-akhir ini di Fakultas Psikologi UI sedang “musim kawin”. Seingat saya, dulu, sangat jarang senior saya yang menikah segera setelah lulus. Apalagi sebelum lulus. Hampir tidak ada. Tapi ini seingat saya… Sekarang,, jangan tanya deh. Belum lulus saja sudah pada nikah. Begitu melonjaknya menurut saya, namun tidak ada faktor tertentu yang membuat fenomena ini menjadi meningkat sedemikian tajam (*lebay) dan berada di tipping point (prikitiuw! Baru baca bukunya nih!).
Seiring dengan itu, saya yang sedang menyelesaikan skripsi dan mencari “teori” tentang peran dan kewajiban suami dalam rumah tangga, mendapat ide untuk menulis ini. Karena belum sempat mencari di perpustakaan fakultas mengenai teori tersebut yang menurut psikologi, saya “iseng” mencari di kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, jilid 3, mengenai pernikahan dan seterusnya. Lalu saya menemukan dalil berikut,
     Dari A`isyah r.a., Nabi saw. bersabda,
“Sesungguhnya, perkawinan yang besar keberkahannya adalah yang paling murah maharnya.” Sabda beliau juga, “Perempuan yang baik hati adalah yang murah maharnya, memudahkan urusan perkawinannya, dan baik akhlaqnya. Adapun perempuan yang celaka yaitu yang mahal maharnya, menyusahkan perkawinannya, dan buruk akhlaqnya.”
Paragraf selanjutnya menjelaskan mengenai hadits ini. Mahar yang mahal dan pernikahan yang dipersulit akan memberatkan pihak pria (terutama) untuk melangsungkan pernikahan, sehingga dapat berakibat si pria takut dan menunda-nunda keinginannya untuk menikah. Keinginan yang tertunda ini biasanya dialihkan pada hubungan-hubungan lain di luar nikah yang tidak halal. Nah, hal inilah yang dapat mendatangkan mudharat lebih besar, bahkan hingga (na’udzubillah) perzinaan.
            Kenyataannya kini, tidak sedikit perempuan dan orang tua perempuan yang masih menginginkan jumlah mahar yang besar. Alasannya adalah karena mahar itu merupakan cerminan harga diri seorang perempuan. Sekali lagi, mahar adalah sebuah nilai/nominal yang mencerminkan keberhargaan seorang perempuan (menurut mereka). Jadi kalau sedikit, yang mereka pikirkan adalah, “Murah amat (anak) gue cuma dihargai segitu”.
            Mengenai mahar itu pemberian suami kepada istri ketika menikahi dan seluruhnya menjadi hak istri, itu memang benar. Bila besarannya ditentukan oleh pihak perempuan (istri) yang selanjutnya disepakati bersama, itu juga dibenarkan. Tapi kalau mahar itu disamakan dengan harga beli istri? Saya sih, sehalus apapun bahasanya dari harga beli itu, inginnya kok mengucap, na’udzubillah, ya? Apakah mahar yang sedikit mencerminkan bahwa si istri tidak terlalu berharga? Apalagi ketika istri menerima dengan segenap kerelaannya mahar yang sedikit itu, apakah itu berarti dia menghargai dirinya dengan rendah pula?
            Menurut saya justru sebaliknya. Mahar yang murah, mencerminkan kerelaan istri atas pemberian suaminya. PembeRian. Bukan pembeLian. Karena sejatinya si istri terlalu mahal untuk bisa dibeli, walaupun oleh suaminya sendiri. Si istri sejatinya hanya layak dibeli oleh Allah, Rabb-nya. Dan sang suami tak akan pernah sanggup membelinya, meskipun dengan mahar semahal apapun.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka, dengan memberikan syurga untuk mereka” (QS: At-Taubah: 111)
            Maka apabila diri dan harta telah dijual hanya kepada Allah dengan syurga (syurga men! mau apa lagi??!), kedudukan suami dan istri sejajar dalam rumah tangga, karena tidak ada akad yang menyatakan bahwa suami membeli istri dan istri telah dibeli oleh suaminya sendiri. Suami, hanya memimpin. Bukan memiliki.
Wallahu a’lam.
Kalau sedang buntu atau malas
mengerjakan skripsi, cara membuatku
“ON” lagi adalah,
Menulis. Tentang apapun.
9 Januari, 2009

36 comments:

  1. Like This!!
    Uda lama mw nulis ini tapi belum menemukan diksi yang tepat.

    ReplyDelete
  2. wah, ada mas S. Hum. sulit menemukan diksi yang tepat untuk apa?

    ReplyDelete
  3. Justru karena S.Hum. Jadi kebanyakan kata di kepala. Bingung milihnya.

    ReplyDelete
  4. yah. mending saya dong belum S.Psi. Ayo belajar komunikasi ala rakyat! =)

    ReplyDelete
  5. "Sebaik-baik lelaki adalah yang dapat memberikan Mahar terbaiknya"

    Taukah antum?
    harusnya ada juga penghargaan untuk wanita.

