Follow Us @farahzu

Monday, July 26, 2010

(sok-sok) Belajar Mendidik, part 1

*next part someday..hhe

Kemarin sore, tiba-tiba, keponakan-keponakanku datang, ramai-ramai. Aku yang sedang meng-upload foto dan chatting di MP, langsung ngibrit ke dalam kamar dan berganti baju. Lalu keluar lagi. Setelah bersalam-salaman dan mencium pipi mereka kanan-kiri satu-persatu (ini wajib) dan mengobrol sebentar, aku beranjak mau buat minuman.

Iseng, kugandeng salah seorang dari mereka untuk “membantu” membuat sirup. Seperti bisa ditebak, yang lain pun ikut. Gelas-gelas kosong, botol sirup, botol air dingin,dan sendok sudah di atas meja. Satu orang yang paling tua kuminta menuangkan sirup ke gelas. Yang lain mau juga. Supaya tidak berebut, kuberi kerjaan lain: menuangkan air dinginnya. Yang lain mau juga, minta gantian, “Aku, aku!!” Kuberi saja satu kerjaan lain: mengaduk sirup dan air. Ada 1 yang belum dapat bagian. Akhirnya ia menuang sendiri sirup ke gelasnya yang sudah diisi air lebih dulu. Semua dapat, semua senang! Hehe,, aku malah tidak membuat sirup sama sekali, hanya membawanya di atas baki ke meja ruang tamu. Tadinya mereka juga ingin beramai-ramai membawa baki itu ke meja. Tapi, terlalu riskan. Akhirnya aku punya kerjaan ^_^

Awalnya mereka tidak bangga dengan sirup buatan mereka. Biasa saja, layaknya hanya membantu aku. Tapi kepada ibu dan sepupu-sepupuku (orang tua mereka), aku menyebut sirup tersebut sebagai buatan mereka. Mereka senang dan bangga, tapi aku menambahkan dalam hati, ‘jadi kalau kemanisan atau kurang manis jangan salahkan aku ya..salahkan saja anak-anak ini…haha..’

Tak lama aku ke dapur, menggoreng tahu sumedang (karena di rumah sedang tidak ada kue yang layak disajikan, hehe…). Belum lama aku di dapur, 2 orang dari mereka menyusulku ke dapur. Antusias ingin membantu membalik tahu dan mengangkatnya. Walaupun agak beresiko membawa anak-anak ke dapur, tapi biarlah, mereka ‘mengaku’ suka membantu memasak, dan, kupikir tidak ada salahnya membiarkan mereka selama aku mengawasi.

Satu orang membalik satu tahu. Agak lengket. Anak kedua membalik tahu kedua dengan mudahnya, lalu membandingkan, “Tuh kan aku gampang kok..!!” Sisanya aku. Lalu mereka juga minta mereka yang mengangkat tahu matang dari wajan ke saringan. Oke, silahkan. Ternyata berat untuk mereka, jadi harus dibantu. Ketika tahu generasi pertama ditiriskan, masih ada tahu generasi kedua yang akan digoreng. Mereka juga ingin melakukannya.

Orang pertama, sambil takut-takut, memasukkan tahu ke dalam minyak panas dari jarak yang agak jauh, ‘melemparnya’. Minyak pun rusuh berisik, keduanya langsung sembunyi menghindari cipratan minyak panas. Hihi,, lucu.. Anak kedua (adik sepupunya, tapi seumur), terlihat lebih luwes, memasukkan tahu ke wajan dari jarak lebih dekat, dan tidak ‘melemparnya’ seperti anak yang pertama. Minyak tetap tenang sentosa, lagi-lagi dia membandingkan, “Tuh kan, aku aja gapapa…!!”. Ah dik, selamat, itu prestasi.. :D

Singkat cerita, semua tahu siap disajikan. Mereka membawanya berdua, lalu dengan bangganya bersorak dan melakukan tos, “Yes! Tahu buatan kitaaaa!!!” :D :D :D *walaupun yang buat itu pabrik tahu. Hahaha.

Sepertinya, “melibatkan” jauh lebih enak didengar daripada “menyuruh” dan “melarang” ya? Dengan melibatkan anak dalam aktivitas kita, mereka akan melakukannya dengan senang hati. Bahkan jika orang tua/pendidik sebenarnya memang ingin pekerjaannya dibantu oleh anak tersebut. Lebih dari itu, mereka akan belajar.

Lalu, berikan apresiasi dengan proporsional, jangan pelit dengan pujian. Karena artinya, orang yang tidak berat memberikan penghargaan pada orang lain, adalah orang yang sudah sejahtera dengan dirinya sendiri, tidak haus dengan pujian orang lain. Bahasa kerennya, psychological well-being-nya telah terpenuhi ;)

*nah lho, semoga yang terakhir ini bisa dipahami yaa.. :D

18 comments:

  1. hufh... FAQ deh kalo nulis ttg ini >_<

    *doakan saja...kapanpun Allah mau. hehe..

    ReplyDelete
  2. semoga segera bisa mendidik "punya sendiri" Far..
    hehehe....

    *habis komen langsung kabur...

    ReplyDelete
  3. Jd inget wkt kecil main2 di dapur sm ibu sy. Masak telur, tempe, ikan, nasi goreng, ngulek sambel, meres santen... Seru jg...

    ReplyDelete
  4. aaamiinn..
    *kelik, jangan kabur! katanya mau doain... >_

    ReplyDelete
  5. apa?? main-main di dapur???!!

    *gapapa sih. hehe...jadi banyak belajar...

    ReplyDelete
  6. Paling gak bisa bedain ketumbar sm merica, laos, jahe, sm kencur...

    ReplyDelete
  7. ??? cobacoba, maksudnya gimana,
    paling gak, bisa bedain....
    atau
    paling gak bisa, bedain....

    ??

    ReplyDelete
  8. Eh, jd ambigu... Maksudnya jd bisa tahu beda merica sm ketumbar. Beda jahe, kencur, sm lengkuas... Ghetho...

    ReplyDelete
  9. eh aku aja ga bisa bedain. kan aku tipe bersih-bersih dan bukan tipe memasak (catut dalilnya kafarah)

    ReplyDelete
  10. aduh rifda...!! walaupun kita setipe, tapi aku bisa bedain bumbu-bumbu itu koq...yeeeii... :D

    *berarti kamu lebih parah dari aku..ckckckck... ayo belajar!! ;)

    ReplyDelete
  11. Satu hal yang khas dari anak-anak adalah, mereka melibatkan seluruh panca indera (VAKOG) mereka dalam menjalani hidup. Itu sebabnya mereka berkembang jauh lebih cepat dari orang dewasa yang hanya mengandalkan salah 1 dari 3 indera dominan (VAK).

    Mengajari anak memasak adalah salah 1 metode pendidikan cerdas yang melibatkan semua panca indera anak. Kalau dibuat kurikulumnya, bakalan lebih keren tuh fars.

    ReplyDelete
  12. iyee -,- aku masuk SCA (smansasi cooking academy) noh buat belajar ..

    ReplyDelete
  13. woow..keereennn... ^_^ semoga sukses!!

    ReplyDelete
  14. wow. trims ka iman...

    *berarti aku dan ibunya bang quarta cerdas dong. yes! yes!! :D

    ReplyDelete