    Salah seorang ustadz pernah bilang, dengan ijin Allah, beliau pernah memberi mahar kepada Istrinya sekarang sejumlah 100 gram emas....Subhanallah..

    ReplyDelete
  6. Hadits itu ada karena budaya arab yang mematok harga tinggi pada anak2 perempuan mereka. Tapi anehnya, sekarang orang-orang arab justru kembali ke budaya jahiliyah mereka itu dengan memasang standar mahar yang tinggi.

    Bersyukurlah orang indonesia yang budaya maharnya adalah Al Quran dan seperangkat alat sholat lengkap. Walaupun budaya seserahannya juga memberatkan..

    ReplyDelete
  7. Tapi bukan berarti pihak lelaki seenaknya saja memberi mahar. Pernah dengar perckapan 2 ikhwan, katanya begini : enak nikah ma akhwat, maharnya muraaah.. Krn mereka tau hadits nya. Hm.. Ckckck..
    yuk cek lagi, berapakah mahar yang diberikan rasulullah kepada khadijah??
    Meskipun dalam kndisi lain, rasul jg pernah memerintahkan sahabatnya untk menggunakan cincin besi untuk mahar :)
    Tfs..

    ReplyDelete
  8. Jadi kak faq mau mgikuti trend "salaf" atau trend "khalaf" kak?he..
    Td kn udah dimulai tuh dgn bertukar kartu nama,piss.. ;p

    ReplyDelete
  9. Kalo kata temen aku far, gapapa maharnya cincin besi tapi mata cincin nya berlian aseli segede gundu, wkwk..

    ReplyDelete
  10. ciiee ka farah... ?
    jadi kapan nih ka..?
    brg yoga apa ?

    hhehhe..
    ak diundang yaa...=p

    ReplyDelete
  11. ahh gini2 ntar dini duluan yg ngundang, ckckck

    ReplyDelete
  12. si Jarwo Psikiologi juga mau nikah kan??kalo ngga salah ama temen satu angkatan

    ReplyDelete
  13. si Jarwo Psikiologi juga mau nikah kan??kalo ngga salah ama temen satu angkatan

    ReplyDelete
  14. oh. jadi ini toh yang membuat ka iman belum nikah ampe sekarang?? wkwkwkwkkk.. kidding kaa...

    tapi bener, KOMENNYA KA IMAN KALI INI BENER BANGET.

    ReplyDelete
  15. Pihak lelaki tidak bisa seenaknya lah, kan mahar itu tergantung kerelaan dan kelapangan hati calon istri juga. tapi pendapat kebanyakan ulama adalah tidak menentukan jumlah mahar minimal.

    ReplyDelete
  16. idih, iseng. itu mah kita sama-sama kepengen ngabisin kartu nama yang udah kadaluarsa aja jabatannya lagee...

    ReplyDelete
  17. kalo bareng yoga ntar anak-anak PSDM repot bolak-balik. ntar di foto nikahan gue ga lengkap ga ada yoga dan di foto nikahan yoga ga lengkap juga ga ada foto gue... heheheheheeee.... iyalah din, kamu harus aku undang!

    ReplyDelete
  18. iya, udah tuh kemarin tgl 16. sama dewi, seangkatan. parah banget... hehehehee

    ReplyDelete
  19. mau duluan ga??? boleh, boleh... tapi kalo bisa semester ini ya... biar gue ga usah lama-lama.. ckakakakakk..

    ReplyDelete
  20. Ntah kenapa, di tempat Fars, saya jarang bisa komen bener..

    Mungkin menyesuaikan dengan orangnya kali ya.. :D

    Tapi gimanapun, semua ada waktunya kok fars.. :(
    (Curcol)

    wkwkwk..

    ReplyDelete
  21. maksud ka? saya ga bener gituh??!!! ga sopan!

    ReplyDelete
  22. Yah, dia serius lagi..

    Peace fars.. :D

    ReplyDelete
  23. yah, ka iman gimana sih. saya becanda juga kali kak! wakakakakakkk... kena lagi! 1-0

    ReplyDelete
  24. Tuh khan..
    Gimana saya bisa serius ama fars kalo begini caranya..

    (Kalimat multi interpretasi)

    *ngakak*

    ReplyDelete
  25. kok parah sih? farah banget mksudnya? haha

    ReplyDelete
  26. sebenernya aq mau nanya, kok "parah" sih?

    ReplyDelete
  27. ooohhh.. tau deh lies.. hehe,, menurut aku sih itu parah.. apalagi mengingat dewi yang mencetuskan istilah "incest taboo" bagi pernikahan se-fakultas dulu, apalagi se-angkatan. ups.. dia termakan ucapan sendiri ^_^

    ReplyDelete
  28. nabi maharnya (atas khadijah) 20 unta, kalau di uangkan... hmmm.. ^^

    ReplyDelete
  29. wah, berapa ya?? itu kan sebelum beliau jadi rasul.. dan memang budaya arab memang demikian, seperti beberapa komen di atas.
    wallahu a'lam..

    ReplyDelete